Selasa, 11 September 2018

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL


Inovasi Pendidikan

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL





Disusun Oleh:
Jon Sastro



Dosen:
Dr. Puspa Djuwita, M.Pd




PROGRAM STUDI
MAGISTER ADMINISTRASI/MANAJEMEN PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA FKIP
UNIVERSITAS BENGKULU
2013

KATA PENGANTAR
Bismillahirramanirrahim

Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “PENDIDIKAN MULTIKULTURAL”
Makalah ini berisikan informasi tentang Pendidikan multikultural atau yang lebih khususnya membahas sejarah, pengertian konsep, hakikat, tujuan metode dan pendekatan, serta kelebihan dan kekurangan pendidikan multicultural. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang pendidikan multikultural.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada dosen mata kuliah Dr. Puspa Djuwita, M.Pd serta rekan-rekan seperjuangan di semester 1 Program Studi Magister/Manajemen Pendidikan Tahun Akademik 2012/1013.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin Ya robbal’Alamin.
Wassalamualaikum wr.mb

                                                                        Bengkulu,        April 2013


Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB 1. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ..................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C.     Tujuan .................................................................................................. 2
D.    Manfaat ................................................................................................ 2

BAB II. PEMBAHASAN
A.    Sejarah Pendidikan Multikultural......................................................... 3
B.     Pengertian Pendidikan Multikultural ................................................... 4
C.     Konsep Pendidikan Multikultural......................................................... 6
D.    Hakikat Pendidikan Multikultural........................................................ 7
E.     Tujuan Pendidikan Multikultural........................................................ 11
F.      Metode Pendekatan Pendidikan Multicultural................................... 12
G.    Kelebihan dan Kekurangan serta Solusinya........................................ 17

BAB III. PENUTUP
A.    Kesimpulan ........................................................................................ 20
B.     Saran................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 21





BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar  Belakang
Pada prinsipnya, pendidikan multikultural adalah pendidikan yang mengharagai perbedaan. Pendidikan multikultural senantiasa menciptakan struktur dan proses dimana setiap kebudayaan bisa melakukan ekspresi, tentu saja untuk mendesain pendidikan multicultural secara praksis itu tidak mudah. Tetapi paling tidak kita mencoba melakukan ijtihad untuk mendesain sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan multikulturalisme.   
Dalam pendidikan multikultural, setiap peradapan dan kebudayaan yang ada berada dalam posisi yang sejajar dan sama tidak ada kebudayaan yang lebih tinggi atau dianggap lebih tinggi (superior) dari kebudayaan yang lain, dialog meniscayakan adanya persamaan dan kesamaan diantara pihak-pihak yang terlibat. Anggapan bahwa kebudayaan tertentu lebih tinggi dari kebudayaan yang lain akan melahirkan fasisme, nativisme, dan chauvinism. Dengan dialog, diharapkan terjadi sumbang pemikiran yang pada gilirannya akan memperkaya kebudayaan atau peradaban yang bersangkutan. Di samping sebagai pengkayaan, dialog juga sangat penting untuk mencari titik temu  antar peradaban dan kebudayaan yang ada, pendidikan multikultural dapat dirumuskan sebagai wujud kesadaran tentang keanekaragaman kultural, hak-hak asasi manusia serta pengurangan atau penghapusan  berbagai jenis prasangka atau prejudise  untuk membangun suatu kehidupan masyarakat yang adil dan maju.

B. Rumusan Masalah
1.      Sejarah pendidikan multicultural?
2.      Apa itu  pengertian, konsep, hakikat dan tujuan pendidikan multikultural?
3.      Bagaimana Metode dan Pendekatan Pendidikan Multikultural?
4.      Apa kelebihan dan kekurangan pendidikan multicultural?

C. Tujuan
1.      Mengetahui bagaimana Sejarah pendidikan multicultural?
2.      Mengetahui pengertian, konsep, hakikat dan tujuan pendidikan multikultural?
3.      Mengetahui Metode dan Pendekatan Pendidikan Multikultural?
4.      Mengetahui kelebihan dan kekurangan pendidikan multicultural?

D. Manfaat
Supaya bisa mengetahui tentang pendidikan multicultural lebih jelas dan terinci.


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Sejarah Pendidikan Multikultural
Dalam sejarahnya, pendidikan multikultural sebagai sebuah konsep atau pemikiran tidak muncul dalam ruangan kosong, namun ada interes politik, sosial, ekonomi dan intelektual yang mendorong kemunculannya. Wacana pendidikan multikultural pada awalnya sangat bias Amerika karena punya akar sejarah dengan gerakan hak asasi manusia (HAM) dari berbagai kelompok yang tertindas di negeri tersebut. Banyak lacakan sejarah atau asal-usul pendidikan multikultural yang merujuk pada gerakan sosial Orang Amerika keturunan Afrika dan kelompok kulit berwarna lain yang mengalami praktik diskriminasi di lembaga-lembaga publik pada masa perjuangan hak asasi pada tahun 1960-an.
Di antara lembaga yang secara khusus disorot karena bermusuhan dengan ide persamaan ras pada saat itu adalah lembaga pendidikan. Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, suara-suara yang menuntut lembaga-lembaga pendidikan agar konsisten dalam menerima dan menghargai perbedaan semakin kencang, yang dikumandangkan oleh para aktivis, para tokoh dan orang tua. Mereka menuntut adanya persamaan kesempatan di bidang pekerjaan dan pendidikan. Momentum inilah yang dianggap sebagai awal mula dari konseptualisasi pendidikan multikultural.
Secara generik, pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama.
Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak adanya kebijakan yang menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan terhadap ras, etnis dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan terhadap perbedaan budaya, di antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan kesukaan. Selain itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan hari-hari besar umat beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh terlibat dalam pengambilan keputusan secara demokratis.

B.     Pengertian pendidikan multikultural
Pengertian Pendidikan Multikultural Menurut James. A. Banks Pendidikan multikultural adalah konsep, ide atau falsafah sebagai suatu rangkaian kepercayaan (set of believe) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara. Secara umum pendidikan multicultural mempunyai arti:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan dan mengembangkanpotensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri,kepribadian,akhlak mulia dan keterampilanyang diperlukan dirinya,masyarakat,bangsa dan Negara.
Multikultur adalah berbagai macam status social budaya meliputi latar belakang, tempat, agama, ras, suku dll.
Jadi pendidikan multicultural adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian didalam dan diluar sekolah yang mempelajari tentang berbagai macam status sosial, ras, suku, agama agar tercipta kepribadian yang cerdas dalam menghadapi masalah-masalah keberagaman budaya.
Para ahli juga mempunyai pendapat lain tentang definisi pendidikan multicultural, antara lain:
Nieto (1992) menyebutkan bahwa pendidikan multibudaya adalah pendidikan yang bersifat anti rasis; yang memperhatikan ketrampilan-ketrampilan dan pengetahuan dasar bagi warga dunia; yang penting bagi semua murid; yang menembus seluruh aspek sistem pendidikan; mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang memungkinkan murid bekerja bagi keadilan sosial; yang merupakan proses dimana pengajar dan murid bersama-sama mempelajari pentingnya variabel budaya bagi keberhasilan akademik; dan menerapkan ilmu pendidikan yang kritis yang memberi perhatian pada bangun pengetahuan sosial dan membantu murid untuk mengembangkan ketrampilan dalam membuat keputusan dan tindakan sosial.
Menurut Sosiolog UI Parsudi Suparlan,Pendidikan Multikulturalis adalah pendidikan yang mampu menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan termasuk perbedaan kesukubangsaan dan suku bangsa dalam masyarakat yang multikultural. Perbedaan itu dapat terwadahi di tempat-tempat umum, tempat kerja dan pasar, dan sistem nasional dalam hal kesetaraan derajat secara politik, hukum, ekonomi, dan sosial.
Gibson(1984) mendefinisikan bahwa pendidikan multikultural adalah suatu proses pendidikan yang membantu individu mengembangkan cara menerima, mengevaluasi, dan masuk ke dalam sistem budaya yang berbeda dari yang mereka miliki.

C.   Konsep Multikultural
Gerakan multicultural muncul pertama kali sekitar tahun 1970-an di Kanada dan Australia, kemudian di Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan lain-lain. Dalam multikulturalisme menegaskan bahwa dengan segala perbedaannya itu mereka adalah sama di dalam ruang public sehingga dibutuhkan kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan tanpa memperdulikan perbedaan budaya, atnik, gender, bahasa ataupun agama.
Multikulturalisme akan menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan, termasuk perbedaan-perbedaan kesukubangsaan dan suku bangsa dalam masyarakat yang multicultural.
Multicultural merupakan suatu komsep yang ingin membawa masyarakat dalam kerukunan dan perdamaian, tanpa ada konflik dan kekerasan, meski didalamnya ada kompleksitas perbedaan.
Prinsip multikulturalisme mengajar kepada kita untuk mengakui berbagai potensi dan legitimasi keragaman dan perbedaan sosio-kultural tiap kelompok etnis. Berangkat dari prinsip demikian maka individu maupun kelompok dari berbagai etnik dalam pandangan ini bisa bergabung dalam masyarakat, terlibat daam societal cohesion tanpa harus kehilangan identitas etnis dan budaya mereka, sekaligus tetap memperoleh hak-hak mereka untuk berpartisipasi penuh dalam berbagai bidang kegiatan masyarakat. Sehingga keberagaman budaya yang ada di belakang, di depan dan disekeliling kita bisa memberikan sumbangan yang paling berharga bagi semua orang

D.   Hakikat Pendidikan Multikultural
Pendidikan multicultural bisa didefinisikan sebagai pendidikan tentang keragaman kebudayaan dalam meresponi perubahan demografis dan kultur lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan (global).
Pendidikan multicultural (Multicultural Education) merupakan respons terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Dalam dimensi lain, pendidikan multicultural merupakan pengembangan kurikulum dan aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi dan perhatian terhadap orang-orang non Eropa (Hilliard, 1991-1992). Sedangkan secara luas, pendidikan multicultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya seperti gender, etnik, ras, budaya, strata social dan agama. Pendidikan multicultural sebenarnya merupakan sikap “peduli” dan mau mengerti (difference), atau politics of recognition (politik pengakuan terhadap orang-orang dari kelompok minoritas).
Paparan di atas juga member dorongan dan spirit bagi lembaga pendidikan nasional untuk mau menanamkan sikap kepada peserta didik untuk menghargai orang, budaya, agama, dan keyakinan lain. Paradigma multicultural secara implisit juga  menjadi salah satu concern dari pasal 4 UU No. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dalam menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai cultural dan kemajemukan bangsa. Sedangkan tujuan utama dari pendidikan multicultural adalah untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda.
Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multicultural adalah untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, bernegosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama.
Menurut James A. Banks tujuan pendidikan multicultural adalah pendidikan untuk kebebasan. Pendidikan multikulturalisme dimaksukan untuk membantu para siswa untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam berpartisipasi dalam masyarakat yang bebas dan demokrasi. Pendidikan multicultural mengembangkan kebebasan, kemampuan dan ketrampilan dalam menerobos batas-batas budaya dan etnis dalam berpartisipasi dengan kebudayaan dan kelompok lain.
Nasih menurut James, substansi pendidikan multicultural adalah pendidikan untuk kebebasan (as “education for freedom”) sekaligus sebagai penyebar luasan gerakan inklusif dalam rangka memperoleh hubungan antar sesame (as inclusive and cementing movement). Pendidikan multicultural bersifat antirasis, mendasar, penting (berguna) ntuk semua siswa, pervasive (dapat meresap/menembus/merembes), untuk keadilan social serta merupakan sebuah proses dan pedagogi kritis.
Jika dijabarkan lebih rinci, pendidikan multicultural sekurang-kurangnya memiliki lima tujuan. Pertama, meningkatkan pemahaman diri dan konsep diri secara baik. Kedua, meningkatkan kepekaan dalam memahami orang lain, termasuk terhadap berbagai kelompok budaya di negaranya sendiri dan Negara lain. Ketiga, meningkatkan kemampuan untuk merasakan dan memahami kemajemukan, interpretasi kebangsaan dan budaya yang kadang-kadang bertentangan menyangkut sebuah peristiwa, nilai dan perilaku. Keempat, membuka pikiran ketika merespon isu. Kelima, memahami latar belakang munculnya pandangan klise atau kuno, menjauhi pandangan stereotype dan mau menghargai semua orang.
Kurikulum pendidikan multicultural hendaknya mencakup subjek-subjek seperti: toleransi, tema-tema tentang perbedaan etno-kultural dan agama, bahaya diskriminasi, penyelesaian konflik dan mediasi, HAM, demokrasi dan pluralitas, multikulturalisme, kemanusiaan universal dan subjek-subjek lain yang relevan.
Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multicultural dituntut untuk berpegang pada prinsi-prinsip berikut ini:
1.      Pendidikan multicultural harus menawarkan beragam kurikulum yang merepresentasikan pandangan dan perspektif orang banyak.
2.      Pendidikan multicultural harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada penafsiran tunggal terhadap kebenaran sejarah
3.      Kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif dengan sudut pandang kebudayaan yang berbeda-beda
4.      Pendidikan multicultural harus mendukung prinsip-prinsip pokok dalam memberantas pandangan klise, tentang ras, budaya dan agama.
Nilai dasar dalam pendidikan multicultural adalah toleransi. Menurut Gay’s, prinsip-prinsip penting dalam menerapkan pendidikan multicultural adalah kurikulum berdasarkan sejarah dan berpusat pada keragaman, berorientasi pada perbaikan, pengajaran mengarah pada keragaman, kurikulum tegantung pada konteks, bersifat menyerap keragaman dan dapat diterapkan secara luas dan bersifat komprehensif dan mencakup semua level pendidikan. Jadi, isi dari pendekatan, dan evaluasi kurikulum harus menghargai perbedaan dan tidak diskriminatif. Isi dan bahan ajar di sekolah perlu dipilih yang sungguh menekankan pengenalan dan penghargaan terhadap budaya dan nilai lain.
Sesuai prinsip pendidikan multicultural, maka aktivitas pembelajaran di sekolah disarankan untuk memberi perhatian pada kompleksitas dinamis dari berbagai factor yang mempengaruhi interaksi manusia, seperti fisik, mental, kemampuan, kelas, gender, usia, politik, agama dan etnisitas.
Pendidikan multicultural biasanya mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
a.       Tujuannya membentuk “manusia budaya” dan menciptakan “masyarakat berbudaya (berperadaban)”
b.      Materinya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis (cultural)
c.       Metodenya demokratis, yang menghargaiaspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis (multikulturalis)
d.      Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya

E.     Tujuan  Pendidikan Multikultural
Tujuan pendidikan multikultural ada dua, yakni tujuan awal dan tujuan akhir. Tujuan awal merupakan tujuan sementara karena tujuan ini hanya berfungsi sebagai perantara agar tujuan akhirnya tercapai dengan baik.
Pada dasarnya tujuan awal pendidikan multikultural yaitu membangun wacana pendidikan, pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan dan mahasiswa jurusan ilmu pendidikan ataupun mahasiswa umum. Harapannya adalah apabila mereka mempunyai wacana pendidikan multikultural yang baik maka kelak mereka tidak hanya mampu untuk menjadi transormator pendidikan multikultural yang mampu menanamkan nilai-nilai pluralisme, humanisme dan demokrasi secara langsung di sekolah kepada para peserta didiknya.
Sedangkan tujuan akhir pendidikan multikultural adalah peserta didik tidak hanya mampu memahami dan menguasai materi pelajaran yang dipelajarinya akan tetapi diharapakan juga bahwa para peserta didik akan mempunyai karakter yang kuat untuk selalu bersikap demokratis, pluralis dan humanis. Karena tiga hal tersebut adalah ruh pendidikan multikultural Ainul Yaqin (2005).

F.     Metode dan Pendekatan Pendidikan Multikultural
Sebagai sebuah konsep yang harus dituangkan ke dalam sistem kurikulum, biasanya pendidikan multikultural secara umum digunakan metode dan pendekatan (method and approaches) yang beragam. Adapun metode yang dapat digunakan dalam pendidikan multikultural adalah sebagai berikut:
1.                  Metode Kontribusi
Dalam penerapan metode ini pembelajar diajak berpartisipasi dalam memahami dan mengapresiasi kultur lain. Metode ini antara lain dengan menyertakan pembelajar memilih buku bacaan bersama, melakukan aktivitas bersama. Mengapresiasikan even-even bidang keagamaan maupun kebudayaan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Pebelajar bisa melibatkan pembelajar didalam pelajaran atau pengalaman yang berkaitan dengan peristiwa ini. Namun perhatian yang sedikit juga diberikan kepada kelompok-kelompok etnik baik sebelum dan sesudah event atau signifikan budaya dan sejarah peristiwa bisa dieksplorasi secara mendalam.
Namun metode ini memiliki banyak keterbatasan karena bersifat individual dan perayaan terlihat sebagai sebuah tambahan yang kenyataannya tidak penting pada wilayah subjek inti.
2.      Metode Pengayaan
Materi pendidikan, konsep, tema dan perspektif bisa ditambahkan dalam kurikulum tanpa harus mengubah struktur aslinya. Metode ini memperkaya kurikulum dengan literatur dari atau tentang masyarakat yang berbeda kultur atau agamanya. Penerapan metode ini, misalnya adalah dengan mengajak pembelajar untuk menilai atau menguji dan kemudian mengapresiasikan cara pandang masyarakat tetapi pembelajar tidak mengubah pemahamannya tentang hal itu, seperti pernikahan, dan lain-lain.
Metode ini juga menghadapi problem sama halnya metode kontributif, yakni materi yang dikaji biasanya selalu berdasarkan pada perspektif sejarahwan yangmainstream. Peristiwa, konsep, gagasan dan isu disuguhkan dari perspektif yang dominan.
3.      Metode Transformatif
Metode ini secara fundamental berbeda dengan dua metode sebelumnya. Metode ini memungkinkan pembelajar melihat konsep-konsep dari sejumlah perspektif budaya, etnik dan agama secara kritis. Metode ini memerlukan pemasukan perspektif-perspektif, kerangka-kerangka referensi dan gagasan-gagasan yang akan memperluas pemahaman pembelajar tentang sebuah ide.
Metode ini dapat mengubah struktur kurikulum, dan memberanikan pembelajar untuk memahami isu dan persoalan dari beberapa perspektif etnik dan agama tertentu. Misalnya, membahas konsep “makanan halal” dari agama atau kebudayaan tertentu yang berpotensi menimbulkan konflik dalam masyarakat. Metodeini menuntut pembelajar mengolah pemikiran kritis dan menjadikan prinsip kebhinekaan sebagai premis dasarnya.
4.      Metode Pembuatan Keputusan dan Aksi Sosial
Metode ini mengintegrasikan metode transformasi dengan aktivitas nyata dimasyarakat, yang pada gilirannya bisa merangsang terjadinya perubahan sosial. Pembelajar tidak hanya dituntut untuk memahami dan membahas isu-isu sosial, tapi juga melakukan sesuatu yang penting berkaitan dengan hal itu.
Metode ini memerlukan pembelajar tidak hanya mengeksplorasi dan memahami dinamika ketertindasan tetapi juga berkomitmen untuk membuat keputusan dan mengubah sistem melalui aksi sosial. Tujuan utama metode ini adalah untuk mengajarkan pembelajar berpikir dan kemampuan mengambil keputusan untuk memberdayakan mereka dan membantu mereka mendaptkan sense kesadaran dan kemujaraban berpolitik.
Pendekatan-pendekatan yang mungkin bisa dilakukan di dalam pendidikan kultural adalah sebagai berikut:
a.      Pendekatan Historis
Pendekatan ini mengandaikan bahwa materi yang diajarkan kepada pembelajar dengan menengok kembali ke belakang. Maksudnya agar pebelajar dan pembelajar mempunyai kerangka berpikir yang komplit sampai ke belakang untuk kemudian mereflesikan untuk masa sekarang atau mendatang. Dengan demikian materi yang diajarkan bisa ditinjau secara kritis dan dinamis.
b.      Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini mengandaikan terjadinya proses kontekstualisasi atas apa yang pernah terjadi di masa sebelumnya atau datangnya di masa lampau.  Dengan pendekatan ini  materi yang diajarkan bisa menjadi aktual, bukan karena dibuat-buat tetapi karena senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman yang terjadi, dan tidak bersifat indoktrinisasi karena kerangka berpikir yang dibangun adalah kerangka berpikir kekinian. Pendekatan ini bisa digabungkan dengan metode kedua, yakni metode pengayaan.
c.       Pendekatan Kultural
Pendekatan ini menitikberatkan kepada otentisitas dan tradisi yang berkembang. Dengan pendekatan ini pembelajar bisa melihat mana tradisi yang otentik dan mana yang tidak. Secara otolatis pebelajar juga bisa mengetahui mana tradisi arab dan mana tradisi yang datang dari islam.
d.      Pendekatan Psikologis
Pedekatan ini berusaha memperhatikan situasi psikologis perseorangan secara tersendiri dan mandiri. Artinya masing-masing pembelajar harus dilihat sebagai manusia mandiri dan unik dengan karakter dan kemampuan yang dimilikinya. Pendekatan ini menuntut seorang pebelajar harus cerdas dan pandai melihat kecenderungan pembelajar sehingga ia bisa mengetahui metode-metode mana saja yang cocok untuk pembelajar.

e.       Pendekatan Estetik
Pendekatan estetik pada dasarnya mengajarkan pembelajar untuk berlaku sopan dan santun, damai, ramah, dan mencintai keindahan. Sebab segala materi kalau hanya didekati secara doktrinal dan menekan adanya otoritas-otoritas kebenaran maka pembelajar akan cenderung bersikap kasar. Sehingga mereka memerlukan pendekatan ini untuk mengapresiasikan segala gejala yang terjadi di masyarakat dengan melihatnya sebagai bagian dari dinamika kehidupan yang bernilai seni dan estetis.
f.       Pendekatan Berprespektif Gender
Pendekatan ini mecoba memberikan  penyadaran kepada pembelajar untuk tidak membedakan jenis kelamin karena sebenarnya jenis kelamin bukanlah hal yang menghalangi seseorang untuk mencapai kesuksesan. Dengan pendekatan ini, segala bentuk konstruksi sosial yang ada di sekolah yang menyatakan bahwa perempuan berada di bawah laki-laki bisa dihilangkan.
Keenam pendekatan ini sangat memungkinkan bagi terciptanya kesadaran multikultural di dalam pendidikan dan kebudayaan. Dan tentu saja, tidak menutup kemungkinan berbagai pendekatan yang lainnya, selain enam yang disebutkan tadi di atas, sangat mungkin untuk diterapkan. Agar terwujudnya pendidikan yang multikultural di negeri kita Indonesia.
  
G. Kelebihan dan Kekurangan Serta Solusinya
1.      Kelebihan Pendidikan Multikultural
Dalam pendidikan multikultural, ada dimensi-dimensi yang harus diperhatikan. Menurut James Blank (2003) ada lima dimensi pendidikan multikultural yang saling berkaitan, yaitu sebagai berikut:
a.         Mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi, dan teori dalam mata pelajaran.
b.         Membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran.
c.         Menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik.
d.         Mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajarannya.
e.         Melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, berinteraksi dengan seluruh siswa dan staf yang berbeda ras dan etnis untuk menciptakan budaya akademik.
2.      Kekurangan Pendidikan Multikultural dan Solusinya
Mengimplementasikan pendidikan multikultural di sekolah mungkin saja akan mengalami hambatan atau kendala dalam pelaksanaannya. Ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian dan sejak awal perlu diantisipasi antara lain sebagai berikut:


a.       Perbedaan Pemaknaan terhadap Pendidikan Multikultural
Perbedaan pemaknaan akan menyebabkan perbedaan dalam mengimplementasikannya. Multikultural sering dimaknai orang hanya sebagai multi etnis sehingga bila di sekolah mereka ternyata siswanya homogen etnisnya, maka dirasa tidak perlu memberikan pendidikan multikultural pada mereka. Padahal pengertian pendidikan multikultural lebih luas dari itu. H.A.R. Tilaar (2002) mengatakan bahwa pendidikan multikultural tidak lagi semata-mata terfokus pada perbedaan etnis yang berkaitan dengan masalah budaya dan agama, tetapi lebih luas dari itu. Pendidikan multikultural mencakup arti dan tujuan untuk mencapai sikap toleransi, menghargai keragaman, dan perbedaan, menghargai HAM, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, menyukai hidup damai, dan demokratis. Jadi, tidak sekadar mengetahui tata cara hidup suatu etnis atau suku bangsa tertentu.
b.      Munculnya Gejala Diskontinuitas
Dalam pendidikan multikultural yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kebersamaan sering terjadi diskontinuitas nilai budaya. Peserta didik memiliki latar belakang sosiokultural di masyarakatnya sangat berbeda dengan yang terdapat di sekolah sehingga mereka mendapat kesulitan dalam beradaptasi di lingkungan sekolah. Tugas pendidikan, khususnya sekolah cukup berat. Di antaranya adalah mengembangkan kemungkinan terjadinya kontinuitas dan memeliharanya, serta berusaha menyingkirkan diskontinuitas yang terjadi. Untuk itu, berbagai unsur pelaku pendidikan di sekolah, baik itu guru, kepala sekolah, staf, bahkan orangtua dan tokoh masyarakat perlu memahami secara seksama tentang latar belakang sosiokultural peserta didik sampai pada tipe kemampuan berpikir dan kemampuan menghayati sesuatu dari lingkungan yang ada pada peserta didik. Sekolah memiliki kewajiban untuk meratakan jalan untuk masuk ke jalur kontinuitas.
c.       Rendahnya Komitmen Berbagai Pihak
Pendidikan multikultural merupakan proses yang komprehensif sehingga menuntut komitmen yang kuat dari berbagai komponen pendidikan di sekolah. Hal ini kadang sulit untuk dipenuhi karena ketidaksamaan komitmen dan pemahaman tentang hal tersebut. Berhasilnya implementasi pendidikan multikultural sangat bergantung pada seberapa besar keinginan dan kepedulian masyarakat sekolah untuk melaksanakannya, khususnya adalah guru-guru.
Arah kebijakan pendidikan di Indonesia di masa mendatang menghendaki terwujudnya masyarakat madani, yaitu masyarakat yang lebih demokratis, egaliter, menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan persamaan, serta menghormati perbedaan.
d.      Kebijakan-kebijakan yang Suka Akan Keseragaman
Sudah sejak lama kebijakan pendidikan atau yang terkait dengan kepentingan pendidikan selalu diseragamkan, baik yang berwujud benda maupun konsep-konsep. Dengan adanya kondisi ini, maka para pelaku di sekolah cenderung suka pada keseragaman dan sulit menghargai perbedaan. Sistem pendidikan yang sudah sejak lama bersifat sentralistis, berpengaruh pula pada sistem perilaku dan tindakan orang-orang yang ada di dunia pendidikan tersebut sehingga sulit menghargai dan mengakui keragaman dan perbedaan.
BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Pengertian “Multikultural” mencakup pengalaman yang membentuk persepsi umum terhadap usia, gender, agama, status sosial ekonomi, jenis identitas budaya, bahasa, ras dan berkebutuhan khusus. Pendidikan Multikultural merupakan ide, gerakan pembaharuan pendidikan dan proses pendidikan yang tujuan utamanya adalah untuk mengubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa baik pria maupun wanita, siswa berkebutuhan khusus dan siswa merupakan anggota dari kelompok ras, etnis, dan kultur yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai prestasi akademis. Negara Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai pulau, ras, suku dan kebudayaan-kebudayaan lain. Untuk itu sebagai warga Negara yang cinta tanah air kita harus menjaga keanekaragaman kebudayaan kita. Kita dianjurkan untuk hidup saling berdampingan satu sama lain sehingga tidak ada pertengkaran dan perpecahan kebudayaan.

B.     Saran
Pada sekolah dasar sampai perguruan tinggi saat ini seharusnya diadakan pembelajaran yang berbasis budaya agar budaya milik negara kita tidak punah atau di klaim oleh bangsa lain.


DAFTAR PUSTAKA

Mahfud Choirul,2011,”Pendidikan Multikultural,penerbit pustaka pelajar
www.google.pendidikan multikultutural







Tidak ada komentar:

Posting Komentar