Kamis, 13 September 2018

MANAJEMEN STRES KERJA GURU




MANAJEMEN STRES KERJA GURU
(Studi Deskriptif Kualitatif di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu)



TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Bidang Ilmu Administrasi Pendidikan

Oleh

JON SASTRO
A2K012116



PROGRAM STUDI
MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2014



LEMBAR PERSETUJUAN


MANAJEMEN STRES KERJA GURU
(Studi Deskriptif Kualitatif di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu)


PERNYATAAN
“Tesis ini merupakan karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan
Atas pernyataan saya ini, saya siap menanggung resiko dan sanksi jika di kemudian hari ditemukan pelanggaran dalam karya saya”

Bengkulu,    Oktober 2014
Penulis,



JON SASTRO
NIM. A2K012116

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
Pembimbing I,



Prof. Dr. Rohiat, M.Pd
NIP: 19500521.198312.1.001
Pembimbing II,



Dr. Osa Juarsa, M.Pd
NIP: 19620615.198603.1.027

Mengetahui
Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan
PPs FKIP Universitas Bengkulu



Dr. Aliman, M.Pd
NIP: 19551023.198303.1.001



LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Tesis     : MANAJEMEN STRES KERJA GURU
(Studi Deskriptif Kualitatif di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu)
Nama              : JON SASTRO
NIM                : A2K012116
PERSETUJUAN PANITIA UJIAN
No
Nama dan Kedudukan
Tanda Tangan
Tanggal
1
Dr. Aliman, M.Pd
Ketua


2
Dr. Osa Juarsa, M.Pd
Sekretaris



PERSETUJUAN PERBAIKAN DAN PENYEMPURNAAN
DARI DEWAN PENGUJI TESIS
No
Nama dan Kedudukan
Tanda Tangan
Tanggal
1
Dr. Aliman, M.Pd
Ketua


2
Dr. Osa Juarsa, M.Pd
Sekretaris


3
Prof. Dr. Rohiat, M.Pd
Pembimbing 1


4
Dr. Osa Juarsa, M.Pd
Pembimbing 2


5
Prof. Dr. Bambang Sahono, M.Pd
Penguji Ahli 1


6
Dr. Zakaria, M.Pd
Penguji Ahli 2


7
Dr. Puspa Djuwita, M.Pd
Penguji Ahli 3




PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama                           : Jon Sastro
NPM                           : A2K012116
Program Studi             : Magister Administrasi Pendidikan
Alamat Rumah            : Jl. RE. Martadinata No 82. Bengkulu
Nomor HP                   : 085267620007

Menyatakan bahwa karya saya berupa tesis dengan judul:

MANAJEMEN STRES KERJA GURU
(Studi Deskriptif Kualitatif di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu)

Merupakan karya asli saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan.

Atas pernyataan ini saya siap menerima resiko dan sanksi jika dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran dalam karya saya.

Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk digunakan sebagaimana ketentuan yang berlaku.




Bengkulu,       Oktober 2014
Yang membuat pernyataan,



JON SASTRO
A2K012116



 ABSTRACT


THE STRESS MANAGEMENT OF TEACHERS’ WORK
(Descriptive Qualitative Study in Public Junior High School 4 in Bengkulu City)

JON SASTRO
Thesis S2 Study Program of Educational Administration
Post Graduated, Faculty Teacher Training and Education
University of Bengkulu, 2014. 112 Pages

The purpose of this research was to describe the stress management of teachers’ work in Public Junior High School Number 4 in Bengkulu City. This research used qualitative method. The subjects of the research were the school manager (principal), wise principals and all of teachers. Data collected by using observation, interview and documentation. The collected data then analyzed data by using qualitative technique. The steps of data analyzed were: reduction data, display data, verifying and conclusion. The result of this research showed that the stress management of teachers’ work in needed to raise the motivation and performance quality of teachers’ work and stress management of teachers’ work has been done in accordance with the planned.
Key Words     : Stress Management, Teachers’ Work







RINGKASAN
MANAJEMEN STRES KERJA GURU
(Studi Deskriptif Kualitatif di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu)

JON SASTRO
Tesis Program Studi Magister Administrasi Pendidikan,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Bengkulu, 2014. 112 halaman

Rumusan masalah umum penelitian adalah “bagaimana manajemen stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu?”. Rumusan masalah khusus penelitian adalah: Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya stress kerja guru? Bagaimana upaya kepala sekolah mengatasi stres kerja guru? Bagaimana hasil pelaksanaan manajemen stress kerja guru?
Secara umum tujuan penelitian adalah mendeskripsikan manajemen stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu. Tujuan khusus penelitian adalah mendeskripsikan faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya stress kerja guru, mendeskripsikan upaya kepala sekolah mengatasi stres kerja guru dan mendekripsikan hasil pelaksanaan manajemen stress kerja guru.
Metode penelitian yaitu deskriptif kualitatif. Subyek penelitian yaitu kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru SMP N 4 Kota Bengkulu. Pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data melalui reduksi data, display data dan menarik kesimpulan data.
Secara umum hasil penelitian menunjukan bahwa manajemen stress kerja guru telah dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan yaitu melalui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta evaluasi. Secara khusus hasil penelitian menujukan sebagai berikut:
Pertama, peneliti menemukan ada 3 faktor yang menyebabkan stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu yaitu faktor individual, faktor organisasional dan faktor lingkungan. Faktor individual meliputi: masalah keluarga, masalah ekonomi, kepribadian, kesehatan,dan  usia. Sedangkan dari faktor organisasional meliputi seperti: beban kerja yang terlalu berat, gaya kepemimpinan yang kurang disukai, status profesi, kesulitan dalam mengatur waktu, kurangnya sarana dan prasarana sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar, serta hubungan dengan atasan, rekan kerja dan warga sekitar. Yang terakhir faktor lingkungan meliputi: dukungan sosial dari keluarga, atasan maupun rekan sesama kerja, ketidakmampuan menggunakan teknologi, menghadapi kenakalan siswa, sikap masyarakat terhadap pihak sekolah dan kondisi lingkungan kerja.
Kedua, upaya yang dilakukan kepala sekolah dalam manajemen stress kerja guru ada empat langka yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Dalam  perencanaan kepala sekolah melakukan pendekatan-pendekatan terhadap guru untuk mengetahui lebih dalam permasalahan yang dihadapi guru trutama  masalah yang mengakibatkan stress kerja pada guru, seperti: mengenali faktor-faktor apa saja yang menyebabkan stress, bagaimana gejalanya, serta memahami tingkatan stress yang guru hadapi.
Kemudian dalam pelaksanaannya ada beberapa langkah yang dilakukan kepala sekolah yaitu: melakukan pendekatan individu, pendekatan organisasi, mengelola waktu bawahan, seleksi dan penempatan, rancangan ulang pekerjaan, keterlibatan guru terhadap keputusan-keputusan, membangun komunikasi, menciptakan program pengembangan serta menerapkan reward dan punishment.
Manajemen stress kerja guru tidak terlepas dari pengawasan, sehingga melalui pengawasan tersebut perlu di lakukan evaluasi. Dalam evaluasi yang dilakukan oleh kepala sekolah tidak begitu terlalu jelas namun berdasarkan penjelasan dari kepala sekolah bahwa evaluasi adalah bagian dari manajemen sehingga evaluasi perlu dilakukan. Dalam evaluasi yang dilakukan kepala sekolah yaitu terus mengawasi dan memperbaiki progam-program yang di anggap gagal serta meningkatkan terus program-program yang sudah dianggap berhasil.
Ketiga, hasil manajemen stress kerja guru menujukkan bahwa hal yang paling menonjol dan jelas yaitu menurunnya persentase ketidakhadiran guru, sehingga ini mengindikasikan bahwa guru betah berada di sekolah, dan hilangnya rasa bosan guru disekolah. Kemudian juga ada perubahan yang lainnya seperti: meningkatnya motivasi guru, kinerja meningkat, berkomunikasi lebih lancar, dengan atasan lebih akrab, lebih berkeluarga, lebih kepercayaan diri, kemauan untuk sukses tinggi, prestasi kerja meningkat serta kinerjanya memuaskan dengan prestasi-prestasi yang membanggakan. Hal ini di buktikan bahwa akhir-akhir ini SMP N 4 Kota Bengkulu kebanjiran penghargaan, ini tidak lepas dari kemampuan seorang kepala sekolah dalam manajemen stress kerja guru.
Secara umum simpulan penelitian menunjukan bahwa manajemen stress kerja guru telah dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan yaitu melalui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta evaluasi. Simpulan secara khusus sebagai berikut: pertama, ada 3 faktor yang menyebabkan stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu yaitu faktor individual, faktor organisasional dan yang terakhir adalah faktor lingkungan.
Kedua, upaya yang dilakukan kepala sekolah dalam manajemen stress kerja guru ada empat langka yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Dalam  perencanaan kepala sekolah melakukan pendekatan-pendekatan terhadap guru untuk mengetahui masalah yang mengakibatkan stress kerja pada guru. Kemudian dalam pelaksanaannya ada beberapa langkah yang dilakukan kepala sekolah yaitu: melakukan pendekatan individu, pendekatan organisasi, mengelola waktu bawahan, seleksi dan penempatan, rancangan ulang pekerjaan, keterlibatan guru terhadap keputusan-keputusan, membangun komunikasi, menciptakan program pengembangan serta menerapkan reward dan punishment.
Manajemen stress kerja guru tidak terlepas dari pengawasan, sehingga melalui pengawasan tersebut perlu di lakukan evaluasi. Dalam evaluasi yang dilakukan oleh kepala sekolah tidak begitu terlalu jelas namun berdasarkan penjelasan dari kepala sekolah bahwa evaluasi adalah bagian dari manajemen sehingga evaluasi perlu dilakukan. Dalam evaluasi yang dilakukan kepala sekolah yaitu terus mengawasi dan memperbaiki progam-program yang di anggap gagal serta meningkatkan terus program-program yang sudah dianggap berhasil.
Ketiga, hasil manajemen stress kerja guru menujukkan bahwa hal yang paling menonjol dan jelas yaitu menurunnya persentase ketidak hadiran guru, sehingga ini mengindikasikan bahwa guru betah untuk berada di sekolah, dan hilangnya rasa bosan guru disekolah. Kemudian juga ada perubahan yang lainnya seperti: meningkatnya motivasi guru, kinerja meningkat, berkomunikasi lebih lancar, dengan atasan lebih akrab, lebih berkeluarga, lebih percaya diri, kemauan untuk sukses tinggi, prestasi kerja meningkat serta kinerjanya memuaskan.
Saran penelitian ini Pertama, kepala sekolah hendaknya cepat tanggap terhadap penyebab-penyebab stress kerja guru seperti: pertama, penyebab stres faktor individu, kepala sekolah hendaknya terus melakukan pendekatan-pendekatan individu agar mengetahui penyebab-penyebab stress pada guru. Kedua, Penyebab stress faktor organisasi, hendaknya kepala sekolah juga melakukan pendekatan organisasional dengan melibatkan semua pihak sekolah dalam mengatasi stress kerja guru. ketiga penyebab stres faktor lingkungan, kepala sekolah hendaknya juga memperhatikan lingkungan sekolah sehingga tercipta lingkungan yang sehat, serta meningkatkan dukungan terhadap para guru.
Kedua, hendaknya kepala sekolah meningkatkan lagi kemampuan manajemen stress kerja guru serta meningkatkan lagi program-program dan kegiatan-kegitan yang dapat mengurangi tingkat stress kerja guru. Dan lebih banyak lagi strategi-strategi yang diterapakan dalam manajemen stress kerja guru.
Ketiga, hasil manajemen stress kerja guru yang didapat hendaknya terus di tingkatkan oleh pihak sekolah agar tidak ada lagi faktor-faktor stress yang dapat merugikan sekolah, sehingga dapat meningkatkan kinerja dan prestasi kerja guru.



KATA PENGANTAR
Bismillahirramanirrahim

Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah, taufik, dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kita bisa menjalani kehidupan ini sesuai dengan ridho-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, karena beliau adalah salah satu figur umat yang mampu memberikan syafa’at kelak di hari kiamat.
Tesis ini berjudul Manajemen Stres Kerja Guru (Studi Deskriptif Kualitatif di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu)’ diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam rangka mendapatkan gelar Magister Pendidikan  Bidang Ilmu Administrasi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu 2014.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna karena kemampuan dan pengetahuan penulis yang masih terbatas serta  berbagai hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi, namun berkat bimbingan, dukungan, motivasi serta saran dari berbagai pihak penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan sebaik mungkin. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1.      Bapak Prof. Dr. Rambat Nur Sasongko Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu yang telah memberi arahan, masukan dan motivasi untuk giat menyelesaikan tesis ini.
2.      Bapak Dr. Aliman, M.Pd Ketua Program Pascasarjana Administrasi Pendidikan FKIP UNIB, yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan berlangsung.
3.      Bapak Prof. Dr. Rohiat, M.Pd pembimbing I dan Bapak Dr. Osa Juarsa, M.Pd, pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, motivasi dan dukungan kepada penulis dalam penyususnan tesis ini.
4.      Seluruh dosen MAP dan Staf MAP yang selalu membantu kesulitan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
5.      Bapak Hery Suryadi, S.Pd Kepala Sekolah SMP Negeri 4 Kota Bengkulu yang memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di SMP N 4 Kota Bengkulu.
6.      Seluruh dewan guru beserta staf tata usaha SMP N 4 Kota Bengkulu yang menerima dengan kerendahan hati kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.
7.      Kedua orang tua saya ayahanda Islanto dan ibunda Wasniah yang telah memberikan doa dan dukungan moral maupun materi demi keberhasilan penulis dalam penulisan tesis ini
8.      Kakak saya Hengki Hermansyah, SH, beserta istri, kakak perempuan saya Heni Puspita, S.Pd berserta suami dan keponakan tercinta saya Afnan, berkat dukungan kalian penulis semakin semangat dalam menyelesaikan tesis ini.
9.      Yang paling spesial buat seseorang yang bernama Enne Puri Kencana yang selalu setia, mendukung dan memotivasi saya selama ini.
10.  Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa MAP angkatan 2012 berkat kebersamaan dan kerja samanya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari kata sempurna, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat dimasa yang akan datang. Amin
Wassalamualaikum wr.wb


Bengkulu,      Oktober 2014

Penulis



DAFTAR ISI


HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii
PERNYATAAN...................................................................................................... iv
ABSTRACT............................................................................................................. v
RINGKASAN ......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................... xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL .................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xvii

BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ............................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah.......................................................................................... 6
C.     Tujuan Penelitian........................................................................................... 6
D.    Kegunaan Penelitian...................................................................................... 7
E.     Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 7
F.      Definisi Konsep ............................................................................................ 8

BAB II. KAJIAN PUSTAKA
A.      Deskripsi Teoritik ....................................................................................... 10
1.      Stres......................................................................................................... 10
2.      Manajemen Stres...................................................................................... 30
3.      Kerja Guru............................................................................................... 41
B.      Hasil Penelitian Yang Relevan ...................................................................... 46
C.      Paradigma Penelitian ..................................................................................... 49
BAB III. METODE PENELITIAN
A.    Rancangan Penelitian..................................................................................... 50
B.     Subjek Penelitian .......................................................................................... 52
C.     Teknik Pengumpulan Data dan Pengembangan Instrumen .......................... 52
D.    Teknik Analisis Data ..................................................................................... 61
E.     Pertanggungjawaban Peneliti......................................................................... 66

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Penelitian.......................................................................................... .... 68
B.     Pembahasan Hasil Penelitian .................................................................... .... 89
C.     Keterbatasan Penelitian............................................................................. .... 104

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A.    Simpulan ................................................................................................... .... 106
B.     Implikasi ................................................................................................... .... 108
C.     Saran.......................................................................................................... .... 109

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ .... 110
LAMPIRAN........................................................................................................ .... 113


DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

DAFTAR GAMBAR
A.    Gambar 2.1. Sumber Stres......................................................................... .... 21
B.     Gambar 2.2. Sumber Stres......................................................................... .... 22
C.     Gambar 2.3. Strategi Manajemen Stress................................................... .... 35
D.    Gambar 2.4. Paradigma Penelitian............................................................ .... 49
E.     Gambar 3.1. Teknik Pengumpulan Data................................................... .... 53
F.      Gambar 3.2. Komponen-Komponen Analisis Data................................... .... 63
G.    Gambar 4.1. Pengaruh stres dengan Prestasi Kerja................................... .... 103

DAFTAR TABEL
A.    Tabel 2.1. Manajemen Stres...................................................................... .... 34
B.     Tabel 3.1. Kisi-kisi Pengembangan Instrumen.......................................... .... 59
C.   Table 4.1 Penyebab Stres Faktor Individual.................................... ... 69
D.   Table 4.2 Penyebab Stres Faktor Organisasional.............................. ... 72
E.    Table 4.3 Penyebab Stres Faktor Lingkungan.................................. ... 75

DAFTAR LAMPIRAN

A.    Lampiran 1. Kisi-kisi Pengebangan Instrumen............................................... .... 113
B.    Lampiran 2. Kisi-kisi Pengembangan Wawancara......................................... .... 115
C.    Lampiran 3. Transkrip Hasil Wawancara....................................................... .... 120
D.    Lampiran 4. Alur Fikir Penelitian................................................................... .... 158
E.     Lampiran 5. Profil Sekolah............................................................................. .... 161
F.     Lampiran 6. Foto-Foto Dokumentasi............................................................. .... 178
G.    Lampiran 7. SK Pembimbing......................................................................... .... 189
H.    Lampiran 8. Surat Penelitian Dari UNIB....................................................... .... 190
I.       Lampiran 9. Surat Izin dari Dinas Pendidikan Kota Bengkulu..................... .... 191
J.       Lampiran 10. SK Telah Melaksanakan Penelitian dari SMP N 4 Kota Bengkulu                       192
K.    Lampiran 11. Riwayat Hidup......................................................................... .... 193



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai individu yang mengalami stres. Stress merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi setiap individu. Artinya stress dialami oleh setiap individu, tidak mengenal jenis kelamin, usia, kedudukan, jabatan, atau status sosial ekonomi. Stress bisa dialami oleh bayi, anak-anak, remaja atau dewasa, dialami oleh pejabat dan rakyat jelata, dialami oleh pengusaha atau karyawan, dialami oleh orang tua atau anak, dialami oleh guru maupun siswa, dan dialami oleh pria maupun wanita (Nini, 2011. http://www.psikoterapis.com/).
Stres tersebut tidak hanya dalam kehidupan sosial-ekonominya saja tetapi juga dalam bekerja. Pekerjaan yang terlalu sulit serta keadaan sekitar yang penat juga akan dapat menyebabkan stres dalam bekerja. Banyak individu yang tidak menyadari gejala timbulnya stres tersebut dalam kehidupannya padahal apabila kita mengetahui lebih awal mengenai gejala stres tersebut kita dapat mencegahnya. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan maksud agar terjaminnya keamanan dan kenyamanaan dalam bekerja. Apabila seseorang yang mengalami stres melakukan pekerjaan itu malah akan mengganggu kestabilan dalam bekerja. Untuk menjaga kestabilan kerja tersebut psikis seseorang juga harus stabil agar terjadi singkronisasi yang harmonis antara faktor kejiwaan serta kondisi yang terjadi. Jadi kita harus benar-benar memperhatikan secara lebih baik lingkungan yang dapat mempengaruhi psikis seseorang sehingga stres dapat dicegah.
Namun tidak dapat dihindari bahwa stres juga dapat kita jumpai di dunia pendidikan yaitu guru. Guru mengalami stres karena pengaruh dari pekerjaan itu sendiri maupun lingkungan tempat kerja. Seseorang guru yang mengalami stres dalam bekerja tidak akan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Disinilah muncul peran dari kepala sekolah untuk memperhatikan setiap kondisi stres yang dialami oleh gurunya. Dalam hal ini  dapat menentukan penanganan yang terbaik bagi guru tersebut dengan tidak mengurangi kinerja guru tersebut.
Para guru saat ini semakin didesak untuk menjadi guru yang berprestasi dibidangnya sesuai dengan perubahan dan tuntutan masyarakat. Banyaknya tuntutan ini lah yang membuat para guru mengalami stress, apalagi guru merupakan pribadi yang harus berkembang dan bersifat dinamis. Perubahan paradigma pola mengajar guru yang pada mulanya sebagai sumber informasi bagi siswa dan selalu mendominasi kegiatan dalam kelas berubah menuju paradigma yang memposisikan guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran sekaligus merupakan pusat inisiatif pembelajaran (Mulyasa, 2005:9). Kenyataan ini mengharuskan guru untuk selalu meningkatkan kemampuannya terutama memberikan ketauladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
Supardi (2013:7) berpendapat bahwa guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan di suatu negara, maka setiap usaha peningkatan mutu pendidikan perlu memberikan perhatian besar kepada peningkatan kinerja guru. Guru dituntut memiliki kinerja yang mampu memberikan dan merealisasikan harapan dan keinginan semua pihak terutama masyarakat umum yang telah mempercayai sekolah dan guru dalam membina anak didik. Untuk meraih mutu pendidikan yang baik sangat dipengaruhi oleh kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya sehingga kinerja guru menjadi tuntutan penting untuk mencapai keberhasilan pendidikan. Secara umum mutu pendidikan yang baik menjadi tolak ukur bagi keberhasilan kinerja yang ditunjukkan guru. Sehingga banyaknya tuntutan ini membuat para guru mengalami stress kerja.
Salah satu masalah yang dihadapi guru sekarang adalah perubahan kurikulum yaitu dari kurikulum sebelumnya menjadi kurikulum 2013. Dalam pengembangan kurikulum 2013 tidak semudah yang kita bayangkan, karena banyak sekali terdapat hambatan. Muzamiroh (2013:120) menjelaskan ada beberapa masalah dalam mengimplementasikan kurikulum 2013, salah satunya yaitu kesiapan guru. Guru kurang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum disebabkan beberapa hal yaitu kurang waktu, kekurang sesuaian pendapat, baik dengan sesama guru maupun kepala sekolah & administrator karena kemampuan dan pengetahuan guru sendiri Persoalan guru dirasakan krusial karena apabila guru tidak siap mengimplementasikan kurikulum baru, maka kurikulum sebaik apa pun tidak akan membawa perubahan apa pun pada dunia pendidikan nasional.  
Pernyataan di atas sependapat dengan Kepala Sekolah SMPN 4 Kota Bengkulu Hery Suryadi, terkait pelaksanaan kurikulum 2013 di sekolahnya. Beliau mengatakan, "Guru sudah terbiasa pada gaya lama, yaitu berorientasi pada konten untuk menyelesaikan materi. Sementara pada kurikulum 2013, orientasi guru adalah mengarahkan siswa berpikir kritis dan analitis,". Tugas guru kini, tidak hanya mendidik siswa mampu menjawab pertanyaan, tetapi guru juga harus mampu membuat siswa mampu membuat pertanyaan. "Untuk bisa berubah ke arah itu memerlukan waktu”. Hal ini sedikit membuat para guru stress menghadapinya, namun sebagai sekolah perintis kami harus bangga karena kami dipercaya untuk merintis kurikulum 2013 ini, jadi, siap tidak siap kami harus siap, dengan beriringnya waktu, dengan pendekatan-pendekatan dan pelatihan-pelatihan, beberapa guru sudah mulai terbiasa menyesuaikan dengan kurikulum baru ini walaupun belum secara menyeluruh”.
Tidak hanya perubahan kurikulum saja yang membuat para guru SMP Negeri 4 Kota Bengkulu mengalami stress, tetapi perubahan terhadap pencapaian nilai standar Ujian Nasional (UN) juga mengakibatkan stress, karena nilai standar Ujuan Nasional setiap tahun terus ditingkatkan oleh pemerintah. Ironisnya, setiap menjelang pelaksanaan ujian nasional (UN), perhatian orang tua atau masyarakat lebih banyak atau lebih terfokus pada siswa, mulai dari persiapan maupun pelaksanaannya. Berbagai teknik atau strategi mempersiapkan UN bagi para siswa banyak dibicarakan. Bimbingan-bimbingan belajar UN semakin menjamur. Tabligh atau zikir akbar dikumandangkan untuk para siswa yang akan menghadapi UN. Sayangnya perhatian pada para guru terlupakan. Padahal para guru juga tidak kalah sibuknya. Mulai dari mempersiapkan bahan ajar yang praktis untuk siap menjawab UN, atau untuk di review agar siswa mampu menjawab UN dengan lancar, membuat latihan-latihan soal agar siswa terlatih dalam mengerjakan UN, hingga meluangkan waktunya untuk memberikan les tambahan, dan sebagainya. Menjelang pelaksanaan UN tersebut sudah dapat dipastikan bahwa tingkat stress guru akan mengalami peningkatan.
Selain tingkat stres para pendidik karena pekerjaan atau kegiatan mereka yang meningkat menjelang UN, guru juga mempunyai beban psikologis karena mereka dituntut agar para siswanya harus lulus. Bahkan orang tua, sekolah dan masyarakat mempunyai asumsi bahwa keberhasilan siswa dalam UN mutlak dipengaruhi oleh peran guru. Pendapat yang lebih ekstrim lagi dari masyarakat bahwa kegagalan siswa dalam UN dikarenakan ketidakmampuan guru dalam mengajar. Sesungguhnya,ketidakberhasilan siswa dalam UN bukan hanya dari faktor guru tapi dipengaruhi oleh banyak hal misalnya kesehatan siswa pada saat mengerjakan UN, tingkat konsentrasi dan kewaspadaan siswa dalam mengerjakan soal, serta emosi siswa yang mengakibatkan mereka panik atau tidak teliti serta tuntutan orang tua yang membuat siswa stress.
Berdasarkan permasalahan pada latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mengkaji secara ilmiah melalui penelitian tentang manajemen stres untuk mengatasi stress kerja pada guru. Stress menjadi suatu yang melekat dalam kehidupan guru di sekolah karena stress dapat mempengaruhi prestasi kerja guru. Sehingga stress perlu mendapatkan perhatian dan pengelolaan yang baik dari kepala sekolah dalam usaha mencapai tujuan-tujuan sekolah. Penanganan stress yag baik dapat meningkatkan kepuasan kerja guru, motivasi guru, produktifitas guru serta meningkatkan prestasi kerja guru. Jadi tanpa penanganan terhadap stress kerja guru maka akan berakibat buruk bagi diri guru dan akan merugikan sekolah yaitu dengan menurunnya prestasi kerja guru sehingga produktifitas sekolah juga akan menurun.

 Penelitian ini dilakukan di SMP N 4 kota Bengkulu karena melalui sejarah SMP N 4 termasuk sekolah non unggulan jika di bandingkan dengan sekolah yang unggul di kota Bengkulu seperti SMP N 1 dan SMP N 2 kota Bengkulu. Namun dengan kepemimpinan sekarang SMP 4 Kota Bengkulu mampu bersaing dengan sekolah unggul dan mendapatkan kepercayaan untuk menyelenggarakan kurikulum 2013. Bahkan SMP N 4 kota Bengkulu mampu meraih penghargaan ADIPURA serta mendapatkan penghargaan ADIWIYATA tingkat nasional tahun 2013, penghargaan ini merupakan penghargaan perdana atau pertama kali yang diperoleh di Provinsi Bengkulu. Sehingga peneliti tertarik meneliti di SMP N 4 Kota Bengkulu terutama terhadap kemampuan kepala sekolah dalam mengelola stress kerja guru untuk meningkatkan kinerja dan prestasi kerja guru.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dirumuskan masalah penelitian yang dijabarkan dalam permasalahan umum dan permasalah khusus sebagai berikut:
1.      Permasalahan Umum
Bagaimana manajemen stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu?
2.      Permasalahan Khusus
a.       Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan stress kerja guru?
b.      Bagaimana upaya kepala sekolah mengatasi stres kerja guru?
c.       Bagaimana hasil pelaksanaan manajemen stress kerja guru?

C.    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dapat dijabarkan melalui tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut:
1.      Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan manajemen stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu
2.      Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:
a.       Faktor-faktor yang menyebabkan stress kerja guru
b.      Upaya kepala sekolah mengatasi stres kerja guru
c.       Hasil pelaksanaan manajemen stress kerja guru

D.    Kegunaan Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini akan memberikan kegunaan yang optimal baik secara teoritis maupun secara praktis. Dengan demikian hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangan bagi dunia ilmu pendidikan.
1.      Kegunaan Teoritis
1)      Menjadi masukan untuk pihak sekolah melalui manajemen stress dalam meningkatkan motivasi dan kinerja guru
2)      Menjadi bahan untuk menambah atau memperkaya khazanah ilmu manajemen stress bagi guru, dan khususnya bagi manajer pendidikan atau kepala sekolah

2.      Kegunaan Praktis
1)      Menjadi kerangka acuan bagi manajer pendidikan dan pengelola kegiatan pendidikan disekolah guna meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
2)      Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan bahan referensi bagi yang akan melakukan penelitian lanjutan.

E.     Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini terletak pada kajian manajemen stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu, dan sebagai subjek penelitian ini adalah kepala sekolah beserta wakil dan guru-guru. Batasan variabel penelitian yaitu fokus kepada faktor penyebab stress kerja, upaya kepala sekolah dalam manajemen stres, dan hasil pelaksanaan manajemen stres kerja guru.

F.     Definisi Konsep
1.      Stres
Stress merupakan perasaan tertekan secara terus menerus yang tidak biasa terjadi pada diri setiap individu karena adanya tuntutan yang membuat individu tersebut merasa terbebani.
2.      Stress kerja
Stress kerja merupakan perasaan tertekan secara terus menerus yang tidak biasa terjadi pada diri setiap individu karena adanya tuntutan pekerjaan yang membuat individu tersebut merasa terbebani.
3.      Manajemen Stress
Manajemen stres adalah kecakapan menghadapi tantangan dengan cara mengendalikan tanggapan secara proporsional atau kemampuan penggunaan sumber daya secara efektif untuk mengatasi perasaan tertekan secara terus menerus yang muncul karena merasa terbebani.
4.      Manajemen Stress Kerja Guru
Manajemen stress kerja guru merupakan kemampuan kepala sekolah mengatasi perasaan tertekan secara terus menerus pada guru karena adanya beban kerja yang berlebihan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas kerja guru itu agar menjadi lebih baik lagi.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.     Deskripsi Teoritik
1.      Stres
a.      Pengertian Stress
Masalah-masalah tentang stres pada dasarnya sering dikaitkan dengan pengertian stres yang terjadi di lingkungan pekerjaan, yaitu dalam proses interaksi antara seorang karyawan dengan aspek-aspek pekerjaannya. Di dalam membicarakan masalah stres ini perlu terlebih dahulu untuk memahami pengertian stress secara umum (Rivai dan Mulyadi, 2010:307).
Menurut Davis yang dikutip oleh Badeni (2013:62), menyebutkan bahwa:
“Stres adalah kondisi ketegangan emosi pada diri seseorang yang berproses baik pada pikiran atau mental maupun fisik. Apabila ini terjadi berlebihan maka akan mengancam kemauannya dalam menghadapi lingkungannya“.
Adapun menurut Robbins dalam bukunya perilaku organisasi (2003:793) stress adalah suatu kondisi dinamik dimana seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting.
 Stres berasal dari bahasa latin “stringere“ yang digunakan pada abad XVII untuk menggambarkan kesukaran, penderitaan dan kemalangan. Stres yang terlalu berat dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai akibatnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu kinerja mereka. Stres Kerja menurut Landy seperti dikutip Rivai dan Mulyadi (2011:308) ”Stres kerja adalah ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi penting bagi dirinya”.
Kemudian menurut Anoraga  (2009:108) ”Stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam. Seorang ahli menyebut tanggapan tersebut dengan istilah “fight or fight”. Jadi sebenarnya stress adalah sesuatu yang amat alamiah”.
Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah karena adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan sehingga dapat mengakibatkan beberapa dampak positif maupun dampak negatif. Yang lebih sederhana bahwa stress kerja merupakan tekanan yang tidak biasa terjadi pada diri setiap individu karena adanya tuntutan pekerjaan yang membuat individu tersebut merasa terbebani.
b.      Jenis Stres
Quick dan Quick dalam Rivai dan Mulyadi (2011:308) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
1.      Eustress, yaitu: hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang di asosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
2.      Distress, yaitu: hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan desduktrif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat kehadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan dan kematian.
c.       Penyebab atau Sumber Stres kerja
Pekerjaan bertujuan memenuhi kebutuhan ekonomi kita dan menunjukan posisi kita dalam masyarakat. Kerja tidak selamanya membuat kita puas, bahkan sebagian besar pekerjaanlah yang membuat kita stress. Pekerjaan yang tidak memberikan kepuasan akan meracuni gairah hidup yang akan menimbulkan berbagai kekacauan dikehidupan kita. Kurangnya penghargaan, tempat kerja yang penuh gossip, lingkungan fisik yang tidak sehat, pekerjaan tanpa masa depan, dan atasan kurang menghargai, semua memberikan sumbangan bagi kekacauan dan stress di tempat kerja (Gibson, 2004:107).
Menurut Dwiyanti dalam Rivai & Mulyadi (2011:310) Terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stress kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa atau pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan mengembangkan diri. Betapa pun faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi ditempatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stress. Secara umum penyebab stress dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.      Penyebab Stres dari Aspek Perilaku yaitu:
a.       Tidak adanya dukungan sosial. Artinya, stres akan cenderung muncul pada para karyawan yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka. Dukungan sosial di sini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Banyak kasus menunjukkan bahwa, para karyawan yang mengalami stres kerja adalah mereka yang tidak mendapat dukungan dari keluarga. Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya akan cenderung lebih mudah terkena stress karena ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan tugasnya.
b.      Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di kantor. Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya. Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya.
c.       Pelecehan seksual. Yakni, kontak atau komunikasi yang berhubungan atau dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa dimulai dari yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang sensitif, mengajak kencan dan semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya. Dari banyak kasus pelecehan seksual yang sering menyebabkan stres kerja adalah perlakuan kasar atau pengamayaan fisik dari lawan jenis dan janji promosi jabatan namun tak kunjung terwujud hanya karena wanita.
2.      Penyebab Stres dari Aspek Psikis
a.       Kondisi lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, tcrlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Di samping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibanding yang lain.
b.      Manajemen yang tidak sehat. Banyak orang yang stres dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain, perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa. Sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhirnya akan menimbulkan stress.
c.       Tipe kepribadian. Seseorang dengan kepribadian tipe A cenderung mengalami stres dibanding kepribadian tipe B. Beberapa ciri kepribadian tipe A ini adalah sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran, konsentrasi pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak puas terhadap hidup, cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non kompetitif. Dengan begitu, bagi pihak perusahaan akan selalu mengalami dilema ketika mengambil pegawai dengan kepribadian tipe A. Sebab, di satu sisi akan memperoleh hasil yang bagus dan pekerjaan mereka, namun di sisi lain perusahaan akan mendapatkan pegawai yang mendapat resiko serangan jantung.
3.     Penyebab Stres dari Aspek Kecemasan yaitu:
a.       Peristiwa atau pengalaman pribadi. Stres kerja sering disebabkan pengalaman pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi masalah (pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stress paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal.
b.      Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, perasaan tidak aman, juga termasuk kategori ini.
4.     Penyebab Stres dari Aspek Ketegangan yaitu:
a.       Adanya tugas yang terlalu banyak. Banyaknya tugas tidak selalu menjadi penyebab stres, akan menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak. Sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi karyawan.
b.      Supervisor yang kurang pandai. Seorang karyawan dalam menjalankan tugas sehari-harinya biasanya di bawah bimbingan sekaligus mempertanggung jawabkan kepada supervisor. Jika seorang supervisor pandai dan menguasai tugas bawahan, ia akan membimbing dan memberi pengarahan secara baik dan benar.
c.       Terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan. Karyawan  biasanya mempunyai kemampuan normal menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya. Kemampuan berkaitan dengan keahlian, pengalaman, dan waktu yang dimiliki. Dalam kondisi tertentu, pihak atasan seringkali memberikan tugas dengan waktu yang terbatas. Akibatnya, karyawan dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas sesuai tepat waktu yang ditetapkan atasan.
d.      Kurang mendapat tanggungjawab yang memadai. Faktor ini berkaitan dengan hak dan kewajiban karyawan. Atasan sering memberikan tugas kepada bawahannya tanpa diikuti kewenangan yang memadai. Sehingga, jika harus mengambil keputusan harus berkonsultasi, kadang menyerahkan sepenuhnya pada atasan.
e.       Ambiguitas peran. Agar menghasilkan performance yang baik, karyawan perlu mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang diharapkan untuk dikerjakan dan tanggungjawab dari pekerjaan mereka. Saat tidak ada kepastian tentang definisi kerja dan apa yang diharapkan dari pekerjaannya akan timbul ambiguitas peran.
f.       Perbedaan nilai dengan perusahaan. Situasi ini biasanya terjadi pada para karyawan atau manajer yang mempunyai prinsip yang berkaitan dengan profesi yang digeluti maupun prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi (altruisme).
g.      Frustrasi. Dalam lingkungan kerja, perasaan frustrasi memang bisa disebabkan banyak faktor. Faktor yang diduga berkaitan dengan frustrasi kerja adalah terhambatnya promosi, ketidakjelasan tugas dan wewenang serta penilaian dan evaluasi staf, ketidakpuasan gaji yang diterima, ketidak sesuaian penempatan atau jabatan dan banyak faktor-faktor lagi yang membuat karyawan frustasi
h.      Perubahan tipe pekerjaan, khususnya jika hal tersebut tidak umum. Situasi ini bisa timbul akibat mutasi yang tidak sesuai dengan keahlian dan jenjang karir yang di lalui atau mutasi pada perusahaan lain, meskipun dalam satu grup namun lokasinya dan status jabatan serta status perusahaannya berada di bawah perusahaan pertama.
i.        Konflik peran. Terdapat dua tipe umum konflik peran yaitu:
(a) konflik peran intersender, dimana pegawai berhadapan dengan harapan organisasi terhadapnya yang tidak konsisten dan tidak sesuai.
(b) konflik peran intrasender, konflik peran ini kebanyakan terjadi pada karyawan atau manajer yang menduduki jabatan di dua struktur. Akibatnya, jika masing-masing struktur memprioritaskan pekerjaan yang tidak sama, akan berdampak pada karyawan atau manajer yang berada pada posisi dibawahnya, terutama jika mereka harus memilih salah satu alternative.
Luthans dikutip oleh Rivai dan Mulyadi (2011:313) menyebutkan bahwa penyebab stres (stresor) terdiri atas empat hal utama, yakni:
1.      Extra organizational stresors, yakni terdiri dari perubahan sosial teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat tinggal.
2.      Organizational stresors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.
3.      Group stresors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal, dan intergroup.
4.      Individual stresors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian tipe A, kontrol personal, learned helplessness, self-efficacy, dan daya tahan psikologis.
Mulyasa (2011:275) juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa kondisi yang sering menimbulkan atau membuat stress pada lingkungan pekerjaan, sebagai berikut:
1)      Beban kerja yang terlalu berat,
2)      Tekanan atau desakan waktu,
3)      Perbedaan nilai atau persepsi anggota dan organisasi,
4)      Pemeriksaan atau supervise yang berlebihan,
5)      Umpan balik yang tidak memadai,
6)      Konflik antar pribadi anggota dan kelompok,
7)      Perubahan yang sulit dipahami,
8)      Wewenang tidak sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan,
9)      Peranan yang bertentangan (antagonis), atau mendua (ambiguity),
10)  Frustasi atau kecewa berat,
11)  Punishment dan reward yang tidak memadai.
Copper dan Davidson juga berpendapat yang dikutip oleh Rivai dan Mulyadi (2011:313) membagi penyebab stres dalam pekerjaan menjadi dua, yakni:
1.      Group stresors, adalah penyebab stres yang berasal dari situasi maupun keadaan di dalam perusahaan, misalnya kurangnya kerjasama antara karyawan, konflik antara individu dalam suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan sosial dari sesama karyawan di dalam perusahaan.
2.      Individual stresor, adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri individu, misalnya tipe kepribadian seseorang, control personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta ketidakjelasan peran.
Sedangkan menurut Pahmi (2013:257) stress yang dialami oleh seseorang biasanya dibagi pada 2 (dua) faktor yang menjadi penyebabnya, yaitu Stress karena tekanan dari dalam (internal factor) dan Stress karena tekanan dari luar (external factor).
Namun sering juga stress tersebut dialami oleh kedua faktor tersebut, yaitu disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Kondisi seperti ini biasanya membuat seseorang betul-betul berada dalam keadaan yang sangat tidak nyaman. Contohnya ketika didalam keluarga ia merasa sangat tertekan karena berbagai masalah yang sedang ia hadapi d keluarga, sedangkan di tempat ia kerja, ia juga mendapatkan tekanan, seperti beban kerja, konflik dengan rekan kerja bahkan konflik dengan pimpinan.
STRESSOR
1.      Pekerjaan dan Lingkungan Kerja
a.       Beban kerja
b.      Konflik peran
c.       Wewenang yang tidak seimbang
d.      Ketidak jelasan tugas
e.       Lingkungan kerja yang buruk
f.       Atasan yang tidak menyenangkan
g.      Rekan kerja yang tidak menyenangkan
2.      Lingkungan
a.       Kematian anggota keluarga
b.      Perceraian, broken home
c.       Kenakalan anak-anak
Untuk lebih jelasnya, dari penjelasan tentang penyebab stress di atas  dan sesuai dengan kutipan dalam buku Badeni (2013:65) bahwa dapat dilukiskan seperti gambar dibawah ini:

S
T
R
E
S
 








Sumber : Marihot Tua Efendi Harianja (2006) : Prilaku Organisasi
Gamabar 2.1. Sumber Stres
Factor Lingkungan

·         Ketidak pastian ekonomi
·         Ketidakpastian politik
·         Ketidak pastian teknologi
Sumber Potensial                                                                              Konsekuensi
Perbedaan Individu

·         Persepsi
·         Pengalaman kerja
·         Dukungan sosial
·         Percaya terhadap letak pengawasan
·         permusuhan
Gejala Fisiologis

·         Sakit kepala
·         Tekanan darah tinggi
·         Sakit hati
Faktor Organisasi

·         Faktor tugas
·         Faktor sarana
·         Tuntutan antar personal
·         Struktur organisasi
·         Kepemimpinan organisasi
·         Tahap perkembangan organisasi
Gejala Psikhologis

·         Gelisah
·         Depresi
·         Penurunan Kepuasan Kerja
Pengalaman Stres
Gejala Perilaku

·         Produktivitas
·         Tidak hadir
·         perpindahan
Factor Individu

·         Masalah keluarga
·         Masalah ekonomi
·         kepribadian
 













Sumber: Stephen P. Robbins (2003): Organization Behavior
Gambar 2.2. Sumber Stres
Menurut Rahayu dalam (www.academia.edu) Studi tentang Penyebab stress pada guru telah dilakukan (Louden 1987, Dinham 1993, Punch and Tuetteman 1996, Pithers and Soden 1999, Kyriacou 2001,Sinclair and Ryan 1987, Dinham 1992). Pada studi mereka ini disimpulkan bahwa stress muncul jika:
a.       Hubungan Buruk Siswa dan Guru
1)      Motivasi siswa dan rasa hormat pada guru rendah
2)      Ada perilaku buruk siswa yang sulit diatasi dan selalu terjadi berulang-ulang di kelas
3)      Ada kesalah pahaman atau kurang pengertian antara guru dan murid yang berbeda kemampuan, kelas, etnik, dan latar belakang budaya
b.      Waktu
1)      waktu yang kurang untuk persiapan mengajar
2)      tuntutan yang tidak realistis dari administrasi/atasan
3)      keputusan batas waktu yang tidak realistis
4)      harus mengerjakan beban kerja yang berlebihan dalam waktu yang pendek
c.       Konflik
1)      Ada konflik antara perubahan filosofi pendidikan dengan pandangan guru yang selama ini telah diyakininya bertahun-tahun
2)      Kebijakan Diknas yang menuntut inovasi dan perubahan
3)      Aturan baru yang harus diterapkan dan dilaksanakan tanpa adanya pelatihan
4)      Tuntutan kelengkapan administrasi kelas yang harus dikerjakan
d.      Kondisi Pekerjaan yang Memprihatinkan Seperti:
1)      Fasilitas dan sarana dan sumber belajar yang kurang
2)      Jumlah siswa yang terlalu besar dalam kelas
3)      Lingkungan sekolah yang mengganggu
4)      Letak sekolah yang terisolasi.
e.       Kepemimpinan Sekolah
1)      Birokrasi sekolah yang sangat hierarchical dan ketidakadilan dalam mengambil keputusan
2)      Kepemimpinan yang otoriter
f.       Buruknya Hubungan Teman Sejawat Seperti
1)      Kurang adanya kepercayaan, kerjasama diantara teman sejawat.
2)      Adanya persaingan yang tidak sehat
g.      Perasaan Ketidakmampuan
1)      Guru merasa tidak mampu atau kurang terampil
2)      Guru harus mengajar diluar bidangnya
3)      Tidak adanya reward dari pimpinan akan keberhasilan yang telah dicapai guru
h.      Tekanan Ekstra Lainnya
1)      Sikap masyarakat yang negative terhadap guru dan sekolah Kehidupan guru yang tidak stabil dan tidak berkecukupan.
d.      Gejala atau Dampak Stress Kerja
Menurut Rivai dan Mulyadi (2011:316), Dampak stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun, pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan, konsekuensi tersebut dapat berupa turunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustasi dan sebagainya. Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain diluar pekerjaan, seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya.
Stress dapat berdampak positif atau membantu (fungsional), dapat pula berdampak salah (disfungsional) atau merusak prestasi kerja secara sederhana. Hal tersebut berarti bahwa stress memiliki potensi untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan kerja, bergantung seberapa besar tingkat stress tersebut. Jika tidak ada stress tantanan kerja juga kurang, maka prestasi kerja cendrung biasa-biasa saja, meskipun tidak dapat dikatakan rendah. Dengan adanya stress prestasi kerja cendrung naik, sampai tingkat tertentu membantu seseorang untuk mengerahkan segala sumber daya dalam memenuhi kebutuhan pekerjaan. Mulyasa (2011:277)
Stress yang tidak teratasi menimbulkan gejala badaniah, jiwa dan gejala sosial. Dapat ringan, sedang dan berat. Suatu stress tidak langsung memberi akibat saat itu juga, walaupun banyak di antaranya yang segera meperlihatkan manifestasinya. Dapat juga bermanifestasi beberapa hari, minggu, bulan, atau setahun kemudian. Anoraga (2009:109)
Beerhr dan Newman dalam Rivai dan Mulyadi (2011:317) mengkaji ulang beberapa kasus stress pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stress pada individu, yaitu:
1.      Gejala Psikologis, meliputi:
Kecemasan, ketegangan, bingung, marah, sensitif, memendam perasaan, komunikasi tidak efektif, mengurung diri, depresi, merasa terasing dan mengasingkan diri, kebosanan, ketidakpuasaan kerja, lelah mental, menurunnya fungsi intelektual, kehilangan daya konsentrasi, kehilangan spontanitas dan kreativitas, kehilangan semangat hidup dan menurunnya harga diri dan rasa percaya diri.
2.      Gejala Fisik, meliputi:
Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, meningkatnya sekresi adrenalin dan noradrenalin, gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung), mudah terluka, mudah lelah secara fisik, kematian, gangguan kardiovaskuler, gangguan pernafasan, lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit, kepala pusing, migrain, kanker, ketegangan otot, problem tidur (sulit tidur, bahkan terlalu banyak tidur).
3.      Gejala Perilaku, meliputi:
Menunda atau menghindari pekerjaan atau tugas, penurunan prestasi dan produktivitas, meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk, perilaku sabotase, meningkatnya frekuensi absensi, perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan atau kekurangan), kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan, meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi seperti berjudi, meningkatnya agresifitas dan kriminalitas, penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman serta kecenderungan bunuh diri.
Sedangkan menurut Robbins (2003:800) gejala-gejala stres tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori umum yaitu:
1. Gejala Fisiologis
Gejala fisiologis merupakan gejala awal yang bisa diamati, terutama pada penelitian medis dan ilmu kesehatan. Stress cenderung berakibat pada perubahan metabolisme tubuh, meningkatnya detak jantung dan pernafasan, peningkatan tekanan darah,timbulnya sakit kepala, serta yang lebih berat lagi terjadinya serangan jantung.
2. Gejala Psikologis
Dari segi psikologis, stres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Namun bisa saja muncul keadaan psikologis lainnya, misalnya ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan, suka menunda-nunda. Bukti menunjukkan bahwa ketika orang ditempatkan dalam pekerjaan dengan tuntutan yang banyak dan saling bertentangan atau dimana ada ketidakjelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab pemegang jabatan , maka stres maupun ketidakpuasan akan meningkat.
3. Gejala Perilaku
Gejala stress yang berkaitan dengan perilaku meliputi perubahan dalam tingkat produktivitas, absensi, kemangkiran, dan tingkat keluarnya karyawan, juga perubahan dalam kebiasaan makan, merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah, dan gangguan tidur.
Gejala stres menurut Rivai & Mulyadi (2011:309) ada 7, yaitu;
a.       Kepuasan kerja rendah.
b.      Kinerja yang menurun,
c.       Semangat dan energy menjadi hilang,
d.      Komunikasi tidak lancar,
e.       Pengambilan keputusan jelek,
f.       Kreativitas dan inovasi kurang, dan
g.      Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif
Akibat adanya stres kerja tersebut maka orang akan menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berpikir dan kondisi fisik individu. Sehingga sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan mengalami beberapa gejala yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
Menurut Braham dalam buku Rivai dan Mulyadi (2010:309), gejala stres dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
1.      Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan energi.
2.      Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif, mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental.
3.      Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka mlamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja.
4.      Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain dan senang mencari kesalahan orang lain.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang di mana ia terpaksa memberikan tanggapan melebihi kemampuan penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan eksternal yang akan  menimbulkan gejala-gejala seperti gejala fisiologis, gejala psikologis dan gejala prilaku, sehingga akan mempengaruhi kinerja mereka.
2.      Manajemen Stres
Kehidupan manusia amat kompleks yang menyebabkan stress atau tekanan. Stres merupakan bagian dari kehidupan manusia sejak dahulu kala tanpa disadari hanya berubah wajah seiring dari perubahan masa. Stress dialami oleh semua manusia jika mereka berada dalam keadaan tidak menyenangkan. Secara umum, perkataan stress telah digunakan secara meluas dalam beberapa konteks yang berbeda. Tekanan dan kehidupan saling berkaitan dengan gaya hidup, pribadi, faktor keluarga, perbedaan budaya, perkembangan teknologi yang mendadak. Stress merupakan suatu penyakit yang sering dikaitkan dengan kesehatan mental dan yang kerap menyerang masyarakat saat ini. Dalam konteks guru, stress terjadi karena banyaknya tuntutan atau perubahan yang harus dihadapi oleh guru. Salah satu upaya untuk menghilangkan stress yaitu dengan manajemen stress. Dalam membahas manajemen stress ini perlu terlebih dahulu dimengerti secara umum pengertian atau konsep dasar tentang manajemen dan stress.
Menurut Daft (2010:06) Manajemen adalah pencapaian tujuan-tujuan organisional secara efektif dan efisien melalui perencanaan, pengelolaan, kepemimpinan, dan pengendalian sumber daya-sumber daya organisasional. Sebagai manajer arti manajemen adalah menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain, dalam artiannya seorang manajer tidak dapat menyelesaikannya sendirian. Sehingga tugas manajer adalah menciptakan lingkungan dan kondisi yang melibatkan orang lain dalam mencapai suatu tujuan.
Menurut Davis yang dikutip oleh Badeni (2013:62), menyebutkan bahwa “Stres adalah kondisi ketegangan emosi pada diri seseorang yang berproses baik pada pikiran atau mental maupun fisik. Apabila ini terjadi berlebihan maka akan mengancam kemauannya dalam menghadapi lingkungannya“. Adapun menurut Robbins dalam bukunya perilaku organisasi (2003:793) stress adalah suatu kondisi dinamik dimana seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting.
Sehingga, manajemen stress adalah kemampuan penggunaan sumber daya-sumber daya secara efektif untuk mengatasi gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang muncul karena tanggapan (respon). Tujuan dari manajemen stress itu sendiri adalah untuk memperbaiki kualitas hidup individu itu agar menjadi lebih baik (Khoyunita.blogspot.com, 2013).
Stress dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stress lebih daripada sekedar mengatasi, yakni belajar menanggulangi secara adaptif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stress ditempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stress, justru akan menambah masalah lebih jauh.
Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan penanggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkaitan dengan penyebab stress dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya di tempat kerja, stress dapat timbul pada beberapa tingkat, belajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya keterampilan manajemen hingga sekedar tidak menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margianti dalam Rivai dan Mulyadi, 2011:319).
a.      Strategi Manajemen Stress Kerja
Di lihat dari sudut pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres yang ringan. Karena pada tingkat stres tertentu akan memberikan akibat positif, hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau ringan yang berkepanjangan akan membuat menurunnya kinerja karyawan.
Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan stres ringan bagi karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh karyawan. Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam  mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi (Sunyoto, 2013:63).
                    Pertama, pendekatan individual seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mengurangi level stresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu: pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres yang dihadapi pekerja perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai strategi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan mengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.
Kedua pendekatan organisasional dapat dilihat bahwa beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh manajemen, sehingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengatasi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional dan program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hbungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.
Gitosurdawo dalam buku Mulyasa (2011:279) mengemukakan manajemen stres secara individual dan organisasi yang akan dibahas dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 2.1. Manajemen Stres
Secara individu
Secara organisasi
·         Meningkatkan keimanan
·         Meditasi dan pernapasan
·         Olah raga
·         Relaksasi
·         Dukungan sosial dari teman-teman dan keluarga
·         Menghindari kebiasaan rutin yang membosankan
·         Terapi
·         memperbaiki iklim keluarga
·         memperbaiki lingkungan fisik
·         menyediakan sarana olah raga
·         melakukan analisis dan kejelasan tugas
·         mengubah struktur dan proses organisasi
·         meningkatkan partisipasi dalam pengambilan keputusan
·         restukturisasi tugas
·         menetapkan konsep manajemen berdasarkan sasaran

Sopiah (2008:94) berpendapat bahwa ada lima hal yang harus diperhatikan dalam strategi manajemen stress yang dapat di lihat pada gambar,seperti di bawah ini:
Remove the stressors
Stress management strategies
Receive social support
Control stress consequences
Withdraw from the stressor
Change stress perception
 







Gambar2.3. Strategi Manajemen Stress
1.      Remove the Stressors
Ada banyak cara untuk menghilangkan stress di tempat kerja. Salah satu solusi terbaik adalah dengan memberdayakan para pegawai sehingga mereka memiliki control yang lebih atas pekerjaan dan lingkungan pekerjaan mereka. Stress yang berhubungan dengan tugas dapat diminimumkan lebih efektif melalui seleksi dan penempatan pegawai sehingga persyaratan pekerjaan sesuai dengan kemampuan mereka. Selogan the right man on the right place at the right time cocok diterapkan pada saat seleksi dan penempatan pegawai.
Family friendly and work/life initiatives menghilangkan atau mengurangi stressor yang menyebabkan time based conflict. tiga hal yang paling lazim dalam family friendly and work/life initiatives yaitu sebagai berikut:
a.       Pengguna atau Pemanfaatan yang Fleksibel
Beberapa perusahaan mengajak pegawainya untuk menentukan kapan mulai dan berakhirnya waktu kerja sehingga mereka dapat lebih mudah menyesuaikan antara aktivitas pribadi dan pekerjaan.
b.      Job Sharing
Yakni memisahkan posisi karier antara dua orang sehingga mereka yang mengalami stress time based lebih sedikit di antara pekerjaan dan keluarga.
c.       Telecommuting
Telecommuting adalah bekerja dari rumah, biasanya dilakukan dengan menghubungkan komputer ke kantor sehingga mudah untuk menukar kegiatan pekerjaan dan bukan pekerjaan.
2.      With Drawing from the Stressors
Para pegawai biasanya mengalami stress ketika tinggal dan bekerja dalam kultur yang berbeda. Tidak cukup dengan asumsi-asumsi dan harapan yang umum. Para ekspatriat harus membayar kontan bagaimana cara berfikir, bersikap dan bertindak dipersepsikan atau direspons lingkungannya. Perlu waktu dan keinginan yang kuat agar mampu beradaptasi dengan cepat dengan lingkungan baru.
3.      Canging Stress Perceptions
Tingkat stress yang dialami pegawai dalam situasi yang sama mungkin dapat berbeda antara satu individu dengan yang lain. Hal ini disebabkan adanya perbadaan persepsi. Oleh karena itu stress dapat diminimumkan melalui perubahan persepsi atas situasi yang ada. Kita dapat memperkuat sell-efficacy dan self-esteem kita sehingga dapat menerima pekerjaan sebagai tantangan dan bukan ancaman.
4.      Controlling the Consequences of Stress
Kadang-kadang para pegawai tidak dapat mengendalikan stress yang dialaminya. Mereka seringkali membutuhkan bantuan untuk mengatasi stress dengan perilaku disfungsional seperti mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang. Program gaya hidup sehat akan membantu pegawai belajar bagaimana gaya hidup yang sehat. Mengendalikan stress dengan baik tentu sangat bermanfaat, walau tidak semua orang mampu melakukannya. Kebanyakan orang memerlukan orang lain untuk membantunya agar dapat mengatasinya dengan baik
5.      Received Sosial Support
Dukungan lingkungan sekitar dapat mengurangi stress yang dialami seseorang. Dalam suatu organisasi, ada tiga hal yang bisa dilakukan untuk memberikan dukungan kepada pegawai yang meengalami stress, yaitu: pertama, memperbaiki persepsi mereka bahwa mereka bernilai dan berguna. Kedua, menyediakan informasi untuk membantunya memahami masalah yang sesungguhnya yang memungkinkan untuk menghilangkan stress. Ketiga, dukungan emosional dari yang lain dapat secara langsung membantu mengurangi stress.
b.      Tips untuk Kepala Sekolah dalam Manajemen Stres
Tidak semua kepala sekolah memiliki kemampuan dalam manajemen stress, bahkan tanpa pengalaman yang memadai bisa salah langkah dan justru akan menambah masalah. Menurut Mulyasa (2011:280) ada beberapa tips untuk kepala sekolah dalam penanggulangan stres kerja, yaitu:
1)      Mengelola Waktu
Waktu bagi kepala sekolah itu jarang dipakai untuknya sendiri, ia harus mampu berbagi waktu dengan peserta didik, tokoh masyarakat, dinas pendidikan, organisasi profesi, dan lembaga swadaya masyarakat. Tak jarang tenaga kependidikan minta waktu untuk berkonsultasi dengan kepala sekolah ketika sedang bersiap untuk pulang. Sebagai kepala sekolah yang professional, harus mampu mengelola waktu sedemikian rupa, agar seluruh tugas dapat diselesaikan secara proporsional, tepat wantu, dan tepat sasran, termasuk bagaimana berbagi rasa dengan guru-guru lainnya sehingga kepala sekolah mampu berbaur dengan guru lain.
2)      Mengembangkan Energi
Kepala sekolah harus tampil beda dan lebih energik dari para tenaga kependidikan yang lainnya, Karena kepala sekolah sebagai contoh, jika kepala sekolahnya punya semangat secara tidak langsung itu dapat memotivasi guru lain, selain itu, kepala sekolah juga sering terpilih menjadi pengurus organisasi yang harus mencurahkan energi untuk memenuhi berbagai macam harapan, misalnya memberikan sambutan, mencari pemecahan masalah, merancang penelitian bahkan melakukan ceramah keagamaan dan hal ini dapat mengurangi tingkat stress pada guru.
3)      Memecahkan Masalah
Kepala sekolah harus mampu berperan sebagai penyangga di sekolahnya, harus menyerapdan memahami penderitaan serta masalah yang dialami oleh tenaga kependidikan agar mereka dapat melaksanakan tugas dengan baik. Tidak sedikit guru yang mengalami stress karena masalah pembelajaran, disiplin peserta didik, beban yang terlalu berat, tidak adanya kerja sama dengan guru lain. Tetapi mereka enggan dan banyak yang merasa takut untuk menyampaikannya. Oleh karena itu kepala sekolah harus memberikan kesempatan, dan perlakuan yang sama kepada seluruh tenaga kependidikan, jangan  membedakan mereka karena predikat sebelumnya. Ciptakan suasana yang menyenangkan di antara guru agar mereka memiliki keberanian untuk mengungkapkan setiap masalah dan mencari solusinya.
menurut Higrad, Dkk dalam buku Badeni (2013:71) berpendapat bahwa ada beberapa pedoman untuk menaggulangi stress, yaitu dengan cara mengelola waktu, seleksi dan penempatan, penentuan tujuan, rancangan ulang pekerjaan, keterlibatan guru, komunikasi dan program pengembangan. 
1)      Mengelola Waktu
Seorang kepala sekolah harus mampu menghargai waktu, karena sering terjadi banyak waktu yang terbuang hanya untuk beberapa kegiatan tertentu. Manejer harus bisa membagi waktu untuk diri sendiri maupun waktu untuk bawahanya, terutama kapada tenaga kependidikan lainnya, karena tidak sedikit guru  itu yang mengalami stress kerja dan butuh penanggulangan dari atasan.
2)       Seleksi dak Penempatan
Seleksi dan penempatan sangat mempengaruhi tingkat stress kerja guru, apabila terjadi seleksi dan penempatan yang tidak sesuai yang bukan kemampuan dia, maka akan mengakibatkan beban kerja yang terlalu berat dan akan berakibat guru mengalami stress kerja. Jadi untuk menanggulangi stress kerja seleksi dan penempatan harus sesuai dengan pengalaman dan kemampuannya.
3)      Penentuan Tujuan
Penentuan tujuan yang jelas dan tepat dapat merupakan hal penting dalam mengelola stress. Karena tujuan yang jelas akan memotivasi guru dalam melaksanakan tugasnya dengan lebih baik.
4)      Rancangan Ulang Pekerjaan
Perancangan ulang pekerjaan yang sesuai dengan tingkat kemampuan, minat dan spesialisasi serta keinginan idividu pelaksana merupakan salah satu usaha yang mungkin bisa dilakukan oleh kepala sekolah untuk mengurangi frustasi dan stress guru.
5)      Keterlibatan Guru
Untuk mengurangi stress guru, kepala sekolah harus melibatkan guru-guru lain dalam pengambilan-pengambilan keputusan yang langsung terkait dengan kinerjanya.
6)      Komunikasi
Peningkatan komunikasi dengan dewan guru dapat mengurangi ketidakpastian karena mengurangi ambiguitas peran dan konflik peran. Kepala sekolah dapat juga menggunakan komunikasi yang efektif sebagai cara untuk membentuk persepsi guru.
7)      Program Pengembangan
Program pengembangan adalah usaha terencana dalam rangka memotivasi dan membantu peningkatan kesehata fisik dan mental guru melalui kegiatan-kegiatan tertentu, misalnya kegiatan olah raga bersama, lokakarya, menghindari rokok, dan sebagainya.

3.      Kerja Guru
Guru adalah seseorang yang pekerjaannya mengajar. Maka, dalam hal ini guru yang dimaksudkan adalah guru yang memberi pelajaran atau memberi materi pelajaran pada sekolah-sekolah formal dan memberikan pelajaran atau mengajar materi pelajaran yang diwajibkan kepada semua siswanya berdasarkan kurikulum uang ditetapkan. Guru adalah seorang figur yang mulia dan dimuliakan banyak orang. Kehadiran guru di tengah-tengah kehidupan manusia sangat penting, tanpa ada guru atau seseorang yang dapat ditiru dan diteladani oleh manusia untuk belajar dan berkembang, manusia tidak akan memiliki budaya, norma, dan agama.
Berdasarkan Undang-Undang Guru (pasal 1 ayat 1) dalam buku Supardi (2013:8) dinyatakan bahwa: Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Dulu, guru berperan sebagai penyampai materi ajar, pengalihan pengetahuan, pengalih keterampilan, serta merupakan sumber belajar. Namun kini guru sudah berubah peran menjadi pembimbing, pembina, pengajar, dan pelatih.
Beratnya tanggung jawab bagi guru menyebabkan pekerjaan guru harus memerlukan keahlian khusus. Untuk itu pekerjaan guru tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan. Sekali guru berbuat salah, maka akan berdampak terhadap tercorengnya dunia pendidikan secara global. Meskipun guru sebagai pelaksana tugas otonom, guru juga diberikan keleluasaan untuk mengelola pembelajaran, apa yang harus dikerjakan oleh guru, dan guru harus dapat menentukan pilihannya dengan mempertimbangkan semua aspek yang relevan atau menunjang tujuan yang hendak dicapai. Dalam hal ini guru bertindak sebagai pengambil keputusan. (Faidah.blogspot.com, 2012).
Undang-Undang RI N0. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen bahwa “Guru merupakan pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi peserta didik”. Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari kegiatan dalam belajar sebagai suatu proses yang dinamis dalam segala fase dan proses perkembangan siswa (Supardi, 2013:52). Tugas guru perpusat pada:
1.      Mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun panjang.
2.      Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalaui pengalaman belajar yang memadai.
3.      Membantu perkembangan aspek- aspek pribadi, seperti sikap, nalai- nilai, dan penyesuaian diri.
Sedangkan  menurut Himalaya dalam hafizhimala.blogspot.com (2012)  menjelaskan bahwa tugas guru itu meliputi:
1.      Tugas Pengajaran atau Guru Sebagai Pengajar
Sepanjang sejarah keguruan, tugas guru yang sudah tradisional adalah mengajar. Karenanya sering orang salah menduka, bahwa tugas guru hanyalah semata-mata mengajar. Sebagai pengajar, guru bertugas membina perkembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Guru mengetahui bahwa pada akhir setiap satuan pelajaran kadang-kadang hanya terjadi perubahan dan perkembangan pengetahuan saja. Mungkin pula guru telah bersenang hati bila telah terjadi perubahan dan perkembangan dibidang pengetahuan dan keterampialan, karena dapat diharapkannya efek tidak langsung melalui proses transfer, bagi perkembangan dibidang sikap dan minat murid.
2.      Tugas Bimbingan atau Guru Sebagai Pembimbing dan Pemberi Bimbingan
Guru sebagai pembimbing dan pemberi bimbingan terhadap siswanya merupakan dua macam peranan yang mengandung banyak perbedaan dan persamaan. Keduanya sering dilakukan oleh guru yang ingin mendidik dan yang ingin bersikap mengasihi dan mencintai setiap muridnya.
3.      Tugas Administrasi
Guru bertugas pula sebagai tenaga administrasi, bukan berarti sebagai pegawai kantor, melainkan sebagai pengelola kelas atau pengelola (manager) interaksi belajar mengajar. Terdapat dua Aspek dari masalah pengelolaan yang perlu mendapatkan perhatian, diantaranya yaitu:
a.       Membantu perkembangan murid atau peserta didik sebagai individu dan kelompok
b.      Memelihara kondisi kerja dan kondisi belajar yang sebaik-baiknya didalam maupun di luar kelas.
Guru akan menunaikan tugasnya dengan baik atau dapat bertindak sebagai tenaga pengajar yang efektif, jika padanya terdapat berbagai kompetensi keguruan, dan melaksanakan fungsinya sebagai guru. Pada dasarnya guru harus memiliki tiga kompetensi yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi  penguasaan atas bahan pengajaran dan Kompetensi dalam Cara-cara Mengajar.
1.       Kompetensi Kepribadian
Setiap guru memiliki kepribadiannya sendiri-sendiri yang unik. Tidak ada guru yang sama, walaupun mereka sama-sama memiliki pribadi keguruan. Jadi pribadi keguruanpun unik pula, dan perlu diperkembangkan secara terus menerus agar guru itu terampil dalam:
a.       Mengenal dan mengakui harkat dan potensi dari setiap individu atau murid yang diajarkannya.
b.      Membina suatu suasana sosial yang meliputi interaksi belajar mengajar sehingga amat bersifat menunjang secara moral atau batiniah terhadap murid bagi terciptanya kesepahaman dan kesamaan arah dalam fikiran serta perbuatan murid dan guru
c.       Membina suatu perasaan saling menghormati, saling bertanggung jawab dan saling mempercayai antara murid dan guru.
2.       Kompetensi  Penguasaan atas Bahan Pengajaran
Penguasaan yang meliputi bahan bidang studi sesuai dengan kurikulum dan bahan pendalaman aplikasi bidang studi. Kesemuanya itu amat perlu dibina karena selalu dibutuhkannya dalam:
a.       menguraikan ilmu pengetahuan atau kecakapan dan apa-apa yang harus diajarkannya kedalam bentuk komponen–komponen dan informasi-informasi yang sebenarnya.
b.      Menyusun komponen atau informasi itu sedemikian rupa baiknya sehingga akan memudahkan murid untuk mempelajari pelajaran yang diterimanya.
3.       Kompetensi dalam Cara-cara Mengajar
Kompetensi dalam cara-cara mengajar atau keterampilan mengajar sesuatu bahan pengajaran sangat diperlukan guru khususnya keterampilan dalam:
a.       Merencanakan atau menyusun setiap program suatu pelajaran, demikian pula merencanakan dan menyusun keseluruhan kegiatan untuk satu kesatuan waktu.
b.      Mempergunakan dan mengembangkan media pendidikan bagi murid dalam proses belajar yang diperlukan.
c.       Mempergunakan dan mengembangkan semua metode-metode pengajaran sehingga terjadilah kombinasi–kombinasi dan variasinya yang efektif.
Ketiga aspek kompetensi tersebut diatas harus berkembang secara selaras dan tumbuh terbina dalam kepribadian guru. Dengan demikian itu dapat diharapkan dari padanya untuk mengerahkan segala kemampuan dan keterampilan dalam mengajar secara professional dan efektif.

B.     Hasil Penelitian Yang Relevan
Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang berhubungan dengan stress kerja guru antara lain sebagai berikut:
1.      Rahmat Kurnia (2011), meneliti tentang hubungan antara stress kerja dan motivasi berprestasi dengan kinerja guru SMA Negeri di Kabupaten Bengkulu Selatan, dalam penelitiannya terdapat hasil yang pertama, bahwa terdapat hubungan yang cukup signifikan antara stress kerja dengan kinerja guru SMA Negeri Bengkulu Selatan, kedua terdapat hubungan yang sangat signifikan antara motivasi berprestasi dengan kinerja guru SMA Negeri di Bengkulu Selatan, dan yang ketiga, secara bersama-sama tidak terdapat hubungan antara motivasi berprestasi sangat signifikan dengan kinerja guru, dan tidak terdapat hubungan antara stress kerja dengan motivasi berprestasi
2.      Akif Khilmiyah (2012) meneliti tentang stres kerja guru perempuan di kecamatan kasihan bantul Yogyakarta. Hasil dari penelitiannya Pertama, perempuan menjadi guru karena; aktualisasi diri, bersosialisasi, pendapatan dan kebahagiaan. Kedua, bentuk-bentuk stres; fisik dan psikis. Ketiga, peyebab stres; (1). Tugas rumah dan kantor bersamaan, (2). disiplin ketat, (3). tuntutan karir, (4). menjemput anak, (5). punya bayi, (6). atasan otoriter, (7). suasana kantor tidak nyaman, (8). kenaikan pangkat atau jabatan. Keempat, Faktor ketidakadilan gender; (1). beban ganda, (2). direndahkan (3). anggapan guru perempuan irasional, (4). kekerasan psikis atau kekerasan verbal (5). peminggiran atau pemiskinan. Kelima, Solusi; (1). saling menghormati (2). sabar, terbuka, bertanggung jawab, saling peduli, atau menghindar dari kedekatan dengan yang berwatak keras dan menya- kitkan. (3). sakit ringan tetap kerja dan curhat pada teman dekat, tetapi sakit berat minta ijin (5). membuat skala prioritas pekerjaan.
3.      Syamsul Rizal (2013) meneliti tentang Stres Kerja dan Kinerja Guru di SMA Negeri I Lamno. Penelitian ini menemukan bahwa stres kerja yang didasarkan pada gejala fisiologis, gejala psikologis dan gejala perilaku berpengaruh negatif terhadap kinerja guru pada SMA Negeri 1 Lamno. Semakin tinggi intensitas stres kerja seseorang guru semakin rendah kinerja guru tersebut.
4.      Da’ud Nur Solichin (2013) meneliti tentang pengaruh stres kerja dan kompensasi terhadap kepuasan kerja guru di sekolah mutiara hati bandung. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa stres kerja dan kompensasi memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Kontribusi kedua variabel bebas tersebut dalam menjelaskan kepuasan kerja guru mencapai 52,8% yang berarti masuk kategori cukup kuat dan 47,2% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Sedangkan secara parsial variabel stres kerja sebesar 12,8% dan sisanya kompensasi sebesar 40,02% berpengaruh terhadap kepuasan kerja Guru.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, memiliki keterkaitan dan saling menunjang dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu masalah stress kerja,, namun bukan berarti penulis mengulang penelitian yang sudah ada. Hal ini disebabkan karena terdapat perbedaan objek dan tempat penelitian. penelitian ini peneliti hanya fokus kepada manajemen stress kerja guru, sehingga penelitian ini dapat dilakukan dan dipertanggungjawabkan karena masalah yang akan diteliti bukan duplikasi dari penelitian–penelitian yang sebelumnya.
C.     Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian merupakan kerangka acuan bertindak untuk menjawab permasalahan penelitian. Paradigma penelitian ini juga berfungsi sebagai acuan filosofis yang mengarahkan penelitian untuk menyelesaikan penelitian secara operasional. Untuk lebih jelas paradigma penelitian ini dapat di gambarkan melalui gambaran pola manajemen stress kerja guru sebagai berikut:
Manajemen Stres
Stres Kerja Guru
Faktor Penyebab Stress Kerja Guru
Upaya Kepala Sekolah dalam Manajemen Stres Kerja Guru
Hasil dari Manajemen Stres Kerja Guru
 










Gambar 2.4. Paradigma Penelitian

Sesuai dengan paradigma penelitian di atas tentang manajemen stress hal yang pertama dilakukan peneliti yaitu mencari tahu faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu, setelah itu peneliti melihat bagaimana upaya kepala sekolah dalam mengatasi stress kerja guru yaitu melihat bagaimana perencanaannya, pelaksanaannya, pengawasannya dan bagaimana evaluasinya. Serta yang terakhir melihat hasil dari upaya kepala sekolah dalam mengatasi stress kerja guru  di SMP N 4 Kota Bengkulu.



BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Menurut Sugiono (2013:09) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah instrument kunci. Penelitian deskriptif merupakan penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga penelitian ini berkehendak mengadakan akomolasi data dasar belaka.
Menurut Arikunto (2010:234) penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Moleong (2007:06) juga berpendapat bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan, secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Pengertian tersebut memberikan gambaran tentang adanya kekhasan penelitian kulitatif. Dengan berbagai karakteristik khas yang dimiliki, penelitian kualitatif memiliki keunikan sendiri.
Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kulitatif dengan desain studi kasus. penelitian studi kasus merupakan penelitian mengenai sebuah unit terpisah yang tunggal seperti sebuah kelompok. Penelitian studi kasus mencoba menggambarkan subjek penelitian penelitian didalam keseluruhan tingkah laku, yakni tingkah laku itu sendiri beserta hal-hal yang melingkunginya, hubungan antara tingkah laku dengan riwayat timbulnya tingkah laku (Arikunto, 2010:238).
Dalam studi kasus peneliti mencoba untuk mencermati individu atau sebuah unit secara mendalam. Peneliti mencoba menemukan semua variabel penting yang melatarbelakangi timbulnya serta perkembangan variabel tersebut. Tekanan dari penelitiannya adalah. (1) mengapa individu tersebut bereaksi demkian. (2) apa wujud tindakan itu, dan (3) bagaimana ia bertindak bereaksi terhadap lingkungannya. Jadi penelitian studi kasus ini bertujuan untuk meneliti suatu kasus yang terjadi pada tempat dan waktu tertentu dengan mencari materi kontekstual tentang seting kasus tersebut serta mengumpulkan material yang banyak dari sumber-sumber informasi yang banyak untuk mendapatkan gambaran kasus yang detail (Satori, 2013:36).
Metode ini digunakan peneliti yaitu metode deskriptif kualitatif karena berdasarkan judul tesis peneliti yaitu Manajemen Stres Kerja Guru Di SMP Negeri 4 Bengkulu, peneliti tertarik untuk memecahkan kasus atau permasalahan yang terdapat di sekolah tersebut yaitu dengan melihat bagaimana manajemen stress kerja guru, Faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya stress kerja guru, seperti apa perencanaan kepala sekolah untuk memperkecil tingkat stress kerja guru, langkah-langkah pelaksanaan manajemen stres dalam mengatasi stress kerja guru serta bagaimana hasil yang Nampak dari upaya manaajemen stress kerja guru yang di lakukan oleh kepala sekolah SMP N 4 Bengkulu.
B.     Subjek Penelitian
Menurut Arikunto (2010:89) subjek penelitian adalah benda, hal atau orang, tempat data untuk variabel melekat, dan yang dipermasalahkan. Subjek penelitian tidak selalu berupa orang     melainkan dapat berupa benda, berupa kegiatan serta dapat berupa tempat. Jadi yang menjadi subjek penelitian ini adalah kepala sekolah beserta wakil sebagai mananer di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu, dan tenaga pendidik yang ada di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu.

C.    Teknik Pengumpulan Data dan Pengembangan Instrumen Penelitian
1.      Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiono (2013:224) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.
Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, barbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari settingnya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting). Bila dilihat dari sumbernya, maka pengupulan data dapat menggunakan sumber primer, dan sumber skunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara), kuesioner (angket), dan dokumentasi.
TEKNIK PENGUMPULAN
 DATA
WAWANCARA
DOKUMENTASI
OBSERVASI
 






Gambar 3.1. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan apa yang akan peneliti teliti yaitu berkaitan dengan Manajemen Stres Kerja Guru, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan metode observasi, wawancara dan dokumentasi sebagai prosedur pengumpulan data. Dalam pengamatan ini peneliti menggunakan bentuk observasi non partisipatif dimana peneliti datang di tempat kegiatan orang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Selanjutnya wawancara yang digunakan yaitu wawancara terstruktur dan tidak terstruktur, sehingga dimana pihak yang diajak wawancara juga dapat diminta pendapat dan ide-idenya. Kemudian peneliti juga melakukan dokumentasi untuk melengkapi data yang bersumber bukan dari orang.
Berikut ini adalah uraian prosedur pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a.      Observasi
Observasi dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti pengamatan atau peninjauan secara cermat. Dalam buku Satori (2013:104) ada beberapa para ahli memberikan pemahaman observasi sebagai berikut:
Alwasilah C (2003:211) menyatakan bahwa, observasi adalah penelitian atau pengamatan sistematis dan terencana yang diniati untuk perolehan data yang dikontrol validitas dan leliabilitasnya.  Nasution (2003:56) observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Syaodih N (2006:220) mengatakan bahwa observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Margono (2005:158) berpendapat bahwa observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Hadi S (Sugiono.2005:166) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang komplek, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantaranya yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Bungin (2007:115) observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindaran.
Semua pendapat tersebut terdapat satu kesamaan pemahaman bahwa observasi adalah pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik secara langsung maupun secara tidak langsung untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitian. Secara langsung adalah terjun kelapangan terlibat seluruh panca indra. Secara tidak langsung adalah pengamatan yang dibantu melalui media visual atau audio visual. Namun yang terakhir ini dalam penelitian kualitatif berfungsi sebagai alat bantu karena sesungguhnya observasi adalah pengamatan langsung pada natural setting bukan setting yang sudah direkayasa. Dengan demikian pengertian observasi penelitian kualitatif adalah pengamatan langsung terhadap objek, situasi, konteks dan maknanya dalam upaya mengumpulkan data penelitian.
Dalam observasi ini peneliti menggunakan bentuk observasi non partisipatif dimana peneliti mengamati perilaku dari jauh tanpa ada interaksi dengan subjek yang sedang diteliti. Observasi non partisipatif sama dengan pengamatan biasa diamana peneliti tidak diperbolehkan terlibat dalam hubungan-hubungan emosi pelaku yang menjadi sasaran penelitian. Sehingga peneliti hanya mengamati bagaimana manajemen stress kerja guru di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu.
b.      Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Melaksanakan teknik wawancara berarti melakukan interaksi komunikasi atau percakapan antara pewawancara dan terwawancara dengan maksud menghimpun informasi dari wawancara. Wawancara dapat digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan peneliti berkeinginan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan informan lebih mendalam. Sebagai pegangan peneliti dalam penggunaan metode interview adalah bahwa subjek adalah informan yang tahu tentang dirinya sendiri, tentang tindakannya secara ideal yang akan diinformasikan secara benar dan dapat dipercaya. Dengan demikian mengadakan wawancara atau interview pada prinsipnya merupakan usaha untuk menggali keterangan yang lebih dalam dari sebuah kajian dari sumber yang relevan berupa pendapat, kesan, pengalaman, pikiran dan sebagainya.
Beberapa definisi wawancara dikemukakan beberapa ahli dalam buku Satori (2013:129) sebagai berikut:
Berg (2007), membatasi wawancara sebagai suatu percakapan dengan suatu tujuan, khususnya tujuan untuk mengumpulkan informasi. Sudjana (2000) wawancara adalah proses pengumpulan data atau informasi melalui tatap muka antara pihak pennya dengan pihak yang ditanya atau penjawab. Esterberg (2002) wawancara merupakan suatu pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topic tertentu.
Beberapa pengertian dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau Tanya jawab. Wawancara dalam penelitian kualitatif sifatnya mendalam karena ingin mengekplorasi informasi secara holistic dan jenis informan.
Estenberg dalam Sugiyono (2013:233) mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semistrutur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah jenis wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur, dimana dalam wawancara terstruktur peneliti telah menyiapkan instrument penelitian sebagai pedoman yang berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternative jawabannya pun sudah disiapkan. Sedangkan wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersususun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
c.      Dokumentasi
Studi dokumentasi yaitu mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian. Hasil observasi dan wawancara akan lebih kredibel atau dapat dipercaya kalau didukung oleh dokumen yang terkait dengan fokus penelitian Satori (2013:149).
Sugiono (2013:240) berpendapat bahwa dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Sedangkan menurut Satori (2013:148) dengan teknik dokumentasi ini, peneliti dapat memperoleh informasi bukan dari orang sebagai narasumber, tetapi mereka memperoleh informasi dari macam-macam sumber tertulis atau dari dokumen yang ada pada informan dalam bentuk peninggalan budaya, karya seni dan karya piker. Studi dokumen dalam penelitian kulitatif merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara.
2.      Pengembangan Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan dapat digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatantersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Instrumen merupakan alat bantu bagi peneliti didalam menggunakan metode pengumpulan data. Dengan demikian terdapat kaitan antara metode pengumpulan data kadang-kadang dapat memerlukan lebih dari satu jenis instrumen. Sebaliknya satu jenis instrument dapat digunakan untuk berbagai macam metode (Arikunto, 2010:101).
Menurut Kartowagiran dalam (staff.uny.ac.id) ada lima langkah untuk mengembangkan instrumen sebagai alat ukur, yaitu: 1) Menyusun spesifikasi alat ukur termasuk kisi-kisi dan indikator, 2) Menulis pertanyaan, 3) Menelaah pertanyaan, 4) Menganalisis butir instrumen, dan 5) Merakit instrumen.
Berdasarkan langkah-langkah pengembangan instrument di atas peneliti telah menyiapkan kisi-kisi instrument berdasarkan jenis teknik pengumpulan data, sebagai berikut: 1) instrumen observasi, peneliti melakukan observasi langsung ke lokasi tentang hal-hal yang perlu diamati berdasarkan kisi-kisi. 2) instrumen wawancara, peneliti telah menyiapkan pedoman wawancara dalam bentuk susunan pertanyaan berdasarkan kisi-kisi dan 3) instrument dokumentasi, peneliti telah menyiapkan kamera, laporan-laporan, buku, data-data dan alat dokumentasi pendukung lainnya. Kisi-kisi pengembangan instrumen dapat dilihat dan dijabarkan dalam tabel, sebagai berikut:
Tabel 3.1. Kisi-kisi pengembangan instrumen.
No
Rumusan Masalah

Indikator
Sub Indikator
Teknik Pengumpulan Data
Sumber Data
OBS
WCR
DOK
1
Faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya stress kerja guru?

·      Faktor individual







·         Faktor organisasi












·         Faktor Lingkungan
·         Masalah keluarga
·         Ekonomi
·         Kepribadian
·         Tekanan atau ancaman
·         Kesehatan
·         Usia
·         Penyebab fisik

·         Beban kerja
·         Gaya kepemimpinan
·         Status profesi
·         Waktu
·         Sarana prasarana
·         konflik
·         Hubungan dengan atasan
·         Hubungan dengan sesama rekan kerja

·         Dukungan social
·         Teknologi
·         Kenakalan siswa
·         Sikap masyarakat
·         Kondisi lingkungan kerja


















































































Ka. SekolahWaka. Sekolah dan Guru
2
Bagaimana upaya kepala sekolah dalam manajemen stress kerja guru?
·         Perencanaan
·         Pelaksanaan
·         Pengawasan
·         Evaluasi
·         Pendekatan individu
·         Pendekatan organisasi
·         Mengelola waktu
·         Seleksi dan penempatan
·         Rancangan ulang pekerjaan
·         Keterlibatan guru
·         Komunikasi
·         Program pengembangan
·         Reward dan punishment




















Ka. SekolahWaka. Sekolah dan Guru
3
Bagaimana hasil manajemen stress kerja guru?

·         Hasil
pelaksanaan manajemen stress







Ka. SekolahWaka. Sekolah dan Guru

Sumber: Stephen P. Robbbins (2003) dan Ernest R. Higrad Dkk (1991)
D.    Teknik Analisis Data    
Teknik analisis data adalah proses pengumpulan data secara sistematis untuk mempermudah peneliti dalam memperoleh kesimpulan. Analisis data menurut Bogdan dalam Sugiyono, (2013: 244) yaitu proses mencari dan menyusun secara sistematik data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.
Analisis data kualitatif bersifat induktif, yaitu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga dapat disimpulkan apakah hipotesis dapat diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul. Bila hipotesis dapat diterima maka berkembang menjadi teori.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama dilapangan, dan setelah selesai dilapangan. Menurut Nasution yang dikutip Sugiono (2013:244) menyatakan analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun kelapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.
Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Dalam kenyataannya analisis data kualitatif berlangsung selama proses pengumpulan data dari pada setelah selesai pengumpulan data.


1.      Analisis Sebelum di Lapangan
Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder, yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun demikian fokus penelitian ini masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di lapangan.
2.      Analisis Data di Lapangan
Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjudkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu hingga diperoleh data yang dianggap kredibel.
            Menurut Miles dan Huberman (2007:16) analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersama-sama yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Adapun siklus dari keseluruhan proses analisis data oleh Miles dan Huberman dapat dilihat dan digambarkan dalam skema sebagai berikut ini:


Data collection
Data display
Data reduction
Verifiying
SIKLUS PROSES ANALISIS DATA





Gambar3.2. Komponen-Komponen Analisis Data: Model Interaktif (Miles dan    Huberman, 2007)
1.      Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian di lapangan. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadi tahapan reduksi selanjutnya membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, menulis memo. Reduksi data atau proses transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.
2.      Penyajian Data
Langkah selanjutnya sesudah mereduksi data adalah menyajikan data. Teknik penyajian data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti table, grafik, dan sejenisnya. Lebih dari itu, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dengan demikian yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian adalah dengan teks naratif.
3.        Menarik Kesimpulan atau Verifikasi
Langkah ketiga yaitu penarikan kesimpulan sebagai dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi merupakan tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan dengan peninjauan kembali sebagai upaya untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain. Singkatnya, makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenaranya, kekokohannya dan kecocokannya yakni yang merupakan validitasnya.

E.     Pertanggungjawaban Peneliti  
1.      Keabsahan Data
Satori (2013:164) mengatakan bahwa penelitian kualitatif dinyatakan absah apabila memiliki:
a.       Keterpercayaan (kredibilitas) yaitu ukuran kebenaran data yang dikumpulkan, yang menggambarkan kecocokan konsep peneliti dengan hasil penelitian. Dikarenakan penelitian berangkat dari data, maka kredibilitas data diperiksa melalui kelengkapan data yang diperoleh dari berbagai sumber. Sehingga peneliti akan memberikan data yang akurat dan lengkap sebagai kredibilitas penelitian ini. 
b.      Keteralihan (transferabilitas), suatu penelitian yang nilai transferabilitasnya tinggi senantiasa dicari orang lain untuk dirujuk, dicontoh, dipelajari lebih lanjut untuk diterapkan di tempat lain. Sehingga peneliti akan membuat laporan ini yang baik agar terbaca dan memberikan informasi yang lengkap, jelas, sistematis dan dapat dipercaya.
c.       Kebergantungan (dependabilitas) dalam penelitian kualitatif digunakan criteria kebergantungan yaitu bahwa suatu penelitian merupakan refresentasi dari rangkaian kegiatan pencarian data yang dapat ditelusuri jejaknya. Jadi dalam penelitian ini peneliti benar-benar terjun kelapangan untuk mencari data.
d.      Kepastian (confirmabilitas) dalam praktiknya konsep konfirmabilitas dilakukan melalui member check, triangulasi, pengamatan ulang atas rekaman, pengecekan kembali, melihat kejadian yang sama di lokasi atau tempat kejadian sebagai konfimasi. Sehingga keberadaan data dapat ditelusuri secara pasti dan penelitian dikatakan objektif bila hasil penelitian telah disepakati banyak orang.
2.      Orisinalitas Penelitian
Demi menjaga orisinalitas penelitian ini, peneliti menyatakan bahwa proposal ini sepenuhnya karya sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan peneliti tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, peneliti siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada peneliti apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya peneliti ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya peneliti ini.
3.      Kejujuran, Keterpercayaan dan Kebenaran Proses dan Hasil Penelitian
Dalam pencarian kebenaran ilmiah peneliti menjunjung sikap ilmiah: 1) kritis, yaitu pencarian kebenaran yang terbuka untuk diuji; 2) logis, yaitu memiliki landasan berpikir yang masuk akal dan betul, dan 3) empiris, yaitu memiliki bukti nyata dan absah. Sehingga tidak ada usaha peneliti untuk memanipulasi data dan peneliti akan menampilkan data yang sebenar-benarnya.
4.      Kaidah Karya Ilmiah
Kaidah penulisan proposal ini berpedoman pada pedoman penulisan karya ilmiah yang merupakan terbitan dari program pascasarjana administrasi pendidikan universitas Bengkulu tahun 2011. Serta peneliti juga berpedoman dari sumber lain seperti buku Prof. Dr. Arikunto yang berjudul manajemen Penelitian (2010) dan sebagainya. Sehingga penulisan karya ilmiah ini sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah.

5.      Kemandirian Peneliti
Penelitian ini bersifat mandiri, Karena seluruh kegiatan penelitian ini murni kegiatan ilmiah dalam rangka penulisan proposal untuk menuju penulisan tesis sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Administrasi Pendidikan Universitas Bengkulu. Segala biaya yang ditimbulkan dalam kegiatan penelitian ini merupakan beban tanggungan bagi peneliti sehingga penelitian iniakan lebih mandiri dan independen.
6.      Inovasi, Produk dan Sumbangan Penelitian
Produk dari hasil penelitian ini merupakan suatu inovasi dalam dunia pendidikan yaitu masalah manajemen stress kerja guru, diharapkan dapat memberikan kegunaan dan sumbangsi bagi setiap sekolah dalam mengatasi permasalahan yang ada dalam organisasi sekolah tersebut terutama dalam mengatasi masalah stress kerja guru.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A.    Hasil Penelitian
1.      Faktor-faktor yang Menyebabkan Stress Kerja Guru di SMP N 4 Kota Bengkulu
Stres kerja guru merupakan hal yang hampir setiap hari dialami oleh para guru di SMP N 4 Kota Bengkulu. Stres kerja guru menjadi suatu persoalan yang serius bagi pihak sekolah karena dapat menurunkan kinerja guru sehingga berakibat menurunnya produktivitas, serta meningkatnya ketidakhadiran guru. Sebelum melakukan penelitian peneliti melakukan observasi awal dan wawancara terhadap kepala sekolah. Dari hasil observasi belum ditemukan yang begitu jelas gejala yang menunjukan stress kerja guru. Namun hasil dari wawancara tehadap kepala sekolah menunjukan bahwa di SMP N 4 Kota Bengkulu dapat ditemukan adanya stress kerja guru. Kepala sekolah mengatakan bahwa:
Setiap guru pasti mengalami stress kerja, hanya saja seberapa tinggi tinggkatannya, rendah, sedang bahkan tinggi, tapi perlu diingat juga stress itu tidak hanya menyebabkan yang negative saja tetapi ada juga yang positifnya termasuk guru-guru di SMP N 4 Kota Bengkulu.

Berdasarkan hasil wawancara serta observasi ada beberapa faktor penyebab stress kerja guru yang dapat dijumpai di SMP N 4 Kota Bengkulu yaitu: Faktor Individual, Faktor Organisasional dan Faktor Lingkungan.

a.      Faktor Individual
Stress kerja guru akibat dari faktor Individual berupa pengaruh dari masalah keluarga, ekonomi, kepribadian, tekanan, kesehatan, usia, penyebab fisik dan sebagainya.
Table 4.1 Penyebab Stres Faktor Individual
No
Penyebab Stres
Jumlah

Ya
Tidak
1
Mempunyai Masalah keluarga atau pribadi
9
39
2
Merasa ekonomi masih kurang
48
0
3
Memiliki kepribadian yang pendiam, mudah tersinggung, sulit berinteraksi, pemarah, sensitive dan sebagainya
12
36
4
Mempunyai Tekanan/Ancaman dalam diri
3
45
5
Kesehatan yang mulai mempengaruhi kinerja
8
40
6
Usia yang mulai mempengaruhi produktivitas kerja
24
24
7
Merasa minder atau kurang percaya diri
0
48

Table diatas menunjukan faktor individual mempengaruhi tingkat stress kerja guru, hasilnya menunjukan bahwa: pertama, sebagian kecil guru memiliki masalah keluarga, hal ini didapat dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti bahwa mereka merupakan guru perempuan yang memiliki anak masih kecil sehingga memiliki pekerjaan ekstra yaitu mengurus keluarga serta menjalankan profesi sebagai guru, dan mesti menitipkan anaknya kepada orang tua dan sanak family mereka.
Kedua masalah gaji, semua guru, baik guru sertifikasi, non sertifikasi maupun guru honor sependapat bahwa bahwa gaji yang di dapat masih kurang. Seperti yang dikatakan bapak yang akrab di panggil pak Rus bahwa ”sebagai manusia biasa seberapa besar gaji pasti tetap merasa kurang, karena semakin besar pendapatan kita yaa otomatis kebutuhan kita juga besar”. Jadi tidak salah jika sebagian dari mereka memiliki usaha tambahan, seperti jualan online, usaha rumah makan, dan sebagainya.
Ketiga masalah kepribadian, hanya sebagian kecil guru yang memiliki masalah kpribadian ini terbukti dari hasil obsevasi bahwa mereka lebih sering menyendiri, dan saat di minta untuk di wawancara mereka selalu menolak dan menunjuk untuk wawancara guru lain saja, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa mereka memiliki masalah kpribadian yang pendiam dan sulit untuk berinteraksi.
Item yang keempat yaitu: tekanan atau ancaman, hanya beberapa guru saja yang memiliki ancaman atau  rasa takut, mereka adalah guru yang masih muda, mereka merasa takut karena ada seorang warga sekitar sekolah yang sering mengganggu jika bertemu mereka, sehingga sedikit merasa terancam dari gangguan tersebut.
Kelima Masalah kesehatan, hanya sebagian kecil saja yang mengatakan bahwa mereka memiliki masalah kesehatan, dimana usia juga mempengaruhi masalah kesehatan, seperti: mudah capek, mata rabun, pusing dan sebagainya.
Masalah yang keenam yaitu masalah usia, tidak heran jika peneliti menemukan sebagian besar guru memiliki masalah usia yang mempengaruhi kinerja mereka, karena di SMP N 4 Kota Bengkulu rata-rata merupakan guru senior.
Item yang terakhir yaitu kepercayaan diri, dari hasil penelitian peneliti tidak menemukan guru yang memiliki rasa minder atau tidak percaya diri, karena mereka mengatakan bahwa guru merupakan pekerjaan mulia kenapa harus malu atau minder bahkan kita harus bangga menjadi guru.
Hasil penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat penyebab-penyebab stress di SMP N 4 Kota Bengkulu, lebih tepatnya yaitu faktor individu. Penyebab stress dari faktor individu yang paling dominan yang menyebabkan stress kerja guru yaitu masalah ekonomi diamana semua berpendapat bahwa ekonomi yang didapat masih kurang. Tidak hanya guru honor yang mengatakan demikian tetapi guru yang berstatus PNS sertifikasi maupun non sertifikasi juga merasa hal yang serupa.
b.      Faktor Organisasional
Stress kerja guru akibat dari faktor organisasi terjadi dikarenakan, tuntutan tugas yang berlebihan sehingga menjadi beban bagi seorang guru, tekanan untuk menyelesaikan dan membutuhkan kecepatan dalam pengerjaan hal ini menyebabkan guru kesulitan dalam mengatur waktu, kemudian pekerjaan yang bersifat rutin, monoton, serta hubungan kerja antar rekan yang tidak cocok, apalagi bila diwarnai dengan adanya konflik mental maupun fisik di sekolah, serta pengawasan dari atasan yang begitu ketat sehingga dapat menyebabkan stress pada guru. Hal ini dapat dijelaskan dalam tabel dibawah ini:
Table 4.2 Penyebab Stres Faktor Organisasional
No
Penyebab Stres
Jumlah

Ya
Tidak
1
Beban Kerja
30
18
2
Pembagian tugas yang tidak sesuai
2
46
3
Gaya kepemimpinan yang tidak terlalu disukai
8
40
4
Perbedaan status profesi
4
44
5
Keterlambatan pembayaran honor
4
44
6
Sulit mengatur waktu
25
23
7
Terbatasnya sarana dan prasarana pembelajaran
37
11
8
Memiliki konflik di sekolah
0
48
9
Hubungan dengan atasan yang kurang harmonis
0
48
10
Hubungan dengan rekan kerja yang kurang harmonis
0
48
11
Hubungan dengan masyarakat yang kurang harmonis
3
35

Hasil penelitian di atas menunjukan bahwa guru di SMP N 4 Kota Bengkulu dominan mengalami beban kerja, terutama dengan silih bergantinya kurikulum. Saat ini SMP N 4 kota Bengkulu telah menerapkan kurikulum 2013, sehingga membuat para guru bekerja ekstra untuk memahami kurikulum 2013. Kemudian masalah pembagian tugas, peneliti hanya menemukan hanya sedikit para guru yang merasa keberatan dengan tugas yang di berikan, karena pembagian tugas tidak ada unsur paksaan melainkan melalui rapat dan musyawarah terhadap semua pihak sekolah, sperti pembagian tugas wakil kepala sekolah, wali kelas, dan pengurus-pengurus lainnya.
Masalah gaya kepemimpinan, beberapa guru yang merasa gaya kepemimpinan kepala sekolah yang sekarang kurang di sukai. Kepala sekolah kurang sosialisasi sehingga kurang ada kepedulian terhadap bawahan, dan ada juga yang berpendapat bahwa kepala sekolah sekarang kurang konsisten antara perkataan dan tindakan.
Perbedaan status profesi dan keterlambatan pembayaran honor bukan merupakan hal yang serius yang di hadapi SMP N 4 Kota Bengkulu, karena di SMP N 4 Kota Bengkulu hanya memiliki 4 orang guru berstatus GTT atau guru honor. PN berpendapat bahwa:
 Sebagai guru honor rasa cemburu dengan guru yang berstatus PNS pasti ada, namun walaupun sebagai guru honor bukan berarti ada perbedaan dengan guru lain, karena di SMP 4 Kota Bengkulu semua sama, kita semua adalah keluarga”.

Faktor selanjudnya adalah kesulitan dalam mengatur waktu, dimana para guru di SMP N 4 Kota Bengkulu tidak sedikit yangmempunyai masalah dalam mengatur waktu, hal ini terbukti bahwa banyak yang mengatakan sulit mengatur waktu, hal ini di sebabkan karena sudah berkeluarga, usia sudah tidak muda lagi, mata rabun, bahkan masih ada yang kurang mampu mengunakan teknologi, sehingga harus meminta tolong dengan yang lain, dengan demikian akan memperlambat kerja mereka. Begitu juga dengan sarana dan prasarana di SMP N 4 Kota Bengkulu, tidak tanggung-tanggung bahwa sebagian besar para guru berpendapat bahwa sarana prasarana di SMP N 4 Kota Bengkulu masih kurang, seperti media pembelajaran, alat-alat ekstrakulikuler serta tempat atau lapangan olahraga.
Berdasarkan observasi dan wawancara peneliti tidak menemukan konflik di lingkungan SMP N 4 Kota Bengkulu, baik itu konflik sesama rekan kerja, ataupun konflik dengan atasan. Wakil kurikulum mengatakan bahwa:
 Semua itu yang berada di SMP N 4 Kota Bengkulu, baik guru, staf TU, satpam, penjaga sekolah, warga, murid bahkan tamu jika sudah berada di ruang lingkup SMP N 4 Kota Bengkulu semua adalah keluarga, jadi belum pernah kami mendapatkan konflik, yang jelas tidak ada pembeda antara usia, genre, agama, status, suku dan sebagainya, kita semua sama

Sehingga hubungan antara sesama rekan kerja, dengan atasan, serta dengan warga sekitar berjalan dengan baik. Namun ada beberapa yang memiliki masalah dengan warga, hanya saja itu hanya sebuah gangguan dari seorang pemuda yang mengganggu guru yang muda, jadi permasalahan ini tidak terlalu rumit untuk di permasalahkan di SMP N 4 Kota bengkulu.
Penyebab terjadinya stress kerja guru dari faktor organisasional dapat disimpulkan bahwa yang paling dominan sebagai penyebab terjadinya stress kerja guru yaitu masih terbatasnya sarana prasarana pembelajaran , seperti media pembelajaran, alat-alat ekstrakulikuler serta tempat atau lapangan olahraga. Dan peneliti juga tidak menemukan konflik di dalam area SMP N 4 Kota Bengkulu serta hubungan antara sesama rekan kerja, dengan atasan dan dengan warga sekitar memilki hubungan yang sangat baik.
c.       Faktor Lingkungan
 Kondisi lingkungan kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab guru mudah jatuh sakit, mudah stress, sulit berkonsentrasi dan menurunnya produktivitas kerja. Bayangkan saja, jika ruangan kerja tidak nyaman, panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan kerja terlalu padat, lingkungan kerja kurang bersih, berisik, tentu besar pengaruhnya pada kenyamanan kerja guru. Kurangnya penguasaan terhadap teknologi yang digunakan, serta perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat di dalam sekolah.
Table 4.3 Penyebab Stres Faktor Lingkungan
No
Penyebab Stres
Jumlah

Ya
Tidak
1
Kurangnya dukungan social dari keluarga
0
48
2
Kurangnya dukungan social dari organisasi
6
42
3
Ketidakmampuan memanfaatkan teknologi yang ada
19
29
4
Tingkah laku anak peserta didik
48
0
5
Kondisi lingkungan kerja yang kurang nyaman, panas, polusi, bising, gersang dan lain-lain
36
12

Faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi tingkat stress kerja guru, hal ini dapat di lihat dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada satu orangpun yang mengatakan bahwa mereka tidak mendapatkan dukungan dari keluarga, karena keluarga mereka mendukung semua profesi mereka. Namun data menunjukan bahwa hanya sebagian kecil dari para guru yang berpendapat bahwa mereka kurang mendapat dukungan dari kepala sekolah, mereka berpendapat bahwa kepala sekolah kurang komunikasi dan sosialisasi terhadap bawahan. Dari data yang diperoleh menunjukan bahwa setengah dari semua guru di SMP N 4 Kota Bengkulu merupakan guru yang tidak mudah lagi, jadi wajar sebagian besar guru di SMP N 4 Kota Bengkulu memiliki masalah kurangnya pemahaman terhadap teknologi.
Tidak aneh lagi jika semua guru mengatakan permasalahan yang sulit di atasi adalah kenakalan siswa, terbukti bahwa semua guru SMP N 4 Kota Bengkulu mengatakan bahwa setiap kelas, setiap tahun ajaran, setiap angkatan pasti terdapat murid yang nakal, namun menurut DB bahwa:
 Di SMP N 4 Kota Bengkulu tidak terdapat siswa yang nakalnya kelewatan, seperti tawuran, bolos, mencuri dan sebagainya. Melainkan mereka banyak yang hyperaktif yang ingin diperhatikan lebih.

 Masalah lingkungan kerja sangat mempengaruhi tingkat stress kerja guru, sesuai dengan data yang didapat sebagian besar para guru setuju bahwa kondisi lingkungan di SMP N 4 Kota Bengkulu mempengaruhi tingkat stress mereka, sesuai dengan hasil observasi bahwa SMP N 4 Kota Bengkulu berada di pusat kota dengan lingkungan yang sempit sehingga mengakibatkan bising dari kendaraan diluar serta siswa yang sedang melaksanakan kegiatan olahraga, dampaknya yaitu guru merasa kurang nyaman, terganggu serta kurang konsentrasi dalam proses belajar dan mengajar.
Penyebab dari faktor lingkungan ini yang paling dominan yang menyebabkan stress kerja guru adalah tingkah laku siswa. Karena dari semua guru setuju bahwa tingkah laku siswa adalah salah satu masalah yang dihadapi dalam proses belajar dan mengajar. Tidak heran jika terkadang masalah tersebut membuat guru frustasi dan stress menghadapinya.
Peneliti juga memberikan gambaran umum tentang SMP N 4 Kota Bengkulu yang diperoleh dari dokumentasi.  SMP N 4 Kota Bengkulu berlokasikan Jl. Cimanuk KM 6,5 berada di pusat kota  dengan luas lahan hanya 7.345 m2, ini terbilang kecil untuk kawasan sekolah. SMP N 4 Kota Bengkulu dipimpin oleh kepala sekolah yang di bantu dengan 4 wakil kepala sekolah yaitu: (1). Wakil kepala sekolah bidang Humas Kurikulum, (2). Wakil kepala sekolah bidang Humas Kesiswaan (3). Wakil kepala sekolah bidang Humas Sarana dan prasarana dan (4). Wakil kepala sekolah bidang Humas. SMP N 4 Kota Bengkulu memiliki 49 tenaga pendidik, 45 berstatus PNS dan 4 orang berstatus GTT (honorer). Dari 49 tenaga pendidik ada 23 orang  tenaga pendidik yang berusia 50-59 tahun, selanjutnya terdapat 14 orang tenaga pendidik yang berusia sekitar 40-49 tahun, kemudian 7 0rang yang berusia 30-39 tahun dan 4 orang yang berusia 20-29 tahun. Dari seluruh tenaga pendidik d SMP N 4 Kota Bengkulu hanya 5 orang yang berstatus pendidikan S2, sisanya berpendidikan SI dan D3. Data ini  juga merupakan salah satu pedoman bahwa terdapat stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu.
Hasil data yang didapat di atas yaitu masalah faktor-faktor penyebab stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu dapat disimpulkan bahwa setiap pekerjaan pasti ada tantangan dan rintangan serta ada resikonya tersendiri, sehingga terkadang pekerjaan itu sendiri yang membuat kita stress. Karena setiap manusia apapun profesinya pasti pernah mengalami stress. Begitu juga guru di SMP N 4 Kota Bengkulu. Dari hasil data menunjukan bahwa guru SMP N 4 Kota Bengkulu mengalami stress kerja guru dan hal ini harus ditindak lanjuti oleh kepala sekolah dalam manajemen stress kerja guru.

2.      Upaya Kepala Sekolah Mengatasi Stres Kerja Guru di SMP N 4 Kota Bengkulu
Upaya kepala sekolah dalam mengatasi stress kerja guru yang paling utama yang harus dilakukakan adalah: mengenali gejala-gejala stres, memahami faktor-faktor penyebab stres, dan melatih diri melakukan mekanisme penanganannya. Hal inilah yang dilakukan oleh kepala sekolah SMP N 4 Kota Bengkulu dalam menangani stress kerja guru. Sebelum melakukan tindakan  manajemen stres  diperlukan untuk mengenali faktor-faktor apa saja yang menyebabkan stress, bagaimana gejalanya, serta memahami tingkatan stress yang guru hadapi, jadi sebagai kepala sekolah harus mampu melakukan mekanisme penanganannya seperti bagaimana perencanaannya, bagaimana pelaksanaannya, monitoringnya serta bagaimana evaluasinya. Upaya ini diharapkan supaya manajemen stress kerja guru pelaksanaannya berjalan sesuai dengan apa yang di harapakan.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam manajemen stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu telah dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Perencanaan yang dilakukan oleh pihak sekolah SMP N 4 Kota Bengkulu yaitu:
a) Pertama mengenali penyebab stress kerja guru itu sendiri,
b) Kedua memahami tingkatan stress kerja guru,
c) Ketiga memahami stress kerja guru, karena stress tidak hanya bersifat negative tetapi ada juga stress yang bersifat positif. dan
d) Bagaimana penanganannya.
Pertama, mengenali penyebab stress kerja guru. Dengan mengenali penyebab stress kerja guru maka kepala sekolah akan mengetahui langkah apa yang harus dilakukan. Stress kerja bukan hal yang gampang untuk di tanggulangi, melainkan butuh pemahaman dan pendekatan terhadap semua guru yang ada di sekolah, tugas ini lah yang harus dimiliki seorang kepala sekolah untuk memahami penyebab stress kerja guru, tanpa mengetahui lebih dalam masalah penyebab stress kerja guru maka kepala sekolah akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan manajemen stress kerja guru.
Kedua, memahami tingkatan stress kerja guru. Stress kerja guru yang tingkatannya lebih tinggi harus mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tingkat stress kerja guru yang rendah, karena jika stress guru sudah mencapai tingkat yang kronis, guru tersebut akan membuat banyak kesalahan dalam mengajar serta hilangnya perasaan kemanusiaan guru seperti rasa kasih sayang, humor, tolong menolong, empati, simpati, ramah tamah sehingga cepat marah terhadap siswanya, secara otomatis akan mempengaruhi kinerja guru tersebut.
Ketiga, memahami jenis stress yang dihadapi guru. Tidak mudah untuk mengetahui jenis stress apakah itu bersifat negative atau bersifat positif.  Namun ini juga menjadi tantangan kepala sekolah bagaimana cara membedakan mana yang stress negataif dan mana yang stress positif. Tiga hal ini lah yang perlu di rencanakan kepala sekolah sebelum melakukan manajemen stress kerja guru karena beda penyebab stres, beda jenis, beda tingkatan stress maka beda pula cara penanggulangannya.
Mengelola stress kerja guru adalah tantangan yang harus deselesaikan oleh manajemen sekolah terutama kepala sekolah untuk dapat mengurangi tingkat stress kerja guru. Sehingga kepala sekolah harus menentukan upaya-upaya apa saja yang perlu dilakukan untuk mengatasi stress kerja guru termasuk perencanaannya, pelaksanaannya serta evaluasinya.
Dalam mengimplementasikan manajemen stress kerja guru, kepala sekolah menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
a.      Pendekatan Individu
Pendekatan individu merupakan strategi penanganan stress kerja guru yang pertama dilakukan seorang kepala sekolah. Pendekatan individu dilakukan secara personal atau pribadi. Kepala sekolah tidak membatasi waktu untuk bertemu dengan semua dewan guru, sehingga guru bisa berkomunikasi dengan kepala sekolah kapanpun dan dimanapun. Kepala sekolah menerapkan pndekatan individu ini dengan keyakinan bahwa dengan pendekatan individu kepala sekolah bisa membaca permasalahan yang dihadapi gurunya termasuk termasuk tingkat stress kerja guru. Sehingga kepala sekolah mampu mencari solusi dan mengatasi tingkat stress guru sebelum masalah tersebut semakin buruk. Kepala sekolah juga memberikan waktu yang seluas-luasnya kepada guru yang sering mendapat masalah, seperti sering terlambat, kurang semangat, dan kurang termotivasi saat berada di sekolah. Sehingga kepala sekolah mampu memberikan dukungan moral dan social terhadap guru tersebut.
b.      Pendekatan Organisasional
Selain pendekatan individu pendekatan organisasi juga sangat perlu dilakukan dalam meminimalisir tingkat stress kerja guru. pendekatan organisasional merupakan pendekatan yang secara organisasional. Kepala sekolah dengan melibatkan seluruh elemen yang ada di lingkungan sekolah benda mati ataupun benda hidup, benda bergerak maupun benda tidak bergerak, seperti melakukan pengawasan, perbaikan iklim kerja, perbaikan iklim lingkungan kerja serta perbaikan hubungan kerja dengan sesama guru, staf, siswa, wali murid dan warga sekitar. Namun di SMP N 4 Kota Bengkulu tidak hanya melakukan pendekatan organisasional di lingkungan sekolah saja, melainkan juga antar sekolah tingkat kota, provinsi maupun nasional dengan melalui pelatihan, sharing, studi banding dan sebagainya.
c.       Mengelola Waktu
Dalam mengelola waktu kepala sekolah tidak hanya mengelola waktu diri sendiri saja melainkan juga mengelola waktu bawahannya. Melalu pendekatan individu kepala sekolah mampu mengelola waktu berdasarkan kebutuhan dan keadaan di sekolah SMP N 4 Kota Bengkulu. Serta kepala sekolah menaruh perhatian pada lingkungan, peka terhadap kondisi bawahannya, dan menikmati suasana yang ada. Salah satunya yaitu kepala sekolah memberi waktu senggang terhadap guru perempuan yang mempunyai kesibukan pribadi seperti harus mengurus anak terlebih dahulu sebelum ke sekolah, sehingga kepala sekolah menempatkan mereka untuk memberi jam mengajar siang hari, jadi jika mereka terlambat datang kesekolah tidak mengganggu jam mengajar mereka. Sehingga hal ini tidak akan menjadi beban bagi mereka yang bisa mengakibatkan stress.
d.      Seleksi dan Penempatan
SMP N 4 Kota Bengkulu seleksi dan penempatannya sesuai dengan bidang keahliannya, tidak ada guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidangnya. Sehingga sesuai dengan kemampuan dan pengalamannya. Begitu juga saat kepala sekolah memberi tugas tambahan atau jabatan, seperti penunjukan wakil kepala sekolah, wali kelas, dan pengurus-pengurus, kepala sekolah melakukan rapat untuk melibatkan semua dewan guru, sehingga tidak ada unsur paksaan dengan acuan sesuai berdasarkan keahlian dan pengalaman yang mereka miliki.
e.       Rancangan Ulang Pekerjaan
Setiap pergantian semester dan tahun ajaran baru SMP N 4 Kota Bengkulu selalu melakukan rancangan ulang pekerjaan. Hal ini dilakukan untuk menghindari beban kerja yang dihadapi guru, serta menghindari kebosanan terhadap pekerjaan yang mereka jalankan. Selain itu rancangan ulang pekerjaan dapat  memberikan kesempatan kepada guru lain untuk memberikan kemampuannya berdasarkan keinginan dan pengalamannya.
f.       Keterlibatan Guru
Untuk mengurangi stress guru, kepala sekolah SMP N 4 Kota Bengkulu melibatkan guru-guru lain dalam pengambilan-pengambilan keputusan yang langsung terkait dengan kinerjanya. Sehingga kepala sekolah tidak memutuskan sendiri setiap pengambilan keputusan, bahkan pihak sekolah juga melibatkan warga dan wali murid. Seperti kegiatan ramadhan pihak sekolah mengundang para wali murid dan warga untuk membahas kegiatan bulan rahmadan, seperti pembagian zakat dan sebagainya. Dengan melibatkan semua elemen maka akan mengurangi rasa curiga dan rasa keberatan kepada dewan guru, yang jelas setiap keputusan-keputusan kepala sekolah selalu melibatkan semua guru dalam bentuk rapat terbuka ataupun rapat tertutup.
g.      Komunikasi
Komunikasi bagi pimpinan merupakan aspek pekerjaan yang penting sebagai bagian dari fungsi organisasi. Sudah bukan rahasia lagi bahwa menjadi pemimpin yang baik juga merupakan komunikator yang andal pula. Dan pemimpin yang baik telah mempelajari komunikasi efektif ini baik saat berbicara maupun menulis. Sehingga kepala sekolah SMP N 4 Bengkulu menerapkan komunikasi efektif, hal ini sesuai dengan pendapat beliau bahwa:
 Dengan komunikasi efektif maka mampu saling memahami kelebihan dan kekurangan individu, mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan, mampu saling menerima, menolong, dan mendukung, mampu mengatasi konflik yang terjadi dalam komunikasi serta saling menghargai dan menghormati.

Sehingga dengan membangun komunikasi yang efektif kepala sekolah bisa memahami  permasalahan yang guru hadapi dan dapat membantu dalam pemecahalan masalah tersebut secara maksimal.
h.      Program Pengembangan
Dalam meminimalisir tingkat stress kerja guru program pengembangan yang dilakukan kepala sekolah cukup beragam. Yang pertama yaitu siraman rohani, dimana kegiatan ini dilakukan setiap hari jum’at dengan melibatkan semua guru, siswa dan staf TU. Kegiatan ini berupa zikir bersama, mendengarkan ceramah dan sebagainya. Bahkan terkadang kepala sekolah itu sendiri sebagai penceramah, dan terkadang dari siswa mereka. Begitu juga dengan agama lain, mereka juga melakukan hal yang sama namun berbeda tempat. Kemudian setiap hari sabtu SMP N 4 Kota Bengkulu melakukan olahraga bersama, yaitu melibatkan guru serta siswa, karena lokasi sekolah sempit maka siswa dibagi 2. Sebagian jalan santai dan sebagian senam. Begitu juga dengan gurunya ada yang ikut senam ada juga yang ikut jalan santai.
i.        Reward dan Punishment
SMP N 4 Kota Bengkulu juga menerapkan reward dan funishment, karena reward dan punishment merupakan hal yang penting untuk membentuk pribadi dari warga sekolah tersebut. Jika punishment menghasilkan efek jera, maka reward akan menghasilkan efek sebaliknya yaitu ketauladanan. Pada dasarnya keduanya sama-sama dibutuhkan dalam memotivasi seseorang, termasuk dalam memotivasi para guru dalam meningkatkan kinerjanya.
Melalui pengawasan kepala sekolah selalu mengevaluasi manajemen stress. Pepatah mengatakan “mempertahankan jauh lebih sulit dari meraih” pepatah ini sangat berlaku di SMP N 4 Kota Bengkulu karena apapun yang tercapai tidak ada kata untuk mempertahankan melainkan akan memperjuangkan lagi untuk lebih baik, ibarat kata diatas langit masih ada langit jadi SMP N 4 Kota Bengkulu tidak ada kata puas dalam apa yang pernah diraih. SMP N 4 Kota Bengkulu selalu melakukan yang lebih baik lagi. Begitu juga dengan manajemen stress kerja guru ini, apa yang telah dilakukan tidak cukup sampai disini melainkan pihak sekolah terus berbenah diri dan terus meningkaatkan program-program tersebut melalui evaluasi. Kepala sekolah mengatakan bahwa:
 Evaluasi tetap kita lakukan apapun hasilnya berhasil atau tidak evaluasi tetap ada, istilahnya ada yang gagal kita ganti, ada yang kurang berhasil kita perbaiki, dan ada yang berhasil kita buat lebih berhasil lagi.

Evaluasi dilakukan sebagai bentuk pengawasan apakah yang dilakukan sudah berhasil atau belum. Sehingga evaluasi stress kerja guru perlu terencana agar tidak salah  langkah. Dalam evaluasi yang dilakukan oleh kepala sekolah SMP N 4 Kota Bengkulu tidak begitu terlalu jelas namun berdasarkan penjelasan dari kepala sekolah diatas dapat peneliti simpulkan bahwa evaluasi adalah bagian dari manajemen sehingga evaluasi perlu dilakukan. Dalam evaluasi yang dilakukan kepala sekolah yaitu terus mengawasi dan memperbaiki progam-program yang di anggap gagal serta meningkatkan terus program-program yang sudah dianggap berhasil.
3.      Hasil Pelaksanaan Manajemen Stress di SMP N 4 Kota Bengkulu
Tidak semua kepala sekolah memiliki kemampuan dalam manajemen stress, bahkan tanpa pengalaman yang memadai bisa salah langkah justru akan memperburuk keadaan. Kemampuan dalam manajemen stress sangat perlu, walaupun kelihatan sepeleh tetapi akibat dari stress dampaknya sangat buruk, seperti tidak ada motivasi, ketidak ahdiran meningkat, dan yang paling jelas yaitu kurangnya produktifitas kerja guru, sehingga prestasi kerja guru tidak ada.
Namun di SMP N 4 Kota Bengkulu peneliti menemukan bahwa kepala sekolah mempunyai kemampuan dalam  melaksanakan manajemen stress. Hal ini terlihat jelas bahwa dengan dilakukannya manajemen stress di SMP N 4 Kota Bengkulu menunjukan adanya perubahan, seperti dapat dilihat dari reaksi para guru, yang pertama yang paling terlihat jelas yaitu menurunnya persentase ketidak hadiran guru, sehingga ini mengindikasikan bahwa guru betah untuk berada di sekolah, dan hilangnya rasa bosan guru disekolah. Kemudian juga ada perubahan yang lainnya seperti: meningkatnya motivasi guru, kinerja meningkat, berkomunikasi lebih lancar, dengan atasan lebih akrab, lebih berkeluarga, kepercayaan diri seorang guru juga meningkat, kemauan untuk sukses tinggi, prestasi kerja meningkat, serta kinerjanya memuaskan. Hal ini terbukti dengan prestasi-prestasi yang di dapat oleh sekolah beberapa tahun terakhir. Bahkan pihak sekolah sangat kebingungan untuk menempatkan kemana lagi piala-piala penghargaan yang telah didapat selama ini.
 Berdasarkan data yang peneliti peroleh bahwa sebenarnya gaya kepemimpinan sangat mempengaruhi tingkat stress kerja guru. Karena beda kepala beda pula caranya. Kepemimpinan saat ini sedikit mampu merubah keadaan di sekolah. Terbukti bahwa kepala sekolah memberikan kepercayaan penuh terhadap bawahannya. Wakil kepala sekolah bagian sarana prasarana mengatakan:
Kepala sekolah tidak ikut campur masalah sarana prasarana melainkan percaya penuh kepada saya, sehingga saya sangat merasa dihargai dalam jabatan ini. Gaya kepemimpinannya pun berbeda dengan yang sebelumya, diamana kepala sekolahnya perempuan. Sehingga wakil beserta guru lain sedikit segan jika mau mengakrabkan diri dan merasa lebih malu jika dimarah dengan perempuan.

Sebagai pemimpin atau kepala sekolah dalam mengatasi stress kerja guru tentunya tidak semudah yang dia bayangkan, Karena kepala sekolah harus benar-benar memiliki kemampuan dalam mengelola stress kerja guru. Namun dengan apa yang telah dilakukan pihak sekolah terutama kepala sekolah seperti melakukan: pendekatan individu, pendekatan organisasi, mengelola waktu, seleksi dan penempatan, rancangan ulang pekerjaan, keterlibatan guru, komunikasi, program pengembangan, dan reward dan punishment pihak sekolah merasa telah mampu mengurangi tingkat stress kerja guru, walaupun dampaknya tidak terlalu drastis namun sudah menunjukan bahwa guru mampu lebih semangat, termotivasi dan percaya diri sehingga kinerjanya meningkat dan memuaskan. Begitu juga dengan kemampuan kepala sekolah dalam manajemne stress, hal ini sangat mempengaruhi dalam penanganan stress kerja guru.
B.     Pembahasan Penelitian
1.      Faktor-faktor yang Menyebabkan Stress Kerja Guru di SMP N 4 Kota Bengkulu
Masalah stres adalah masalah yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan di SMP N 4 Kota Bengkulu, dan posisinya sangat penting dalam kaitannya dengan produktifitas kerja guru. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersumber dari luar organisasi, stres juga banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam organisasi. Oleh karenanya perlu disadari dan dipahami keberadaannya. Pemahaman akan sumber-sumber stres yang disertai dengan pemahaman terhadap cara-cara mengatasinya, adalah penting sekali bagi kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan siapa saja yang terlibat dalam organisasi demi kelangsungan organisasiyang sehat dan efektif.
Banyak di antara kita yang hampir pasti merupakan bagian dari satu atau beberapa organisasi, baik sebagai atasan maupun sebagai bawahan, pernah mengalami stres meskipun dalam taraf yang amat rendah. Dalam zaman kemajuan di segala bidang seperti sekarang ini manusia semakin sibuk. Di satu pihak peralatan kerja semakin modern dan efisien, dan di lain pihak beban kerja di sekolah juga semakin bertambah. Keadaan ini tentu saja akan menuntut energi guru yang lebih besar dari yang sudah-sudah.
Hasil penelitian yang telah diperoleh peneliti di SMP N 4 Kota Bengkulu  diketahui bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan stress kerja guru yaitu Faktor Individual, Faktor Organisasional dan Faktor Lingkungan. Penyebab stress kerja guru dari faktor individual meliputi: masalah keluarga, masalah ekonomi, kepribadian, kesehatan, dan  usia. Sedangkan dari faktor organisasional meliputi seperti: beban kerja yang terlalu berat, gaya kepemimpinan yang kurang disukai, status profesi, kesulitan dalam mengatur waktu, kurangnya sarana dan prasarana sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar, serta hubungan dengan atasan, rekan kerja dan warga sekitar. Yang terakhir faktor lngkungan meliputi: dukungan social dari keluarga, atasan maupun rekan sesama kerja, ketidak mampuan menggunakan teknologi, menghadapi kenakalan siswa, sikap masyarakat terhadap pihak sekolah dan kondisi lingkungan kerja.
Menurut Robbins (2001:565-567) ada tiga sumber utama yang dapat menyebabkan timbulnya stress yaitu:
a.       Faktor Lingkungan
Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan menyebabkan pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap pegawai. Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan stress bagi guru yaitu dukungan sosial, lingkungan kerja dan teknologi. Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang mengalami ancaman terkena stress. Hal ini dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang begitu cepat. Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat keahlian seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat dengan adanya teknologi yang digunakannya.
b.       Faktor Organisasi
Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress yaitu role demands, interpersonal demands, organizational structure dan organizational leadership.
Pertama, Role Demands. Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu organisasi akan mempengaruhi peranan seorang pegawai untuk memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi tersebut.
Kedua, Interpersonal Demands. Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh pegawai lainnya dalam organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara pegawai satu dengan pegawai lainnya akan dapat menyebabkan komunikasi yang tidak sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan sikap dan pemikiran antara pegawai yang satu dengan pegawai lainnya.
Ketiga, Organizational Structure. Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi kinerja seorang pegawai dalam organisasi.
Keempat, Organizational Leadership. Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam suatu organisasi. Karakteristik pemimpin menurut The Michigan group (Robbins, 2001:316) dibagi dua yaitu karakteristik pemimpin yang lebih mengutamakan atau menekankan pada hubungan yang secara langsung antara pemimpin dengan pegawainya serta karakteristik pemimpin yang hanya mengutamakan atau menekankan pada hal pekerjaan saja.
Empat faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam mengukur tingginya tingkat stress. Pengertian dari tingkat stress itu sendiri adalah muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan, batasan-batasan, atau permintaan-permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keinginannya dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi penting (Robbins, 2001:563).
c.        Faktor Individu
Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari bagaimana seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya. Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat menimbulkan stress terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stress yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang, agar gejala-gejala stress yang merugikan dapat di hindari.
Menurut Rahayu dalam (www.academia.edu) Studi tentang Penyebab stress pada guru telah dilakukan (Louden 1987, Dinham 1993, Punch and Tuetteman 1996, Pithers and Soden 1999, Kyriacou 2001,Sinclair and Ryan 1987, Dinham 1992). Pada studi mereka ini disimpulkan bahwa stress muncul jika:
a.       Hubungan Buruk Siswa dan Guru
1)      Motivasi siswa sangat rendah serta kurangnya rasa hormat siswa pada guru.
2)      Adanya perilaku buruk siswa yang sulit diatasi dan selalu terjadi berulang-ulang di kelas
3)      Ada kesalah pahaman atau kurang pengertian antara guru dan murid yang berbeda kemampuan, kelas, etnik, dan latar belakang budaya
b.      Waktu
1)      waktu yang kurang untuk persiapan mengajar
2)      tuntutan yang tidak realistis dari administrasi/atasan
3)      keputusan batas waktu yang tidak realistis
4)      harus mengerjakan beban kerja yang berlebihan dalam waktu yang pendek
c.       Konflik
1)      Ada konflik antara perubahan filosofi pendidikan dengan pandangan guru yang selama ini telah diyakininya bertahun-tahun
2)      Kebijakan Diknas yang menuntut inovasi dan perubahan
3)      Aturan baru yang harus diterapkan dan dilaksanakan tanpa adanya pelatihan
4)      Tuntutan kelengkapan administrasi kelas yang harus dikerjakan
d.      Kondisi Pekerjaan yang Memprihatinkan seperti:
1)      Fasilitas dan sarana dan sumber belajar yang kurang
2)      Jumlah siswa yang terlalu besar dalam kelas
3)      Lingkungan sekolah yang mengganggu
4)      Letak sekolah yang terisolasi
e.       Kepemimpinan Sekolah
1)      Birokrasi sekolah yang sangat hierarchical dan ketidakadilan dalam mengambil keputusan
2)      Kepemimpinan yang otoriter

f.       Buruknya Hubungan Teman Sejawat Seperti
1.      Kurang adanya kepercayaan, kerjasama diantara teman sejawat.
2.      Adanya persaingan yang tidak sehat
g.      Perasaan Ketidakmampuan
1)      Guru merasa tidak mampu atau kurang terampil
2)      Guru harus mengajar diluar bidangnya
3)      Tidak adanya reward dari pimpinan akan keberhasilan yang telah dicapai guru
h.      Tekanan Ekstra Lainnya
1)      Sikap masyarakat yang negative terhadap guru dan sekolah
2)      Kehidupan guru yang tidak stabil dan tidak berkecukupan

2.      Upaya kepala sekolah mengatasi stres kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu
Salah satu upaya untuk mengurangi stres kerja, dibutuhkan dukungan sosial terutama orang yang terdekat, seperti keluarga, teman sekerja, pemimpin atau kepala sekolah. Agar diperoleh dukungan maksimal, dibutuhkan komunikasi yang baik pada semua pihak, sehingga dukungan sosial dapat diperoleh secara meksimal. Guru dapat mengajak berbicara kepada atasan tentang masalah yang dihadapi, atau setidaknya ada tempat mengadu atas keluh kesahnya.
upaya yang dilakukan kepala sekolah SMP N Kota Bengkulu dalam manajemen stress kerja guru ada empat langka yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Dalam perencanaan kepala sekolah melakukan pendekatan-pendekatan terhadap guru untuk mengetahui lebih dalam permaslahan yang dihadapi guru trutama masalah yang mengakibatkan stress kerja pada guru, seperti. Mengenali faktor-faktor apa saja yang menyebabkan stress, bagaimana gejalanya, serta memahami tingkatan stress yang guru hadapi. Kemudian dalam pelaksanaannya ada beberapa langkah yang dilakukan kepala sekolah yaitu: melakukan pendekatan individu, pendekatan organisasi, mengelola waktu bawahan, seleksi dan penempatan, rancangan ulang pekerjaan, keterlibatan guru terhadap keputusan-keputusan yang akan diambil, membangun komunikasi, menciptakan program pengembangan serta menerapkan reward dan punishment.
Tidak semua kepala sekolah memiliki kemampuan dalam manajemen stress, bahkan tanpa pengalaman yang memadai bisa salah langkah dan justru akan menambah masalah. Menurut Mulyasa (2011:280) ada beberapa strategi untuk kepala sekolah dalam manajemens stres kerja, yaitu:
1)      Mengelola Waktu
Waktu bagi kepala sekolah itu jarang dipakai untuknya sendiri, ia harus mampu berbagi waktu dengan peserta didik, tokoh masyarakat, dinas pendidikan, organisasi profesi, dan lembaga swadaya masyarakat. Tak jarang tenaga kependidikan minta waktu untuk berkonsultasi dengan kepala sekolah ketika sedang bersiap untuk pulang. Sebagai kepala sekolah yang professional, harus mampu mengelola waktu sedemikian rupa, agar seluruh tugas dapat diselesaikan secara proporsional, tepat wantu, dan tepat sasran, termasuk bagaimana berbagi rasa dengan guru-guru lainnya sehingga kepala sekolah mampu berbaur dengan guru lain.
2)      Mengembangkan Energi
Kepala sekolah harus tampil beda dan lebih energik dari para tenaga kependidikan yang lainnya, Karena kepala sekolah sebagai contoh, jika kepala sekolahnya punya semangat secara tidak langsung itu dapat memotivasi guru lain, selain itu, kepala sekolah juga sering terpilih menjadi pengurus organisasi yang harus mencurahkan energy untuk memenuhi berbagai macam harapan, misalnya memberikan sambutan, mencari pemecahan masalah, merancang penelitian bahkan melakukan ceramah keagamaan dan hal ini dapat mengurangi tingkat stress pada guru.
3)      Memecahkan Masalah
Kepala sekolah harus mampu berperan sebagai penyangga di sekolahnya, harus menyerapdan memahami penderitaan serta masalah yang dialami oleh tenaga kependidikan agar mereka dapat melaksanakan tugas dengan baik. Tidak sedikit guru yang mengalami stress karena masalah pembelajaran, disiplin peserta didik, beban yang terlalu berat, tidak adanya kerja sama dengan guru lain. Tetapi mereka enggan dan banyak yang merasa takut untuk menyampaikannya. Oleh karena itu kepala sekolah harus memberikan kesempatan, dan perlakuan yang sama kepada seluruh tenaga kependidikan, jangan  membedakan mereka karena predikat sebelumnya. Ciptakan suasana yang menyenangkan di antara guru agar mereka memiliki keberanian untuk mengungkapkan setiap masalah dan mencari solusinya.
Sedangkan menurut Higrad dalam buku Badeni (2013) berpendapat bahwa ada beberapa pedoman untuk menaggulangi stress, yaitu:
1)      Mengelola Waktu
Seorang kepala sekolah harus mampu menghargai waktu, karena sering terjadi banyak waktu yang terbuang hanya untuk beberapa kegiatan tertentu. Manejer harus bisa membagi waktu terutama kapada tenaga kependidikan lainnya, karena tidak sedikit guru  itu yang mengalami stress kerja dan butuh penanggulangan dari atasan.
2)       Seleksi dak Penempatan
Seleksi dan penempatan sangat mempengaruhi tingkat stress kerja guru, apabila terjadi seleksi dan penempatan yang tidak sesuai yang bukan kemampuan dia, maka akan mengakibatkan beban kerja yang terlalu berat. Jadi untuk menanggulangi stress kerja seleksi dan penempatan harus sesuai dengan pengalaman dan kemampuan sehingga tidak akan mengakibatkan beban kerja.
3)      Penentuan Tujuan
Penentuan tujuan yang jelas dan tepat dapat merupakan hal penting dalam mengelola stress. Karena tujuan yang jelas akan memotivasi guru dalam melaksanakan tugasnya dengan lebih baik.
4)      Rancangan Ulang Pekerjaan
Perancangan ulang pekerjaan yang sesuai dengan tingkat kemampuan, minat dan spesialisasi serta keinginan idividu pelaksana merupakan salah satu usaha yang mungkin bisa dilakukan oleh kepala sekolah untuk mengurangi frustasi dan stress guru.
5)      Keterlibatan Guru
Untuk mengurangi stress guru, kepala sekolah harus melibatkan guru-guru lain dalam pengambilan-pengambilan keputusan yang langsung terkait dengan kinerjanya.
6)      Komunikasi
Peningkatan komunikasi dengan dewan guru dapat mengurangi ketidakpastian karena mengurangi ambiguitas peran dan konflik peran. Kepala sekolah dapat juga menggunakan komunikasi yang efektif sebagai cara untuk membentuk persepsi guru.
7)      Program Pengembangan
Program pengembangan adalah usaha terencana dalam rangka memotivasi dan membantu peningkatan kesehata fisik dan mental guru melalui kegiatan-kegiatan tertentu, misalnya kegiatan olah raga bersama, lokakarya, menghindari rokok, dan sebagainya.
Melalui pengawasan evaluasi tetap dilakukan oleh kepala sekolah dengan beberapa tahap, yaitu 1) merumuskan apa tujuan dilaksanakannya evaluasi, perlu atau tidak. 2) Menetapkan aspek-aspek yang akan dievaluasi. 3) Memilih dan menentukan teknik yang akan dipergunakan di dalam pelaksanaan evaluasi. 4) Menentukan tolak ukur dan frekuensi yang akan dijadikan pegangan atau patokan terhadap data hasil evaluasi.
Evaluasi dilakukan sebagai bentuk pengawasan apakah yang dilakukan sudah berhasil atau belum. Sehingga evaluasi stress kerja guru perlu terencana agar tidak salah  langkah. Dalam evaluasi yang dilakukan oleh kepala sekolah SMP N 4 Kota Bengkulu tidak begitu terlalu jelas namun berdasarkan penjelasan dari kepala sekolah bahwa evaluasi adalah bagian dari manajemen sehingga evaluasi perlu dilakukan. Dalam evaluasi yang dilakukan kepala sekolah yaitu terus mengawasi dan memperbaiki progam-program yang di anggap gagal serta meningkatkan terus program-program yang sudah dianggap berhasil.
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi dari manajemen stress kerja guru, sehingga evaluasi dapat mengukur apakah manajemen stress telah berhasil dilakukan atau belum. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah pemberian nilai terhadap kualitas sesuatu. Selain dari itu, evaluasi juga dapat dipandang sebagai proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Dengan demikian, Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan telah dicapai. (Oktaviandy, 2002. http://navelmangelep.wordpress.com/).
Sebagai bagian dari fungsi manajemen, fungsi evaluasi tidaklah berdiri sendiri. Fungsi-fungsi seperti fungsi pemantauan dan pelaporan sangat erat hubungannya dengan fungsi evaluasi. Di samping untuk melengkapi berbagai fungsi di dalam fungsi-fungsi manajemen, evaluasi sangat bermanfaat agar organisasi tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Evaluasi adalah proses penilaian yang sistematis, pemberian nilai, atribut, apresiasi dan pengenalan permasalahan serta pemberian solusi atas permasalahan yang ditemukan. Dalam berbagai hal, evaluasi dilakukan melalui monitoring terhadap sistem yang ada. Namun demikian, evaluasi kadang-kadang tidak dapat dilakukan dengan hanya menggunakan informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi pada organisasi saja.
Tujuan dilaksanakannya evaluasi diantaranya adalah sebagai berikut : (1) Untuk memberikan penilaian terhadap pelaksanaan aktivitas dan program organisasi. (2) Untuk memperbaiki kebijaksanaan pelaksanaan program dan perencanaan program yang akan datang. (3) Untuk mengembangkan program-program dan teknik baru bagi peningkatan kinerja. (4) Untuk mengadakan perencanaan kembali yang lebih baik dari suatu program. dan (5) Untuk meningkatkan efektivitas manajemen pelaksanaan kegiatan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa mengapa evaluasi itu perlu dilakukan dalam manajemen stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu, karena: (1) Evaluasi merupakan fungsi manajemen. (2) Evaluasi merupakan mekanisme umpan balik bagi perbaikan pada kegiatan yang telah dilakukan. (3) Evaluasi akan dapat menghindarkan organisasi dari mengulangi kesalahan yang sama. (4) Evaluasi akan dapat menemukan berbagai masalah dalam organisasi dan mencoba mencari solusinya.

3.      Hasil Pelaksanaan Manajemen Stress di SMP N 4 Kota Bengkulu
Di SMP N 4 Kota Bengkulu peneliti menemukan bahwa kepala sekolah mempunyai kemampuan dalam  melaksanakan manajemen stress. Hal ini terlihat jelas bahwa dengan dilakukannya manajemen stress di SMP N 4 Kota Bengkulu menunjukan adanya perubahan, seperti dapat dilihat dari reaksi para guru, yang pertama yang paling terlihat jelas yaitu menurunnya persentase ketidak hadiran guru, sehingga ini mengindikasikan bahwa guru betah untuk berada di sekolah, dan hilangnya rasa bosan guru disekolah. Kemudian juga ada perubahan yang lainnya seperti: meningkatnya motivasi guru, kinerja meningkat, berkomunikasi lebih lancar, dengan atasan lebih akrab, lebih berkeluarga, kepercayaan diri seorang guru juga meningkat, kemauan untuk sukses tinggi, prestasi kerja meningkat, serta kinerjanya memuaskan. Hal ini terbukti dengan prestasi-prestasi yang di dapat oleh sekolah beberapa tahun terakhir. Bahkan pihak sekolah sangat kebingungan untuk menempatkan kemana lagi piala-piala penghargaan yang telah didapat. Hal ini tidak lepas dari kemampuan seorang kepala sekolah dalam manajemen stress kerja guru.
Rivai dan Mulyadi (2011:309) berpendapat bahwa stress yang tidak teratasi dapat berdampak buruk bagi organisasi seperti: kepuasan kerja rendah, kinerja yang menurun, semangat dan energy menjadi hilang, komunikasi tidak lancar, pengambilan keputusan jelek, kreatifitas dan inovasi kurang dan bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif, sehingga akan menyebabkan menurunnya prestasi kerja.
Menurut Badeni (2013:69) Stress sebagai sebuah keadaan yang dapat di alami setiap orang, dalam hubungannya dengan pekerjaan dapat dalam keadaan tinggi atau rendah serta dapat berpengaruh pada berbagai macam faktor. Salah satunya adalah dapat mempengaruhi terhadap prestasi kerja. stress dapat menurunkan prestasi maupun meningkatkan prestasi kerja. Hal ini sangat bergantung seberapa tingkat stress yang dimiliki. Seperti dilukiskan pada gambar di bawah ini:
Tinggi

PRESTASI KERJA
 

     


STRES
Rendah                                                                                                   Tinggi
S
Gambar 4.1 Pengaruh Stres dengan Prestasi Kerja
Sumber: Badeni (2013)
Gambar di atas menunjukan bahwa ketika tingkat stress kerja sangat rendah prestasi kerja juga rendah. Ini dapat diakibatkan karena seseorang tidak mengahadapi banyak tekanan atau tantangan sehingga orang tersebut kemungkinan besar tidak melakukan usaha yang tinggi untuk menghadapinya. Selanjutnya, ketika tingkat stress meningkat, yang berarti seseorang mengalami banyak tuntutan dalam pekerjaannya, tingkat usaha akan ditingkatkan supaya prestasi kerja hingga sampai pada titik tertentu meningkat sehingga seseorang masih mampu mengatasi. Namun, ketika tingkat stress meningkat melebihi tingkat yang dapat dikendalikan, maka prestasi kerja akan menurun bahkan titik nol.

C.    Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur ilmiah dan berupaya untuk mencapai tujuan penelitian secara optimal, namun demikian masih disadari bahwa hasil penelitian ini masih memiliki keterbatasan antara lain:
Pertama, karena penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, maka peneliti hanya mendeskripsikan apa yang dilihat, dirasakan, dan di dengar peneliti saja melalui observasi, wawancara serta dokumentasi, sehingga kemungkinan untuk mendapatkan informasi yang rinci dan lengkap masih sangat kurang. Ditambah dengan informasi-informasi yang bersifat rahasia, tentu saja pihak sekolah tidak akan memberikan informasi tersebut kepada peneliti.
Kedua, sulitnya untuk meminta jadwal wawancara kepada dewan guru karena mereka memiliki kesibukan sendiri apalagi dengan jumlah guru di SMP N 4 Kota Bengkulu yang banyak sehingga peneliti membutuhkan waktu yang banyak pula, serta sulitnya menemui kepala sekolah dan wakil kepala sekolah dikarenakan berbagai tugas di luar kota sehingga memakan waktu lebih lama dalam penelitian ini.
Ketiga, adanya keterbatasan penelitian saat wawancara yaitu terkadang jawaban yang diberikan oleh guru tidak menjelaskan secara rinci, dengan berbagai alasan. Sehingga peneliti hanya memperoleh data yang apa adanya. bahkan ada yang menolak untuk diwawancarai karena sedang sibuk. namun tidak membatasi peneliti untuk melakukan penelitian walaupun harus terus menunggu kapan mereka siap untuk diwawancarai. dan peneliti juga terus berusaha untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin yang tidak hanya melalui wawancara terstruktur tetapi juga melakukan wawancara tidak terstruktur.
Penelitian masih memiliki kerterbatasan dan kekurangan baik secara konseptual maupun secara teknis, maka peneliti berharap penelitian ini perlu untuk dilanjutkan dengan penelitian-penelitian serupa, terutama menyangkut masalah manajemen stress kerja guru.



BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A.    Simpulan
Secara umum simpulan penelitian menunjukan bahwa manajemen stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu telah dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan yaitu melalui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta evaluasi. Simpulan khusus sebagai berikut:
Pertama, ada 3 faktor yang menyebabkan stress kerja guru yaitu faktor individual, faktor organisasional dan faktor lingkungan. Faktor individual meliputi: masalah keluarga, masalah ekonomi, kepribadian, kesehatan,dan  usia. Sedangkan dari faktor organisasional meliputi seperti: beban kerja yang terlalu berat, gaya kepemimpinan yang kurang disukai, status profesi, kesulitan dalam mengatur waktu, kurangnya sarana dan prasarana sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar, serta hubungan dengan atasan, rekan kerja dan warga sekitar. Yang terakhir faktor lngkungan meliputi: dukungan social dari keluarga, atasan maupun rekan sesama kerja, ketidakmampuan menggunakan teknologi, menghadapi kenakalan siswa, sikap masyarakat terhadap pihak sekolah dan kondisi lingkungan kerja.
Kedua, upaya yang dilakukan kepala sekolah dalam manajemen stress kerja guru ada empat langka yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Dalam  perencanaan kepala sekolah melakukan pendekatan-pendekatan terhadap guru untuk mengetahui lebih dalam permasalahan yang dihadapi guru trutama  masalah yang mengakibatkan stress kerja pada guru, seperti: mengenali faktor-faktor apa saja yang menyebabkan stress, bagaimana gejalanya, serta memahami tingkatan stress yang guru hadapi. Kemudian dalam pelaksanaannya ada beberapa langkah yang dilakukan kepala sekolah yaitu: melakukan pendekatan individu, pendekatan organisasi, mengelola waktu bawahan, seleksi dan penempatan, rancangan ulang pekerjaan, keterlibatan guru terhadap keputusan-keputusan, membangun komunikasi, menciptakan program pengembangan serta menerapkan reward dan punishment.
Manajemen stress kerja guru tidak terlepas dari pengawasan, sehingga melalui pengawasan tersebut perlu di lakukan evaluasi. Dalam evaluasi yang dilakukan oleh kepala sekolah tidak begitu terlalu jelas namun berdasarkan penjelasan dari kepala sekolah bahwa evaluasi adalah bagian dari manajemen sehingga evaluasi perlu dilakukan. Dalam evaluasi yang dilakukan kepala sekolah yaitu terus mengawasi dan memperbaiki progam-program yang di anggap gagal serta meningkatkan terus program-program yang sudah dianggap berhasil.
Ketiga, hasil manajemen stress kerja guru menujukkan bahwa hal yang paling menonjol dan jelas yaitu menurunnya persentase ketidak hadiran guru, sehingga ini mengindikasikan bahwa guru betah untuk berada di sekolah, dan hilangnya rasa bosan guru disekolah. Kemudian juga ada perubahan yang lainnya seperti: meningkatnya motivasi guru, kinerja meningkat, berkomunikasi lebih lancar, dengan atasan lebih akrab, lebih berkeluarga, lebih kepercayaan diri, kemauan untuk sukses tinggi, prestasi kerja meningkat serta kinerjanya memuaskan dengan prestasi-prestasi yang membanggakan. Hal ini, ini tidak lepas dari kemampuan seorang kepala sekolah dalam manajemen stress kerja guru.

B.     Implikasi
Manajemen stress kerja guru merupakan upaya dalam mengelola stress pada guru dalam rangka untuk meningkatkan motivasi dan prestasi kerja guru. Berdasarkan hasil penelitian manajemen stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu menunjukan adanya implikasi antara lain:
Pertama, dengan dilaksanakannya manajemen stress kerja guru maka kepala sekolah dapat mengatsasi penyebab-penyebab stress pada guru baik stress dari faktor  individual, stress dari faktor organisasional maupun faktor stress dari lingkungan.
Kedua, Kemampuan yang mumpuni dari  kepala sekolah dalam  melaksanakan manajemen stress kerja guru dapat menanggulangi stress kerja guru secara maksimal sehingga pelaksanaan manejemen stress kerja guru sesuai dengan yang diharapakan.
ketiga, dengan melaksanakan manajemen stress kerja guru dapat mengatasi stress kerja guru, sehingga dengan demikian akan meningkatkan motivasi dan semangat kerja guru, meningkatnya kreativitas-kreativitas guru, serta meningkatnya prestasi kerja guru.
C.    Saran
Berdasarkan hasil penelitian serta simpulan dan implikasi diatas, maka penulis memberikan saran kepada pihak terkait:
Pertama,  kepala sekolah hendaknya cepat tanggap terhadap penyebab-penyebab stress kerja guru seperti: pertama, penyebab stres faktor individu, kepala sekolah hendaknya terus melakukan pendekatan-pendekatan individu agar dapat mengetahui penyebab-penyebab stress pada guru. Kedua, Penyebab stress faktor organisasi, hendaknya kepala sekolah juga melakukan pendekatan-pendekatan organisasional dengan melibatkan semua pihak sekolah dalam mengatasi stress kerja guru. ketiga penyebab stres faktor lingkungan, kepala sekolah hendaknya juga memperhatikan lingkungan sekolah sehingga tercipta lingkungan yang sehat, serta meningkatkan dukungan terhadap para guru.
Kedua, hendaknya kepala sekolah meningkatkan lagi kemampuan manajemen stress kerja guru serta meningkatkan lagi program-program dan kegiatan-kegitan yang dapat mengurangi tingkat stress kerja guru. Dan lebih banyak lagi strategi-strategi yang diterapakan dalam manajemen stress kerja guru.
Ketiga, hasil manajemen stress kerja guru yang didapat hendaknya terus ditingkatkan oleh pihak sekolah agar tidak ada lagi faktor-faktor stress yang dapat merugikan sekolah, sehingga dapat meningkatkan kinerja dan prestasi kerja guru.



DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, J. 2012. Macam-macam Penyebab Stres. http://jinggasuci. blogspot.com/2011/04/macam-macam-penyebab-stress.html, (diakses 15 Mei 2014)
Anoraga, Panji. 2009. Psikologi Kerja. Jakarta: Renika Cipta
Apriliaswati, Rahayu. 2013. Stres Pada Guru.  https://www.academia.edu (diunduh 04 Mei 2014)
Arikunto, Suharsimi. 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Renika Cipta
Badeni. 2013. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Bandung: Alfabeta
Daft, Richard, L. 2010. New Era of Management. New York: Cengage Learning
Fahmi, Irham. 2013. Perilaku Organisasi. Bandung: CV. Alfabeta
Faidah, Lulu. 2012. Peran Guru sebagai pendidik, pembimbing, pengajar dan pelatih. http://lolo-faidah.blogspot.com  (diunduh 15 Mei 2014)
Gibson, Katherine. 2004. Reducing Stress Creating Harmony. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer
Himalaya, Hafiz. 2012. Guru. http://hafizhimala.blogspot.com  (diunduh 15 Mei 2014)
Jurnal. 2009. Definisi Stres Kerja dan Faktornya. http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/stress-kerja-definisi-dan-faktor.html, (diakses 15 Mei 2014)
Kartowagiran, Badrun. 2009. Instrumen Pengukuran Kinerja. http://staff.uny.ac.id (diunduh 25 Mei 2014)
Khilmiyah, Akif. 2012. Stres Kerja Guru Perempuan di Kecamatan Kasihan Bantul Yogyakarta. Yogyakarta: FAI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Khoyunita. 2013. Stres Kerja. http://Khoyunita.blogspot.com (diunduh 09 Mei 2014)
Kristanti, Lia Dwi. 2013. Stres Kerja. http://liadwikristanti.files.wordpress.com /2013/04/stress-kerja.doc. (diunduh 09 Mei 2014)
Kurnia, Rahmat. 2011. Hubungan Antara Stres Kerja dan Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Guru SMA Negeri di Bengkulu Selatan. Tesis. Bengkulu: Prodi MAP PPs FKIP Universitas Bengkulu
Miles, M.B. & Huberman, A.M. 2007. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Moleong, L.J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
Mulyasa. 2005. Menjadi Guru Professional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Mulyasa. 2011. Manajemen & kepemimpinan kepala sekolah. Jakarta: Bumi Aksara
Muzamiroh, Mida Latifatul. 2013. Kupas Tuntas Kurikulum 2013. Jakarta: Kata Pena
Nini. 2011. Proses Terjadinya Stres, http://www.psikoterapis.com/?en_proses-terjadinya-stres%2C67, (diunduh 15 Mei 2014)
Oktaviandy, Navel. 2012.  Pengertian Evaluasi, Pengukuran, dan Penilaian. http://navelmangelep.wordpress.com/2012/02/14/pengertian-evaluasi-pengukuran-dan-penilaian-dalam-dunia-pendidikan/ (diunduh 05 September 2014)
Rivai, Veithzal dan Mulyadi, Deddy. 2011. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Rizal, Syamsul. 2013. Stres Kerja dan Kinerja Guru di SMA Negeri I Lamno. Aceh: FE Universitas Muhamadiyah Aceh
Robbins, Stephen P. 2003. Organization Behevior. New Jersey: Prentice-Hall
Sasongko, Rambat Nur, Dkk. 2011. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bengkulu: Prodi MAP PPs FKIP Universitas Bengkulu
Satori, Djam’an dan Komariah, Aan. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Solichin, Da’ud Nur. 2013. Pengaruh Stres Kerja Dan Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja Guru Di Sekolah Mutiara Hati Bandung. Bandung: FE Universitas Pasundan Bandung
Sopiah. 2008. Perilaku organisasi. Yogyakarta: CV. Andi Offset
Sriati. 2007. Definisi Stres. http://repository.usu.ac.id/bitstream /123456789/21565/4/Chapter%20II.pdf, (diunduh 15 Mei 2014)
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sunyoto, Danang. 2013. Teori, Kuesioner, dan Analis Data Sumber Daya Manusia. Jakarta: Buku Seru
Supardi. 2013. Kinerja Guru. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Kemendiknas
Zainuddin, Dina Amalia. 2013. Makalah Evaluasi http://dinazainuddin. blogspot.com/2013/01/makalah-evaluasi.html (diunduh 05 September 2014)
Zumroh. 2011. Penyebab Stres dan Cara Mengatasinya, http://asehat.wordpress.com/2011/04/04/stres-gejala-penyebab-dan-cara -mengatasinya/ (diunduh 15 Mei 2014)

RIWAYAT HIDUP





Penulis bernama lengkap Jon Sastro, dilahirkan di kota Manna Bengkulu selatan Propinsi Bengkulu pada tanggal 01 Januari 1991 dari pasangan Bapak Islanto dan Ibu Wasniah. Penulis Beragama Islam, status belum kawin, bertempat tinggal di Jl. RE. Martadinata No 82 RT 34/RW06. Kelurahan Pagar Dewa Kecamatan Selebar Kota Bengkulu. Penulis merupakan anak ke3 dari tiga saudara. Saudara yang pertama bernama Hengki Hermansyah, SH, saudara yang kedua bernama Heni Puspita, S.Pd.
Penulis menimba ilmu secara formal di SD N 88 Kota Curup, lulus pada tahun 2002. Kemudian melanjutkan ke SMP N 2 Kota Curup, lulus pada tahun 2005. Dilanjutkan pada tingkat atas yaitu SMA N 1 Kota Curup dan lulus pada tahun 2008. Pada pertengahan tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan pada jenjang S1 Bahasa dan Seni tepatnya Bahasa Inggris Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Bengkulu dan diwisuda pada bulan September tahun 2012. Pada awal 2013 penulis melanjutkan pendidikan pada jenjang S2 program studi Magister Administrasi  Pendidikan (MAP) Program Pascasarjana Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP)  Universitas Bengkulu. Alhamdulillah penulis telah menyelesaikan pendidikan S2
ini dengan baik dan diwisuda Desember 2014.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar