MANAJEMEN STRES KERJA GURU
(Studi
Deskriptif Kualitatif di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Bidang
Ilmu Administrasi Pendidikan
Oleh
JON SASTRO
A2K012116
PROGRAM STUDI
MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2014
LEMBAR PERSETUJUAN
MANAJEMEN STRES KERJA GURU
(Studi
Deskriptif Kualitatif di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu)
PERNYATAAN
“Tesis ini
merupakan karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau
pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan
Atas pernyataan
saya ini, saya siap menanggung resiko dan sanksi jika di kemudian hari
ditemukan pelanggaran dalam karya saya”
Bengkulu, Oktober
2014
Penulis,
JON SASTRO
NIM. A2K012116
DISETUJUI
DAN DISAHKAN OLEH
Pembimbing I,
Prof. Dr. Rohiat, M.Pd
NIP: 19500521.198312.1.001
|
Pembimbing II,
Dr. Osa Juarsa, M.Pd
NIP: 19620615.198603.1.027
|
Mengetahui
Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan
PPs FKIP Universitas Bengkulu
Dr. Aliman, M.Pd
NIP: 19551023.198303.1.001
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul
Tesis : MANAJEMEN STRES KERJA GURU
(Studi Deskriptif
Kualitatif di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu)
Nama : JON SASTRO
NIM : A2K012116
PERSETUJUAN PANITIA UJIAN
|
No
|
Nama dan Kedudukan
|
Tanda Tangan
|
Tanggal
|
1
|
Dr. Aliman, M.Pd
Ketua
|
|
|
2
|
Dr. Osa Juarsa, M.Pd
Sekretaris
|
|
|
PERSETUJUAN PERBAIKAN DAN
PENYEMPURNAAN
DARI DEWAN PENGUJI TESIS
|
No
|
Nama dan Kedudukan
|
Tanda Tangan
|
Tanggal
|
1
|
Dr. Aliman, M.Pd
Ketua
|
|
|
2
|
Dr. Osa Juarsa, M.Pd
Sekretaris
|
|
|
3
|
Prof. Dr. Rohiat, M.Pd
Pembimbing 1
|
|
|
4
|
Dr. Osa Juarsa, M.Pd
Pembimbing 2
|
|
|
5
|
Prof. Dr. Bambang Sahono, M.Pd
Penguji Ahli 1
|
|
|
6
|
Dr. Zakaria, M.Pd
Penguji Ahli 2
|
|
|
7
|
Dr. Puspa Djuwita, M.Pd
Penguji Ahli 3
|
|
|
PERNYATAAN
Saya
yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Jon Sastro
NPM : A2K012116
Program
Studi :
Magister Administrasi Pendidikan
Alamat
Rumah : Jl. RE. Martadinata No 82. Bengkulu
Nomor
HP : 085267620007
Menyatakan
bahwa karya saya berupa tesis dengan judul:
MANAJEMEN
STRES KERJA GURU
(Studi
Deskriptif Kualitatif di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu)
Merupakan karya asli saya sendiri dan
saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak
sesuai dengan etika keilmuan.
Atas pernyataan ini saya siap menerima
resiko dan sanksi jika dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran dalam karya
saya.
Demikian surat pernyataan ini dibuat
dengan sebenarnya untuk digunakan sebagaimana ketentuan yang berlaku.
|
Bengkulu, Oktober 2014
Yang membuat pernyataan,
JON
SASTRO
A2K012116
|
ABSTRACT
THE
STRESS MANAGEMENT OF TEACHERS’ WORK
(Descriptive
Qualitative Study in Public Junior High School 4 in Bengkulu City)
JON SASTRO
Thesis S2
Study Program of Educational Administration
Post
Graduated, Faculty Teacher Training and Education
University of
Bengkulu, 2014. 112 Pages
The purpose of this research was to describe the
stress management of teachers’ work in Public Junior High School Number 4 in Bengkulu City. This
research used qualitative method. The subjects of the research were the school manager (principal), wise
principals and all of teachers.
Data collected by using observation, interview
and documentation. The collected data then analyzed data by using qualitative technique.
The steps of data analyzed were: reduction data, display data, verifying and conclusion. The result of
this research showed that the stress management of teachers’ work in needed to raise the motivation and performance quality of
teachers’ work and stress
management of teachers’ work has been done in
accordance with the planned.
Key Words :
Stress Management, Teachers’ Work
RINGKASAN
MANAJEMEN
STRES KERJA GURU
(Studi
Deskriptif Kualitatif di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu)
JON SASTRO
Tesis Program
Studi Magister Administrasi Pendidikan,
Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas
Bengkulu, 2014. 112 halaman
Rumusan masalah
umum penelitian adalah “bagaimana manajemen stress kerja guru di SMP N 4 Kota
Bengkulu?”. Rumusan masalah khusus penelitian adalah: Faktor-faktor apa saja
yang menyebabkan terjadinya stress kerja guru? Bagaimana upaya kepala sekolah
mengatasi stres kerja guru? Bagaimana hasil pelaksanaan manajemen stress kerja
guru?
Secara
umum tujuan penelitian adalah mendeskripsikan manajemen stress kerja guru di SMP
N 4 Kota Bengkulu. Tujuan khusus penelitian adalah mendeskripsikan faktor-faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya stress kerja guru, mendeskripsikan upaya
kepala sekolah mengatasi stres kerja guru dan mendekripsikan hasil pelaksanaan
manajemen stress kerja guru.
Metode penelitian yaitu deskriptif kualitatif.
Subyek penelitian yaitu kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru SMP N 4
Kota Bengkulu. Pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan
dokumentasi. Teknik analisis data melalui reduksi data, display data dan
menarik kesimpulan data.
Secara umum hasil penelitian menunjukan bahwa
manajemen stress kerja guru telah dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan
yaitu melalui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta evaluasi. Secara khusus hasil penelitian menujukan sebagai
berikut:
Pertama, peneliti menemukan ada 3 faktor yang
menyebabkan stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu yaitu faktor individual,
faktor organisasional dan faktor lingkungan. Faktor individual meliputi:
masalah keluarga, masalah ekonomi, kepribadian, kesehatan,dan usia. Sedangkan dari faktor organisasional
meliputi seperti: beban kerja yang terlalu berat, gaya kepemimpinan yang kurang
disukai, status profesi, kesulitan dalam mengatur waktu, kurangnya sarana dan
prasarana sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar, serta hubungan dengan
atasan, rekan kerja dan warga sekitar. Yang terakhir faktor lingkungan
meliputi: dukungan sosial dari keluarga, atasan maupun rekan sesama kerja,
ketidakmampuan menggunakan teknologi, menghadapi kenakalan siswa, sikap
masyarakat terhadap pihak sekolah dan kondisi lingkungan kerja.
Kedua, upaya
yang dilakukan kepala sekolah dalam manajemen stress kerja guru ada empat
langka yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Dalam perencanaan kepala sekolah melakukan
pendekatan-pendekatan terhadap guru untuk mengetahui lebih dalam permasalahan
yang dihadapi guru trutama masalah yang
mengakibatkan stress kerja pada guru, seperti: mengenali
faktor-faktor apa saja yang menyebabkan stress, bagaimana gejalanya, serta
memahami tingkatan stress yang guru hadapi.
Kemudian
dalam pelaksanaannya ada beberapa langkah yang dilakukan kepala sekolah yaitu:
melakukan pendekatan individu, pendekatan organisasi, mengelola waktu bawahan,
seleksi dan penempatan, rancangan ulang pekerjaan, keterlibatan guru terhadap
keputusan-keputusan, membangun komunikasi, menciptakan program pengembangan
serta menerapkan reward dan punishment.
Manajemen stress kerja guru tidak
terlepas dari pengawasan, sehingga melalui pengawasan tersebut perlu di lakukan
evaluasi. Dalam evaluasi yang dilakukan
oleh kepala sekolah tidak begitu terlalu jelas namun
berdasarkan penjelasan dari kepala sekolah bahwa evaluasi adalah bagian dari
manajemen sehingga evaluasi perlu dilakukan. Dalam evaluasi yang dilakukan
kepala sekolah yaitu terus mengawasi dan memperbaiki progam-program yang di
anggap gagal serta meningkatkan terus program-program yang sudah dianggap
berhasil.
Ketiga,
hasil manajemen stress kerja guru menujukkan bahwa hal yang paling menonjol dan
jelas yaitu menurunnya persentase ketidakhadiran guru, sehingga ini
mengindikasikan bahwa guru betah berada di sekolah, dan hilangnya rasa bosan
guru disekolah. Kemudian juga ada perubahan yang lainnya seperti: meningkatnya
motivasi guru, kinerja meningkat, berkomunikasi lebih lancar, dengan atasan
lebih akrab, lebih berkeluarga, lebih kepercayaan diri, kemauan untuk sukses
tinggi, prestasi kerja meningkat serta kinerjanya memuaskan dengan
prestasi-prestasi yang membanggakan. Hal ini di buktikan bahwa akhir-akhir ini
SMP N 4 Kota Bengkulu kebanjiran penghargaan, ini tidak lepas dari kemampuan
seorang kepala sekolah dalam manajemen stress kerja guru.
Secara umum simpulan penelitian menunjukan bahwa
manajemen stress kerja guru telah dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan
yaitu melalui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta evaluasi. Simpulan secara
khusus sebagai berikut: pertama, ada
3 faktor yang menyebabkan stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu yaitu faktor
individual, faktor organisasional dan yang terakhir adalah faktor lingkungan.
Kedua, upaya
yang dilakukan kepala sekolah dalam manajemen stress kerja guru ada empat
langka yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Dalam perencanaan kepala sekolah melakukan
pendekatan-pendekatan terhadap guru untuk mengetahui masalah yang mengakibatkan
stress kerja pada guru. Kemudian dalam pelaksanaannya ada beberapa langkah yang
dilakukan kepala sekolah yaitu: melakukan pendekatan individu, pendekatan
organisasi, mengelola waktu bawahan, seleksi dan penempatan, rancangan ulang
pekerjaan, keterlibatan guru terhadap keputusan-keputusan, membangun
komunikasi, menciptakan program pengembangan serta menerapkan reward dan
punishment.
Manajemen
stress kerja guru tidak terlepas dari pengawasan, sehingga melalui pengawasan
tersebut perlu di lakukan evaluasi. Dalam evaluasi yang dilakukan oleh kepala sekolah tidak
begitu terlalu jelas namun berdasarkan penjelasan dari kepala sekolah bahwa
evaluasi adalah bagian dari manajemen sehingga evaluasi perlu dilakukan. Dalam
evaluasi yang dilakukan kepala sekolah yaitu terus mengawasi dan memperbaiki
progam-program yang di anggap gagal serta meningkatkan terus program-program
yang sudah dianggap berhasil.
Ketiga, hasil manajemen stress kerja guru
menujukkan bahwa hal yang paling menonjol dan jelas yaitu menurunnya persentase
ketidak hadiran guru, sehingga ini mengindikasikan bahwa guru betah untuk
berada di sekolah, dan hilangnya rasa bosan guru disekolah. Kemudian juga ada
perubahan yang lainnya seperti: meningkatnya motivasi guru, kinerja meningkat,
berkomunikasi lebih lancar, dengan atasan lebih akrab, lebih berkeluarga, lebih
percaya diri, kemauan untuk sukses tinggi, prestasi kerja meningkat serta
kinerjanya memuaskan.
Saran penelitian ini Pertama, kepala sekolah hendaknya cepat
tanggap terhadap penyebab-penyebab stress kerja guru seperti: pertama, penyebab
stres faktor individu, kepala sekolah hendaknya terus melakukan
pendekatan-pendekatan individu agar mengetahui penyebab-penyebab stress pada
guru. Kedua, Penyebab stress faktor organisasi, hendaknya kepala sekolah juga
melakukan pendekatan organisasional dengan melibatkan semua pihak sekolah dalam
mengatasi stress kerja guru. ketiga penyebab stres faktor lingkungan, kepala
sekolah hendaknya juga memperhatikan lingkungan sekolah sehingga tercipta
lingkungan yang sehat, serta meningkatkan dukungan terhadap para guru.
Kedua,
hendaknya kepala
sekolah meningkatkan lagi kemampuan manajemen stress kerja guru serta
meningkatkan lagi program-program dan kegiatan-kegitan yang dapat mengurangi
tingkat stress kerja guru. Dan lebih banyak lagi strategi-strategi yang
diterapakan dalam manajemen stress kerja guru.
Ketiga,
hasil manajemen stress
kerja guru yang didapat hendaknya terus di tingkatkan oleh pihak sekolah agar
tidak ada lagi faktor-faktor stress yang dapat merugikan sekolah, sehingga
dapat meningkatkan kinerja dan prestasi kerja guru.
KATA
PENGANTAR
Bismillahirramanirrahim
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah, taufik, dan inayah-Nya
kepada kita semua, sehingga kita bisa menjalani kehidupan ini sesuai dengan
ridho-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW, karena beliau adalah salah satu figur umat yang mampu
memberikan syafa’at kelak di hari kiamat.
Tesis ini
berjudul ‘Manajemen Stres Kerja
Guru (Studi Deskriptif Kualitatif di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu)’ diajukan
untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam rangka mendapatkan gelar Magister
Pendidikan Bidang Ilmu Administrasi
Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu 2014.
Penulis
menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna karena kemampuan
dan pengetahuan penulis yang masih terbatas serta berbagai hambatan dan kesulitan yang penulis
hadapi, namun berkat bimbingan, dukungan, motivasi serta saran dari berbagai
pihak penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan sebaik mungkin. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada:
1.
Bapak
Prof. Dr. Rambat Nur Sasongko Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Bengkulu yang telah memberi arahan, masukan dan motivasi untuk giat
menyelesaikan tesis ini.
2.
Bapak
Dr. Aliman, M.Pd Ketua Program Pascasarjana Administrasi Pendidikan FKIP UNIB,
yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan berlangsung.
3.
Bapak
Prof. Dr. Rohiat, M.Pd pembimbing I dan Bapak Dr. Osa Juarsa, M.Pd, pembimbing
II yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, motivasi dan dukungan
kepada penulis dalam penyususnan tesis ini.
4.
Seluruh
dosen MAP dan Staf MAP yang selalu membantu kesulitan penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
5.
Bapak
Hery Suryadi, S.Pd Kepala Sekolah SMP Negeri 4 Kota Bengkulu yang memberikan
izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di SMP N 4 Kota Bengkulu.
6.
Seluruh
dewan guru beserta staf tata usaha SMP N 4 Kota Bengkulu yang menerima dengan
kerendahan hati kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.
7.
Kedua
orang tua saya ayahanda Islanto dan ibunda Wasniah yang telah memberikan doa
dan dukungan moral maupun materi demi keberhasilan penulis dalam penulisan
tesis ini
8.
Kakak
saya Hengki Hermansyah, SH, beserta istri, kakak perempuan saya Heni Puspita,
S.Pd berserta suami dan keponakan tercinta saya Afnan, berkat dukungan kalian
penulis semakin semangat dalam menyelesaikan tesis ini.
9.
Yang
paling spesial buat seseorang yang bernama Enne Puri Kencana yang selalu setia,
mendukung dan memotivasi saya selama ini.
10. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa MAP
angkatan 2012 berkat kebersamaan dan kerja samanya penulis dapat menyelesaikan
tesis ini dengan baik.
Penulis
menyadari bahwa tesis ini jauh dari kata sempurna, maka kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis
ini dapat bermanfaat dimasa yang akan datang. Amin
Wassalamualaikum wr.wb
|
Bengkulu,
Oktober 2014
Penulis
|
DAFTAR ISI
HALAMAN
SAMPUL .......................................................................................... i
LEMBAR
PERSETUJUAN ................................................................................. ii
PERNYATAAN...................................................................................................... iv
ABSTRACT............................................................................................................. v
RINGKASAN
......................................................................................................... vi
KATA
PENGANTAR ........................................................................................... xi
DAFTAR
ISI ........................................................................................................... xiv
DAFTAR
GAMBAR DAN TABEL .................................................................... xvi
DAFTAR
LAMPIRAN .......................................................................................... xvii
BAB
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ............................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah.......................................................................................... 6
C.
Tujuan Penelitian........................................................................................... 6
D.
Kegunaan Penelitian...................................................................................... 7
E.
Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 7
F.
Definisi Konsep ............................................................................................ 8
BAB
II. KAJIAN PUSTAKA
A.
Deskripsi Teoritik ....................................................................................... 10
1.
Stres......................................................................................................... 10
2.
Manajemen
Stres...................................................................................... 30
3.
Kerja
Guru............................................................................................... 41
B.
Hasil Penelitian Yang Relevan ...................................................................... 46
C.
Paradigma Penelitian ..................................................................................... 49
BAB
III. METODE PENELITIAN
A.
Rancangan
Penelitian..................................................................................... 50
B.
Subjek
Penelitian .......................................................................................... 52
C.
Teknik
Pengumpulan Data dan Pengembangan Instrumen .......................... 52
D.
Teknik
Analisis Data ..................................................................................... 61
E.
Pertanggungjawaban
Peneliti......................................................................... 66
BAB
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Penelitian.......................................................................................... .... 68
B.
Pembahasan
Hasil Penelitian .................................................................... .... 89
C.
Keterbatasan
Penelitian............................................................................. .... 104
BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A.
Simpulan
................................................................................................... .... 106
B.
Implikasi
................................................................................................... .... 108
C.
Saran.......................................................................................................... .... 109
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ .... 110
LAMPIRAN........................................................................................................ .... 113
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
DAFTAR GAMBAR
A.
Gambar
2.1. Sumber Stres......................................................................... .... 21
B.
Gambar
2.2. Sumber Stres......................................................................... .... 22
C.
Gambar
2.3. Strategi Manajemen Stress................................................... .... 35
D.
Gambar
2.4. Paradigma Penelitian............................................................ .... 49
E.
Gambar
3.1. Teknik Pengumpulan Data................................................... .... 53
F.
Gambar 3.2. Komponen-Komponen Analisis Data................................... .... 63
G.
Gambar 4.1. Pengaruh stres dengan Prestasi Kerja................................... .... 103
DAFTAR
TABEL
A.
Tabel 2.1. Manajemen Stres...................................................................... .... 34
B.
Tabel 3.1. Kisi-kisi Pengembangan Instrumen.......................................... .... 59
C. Table 4.1 Penyebab Stres
Faktor Individual.................................... ... 69
D. Table 4.2 Penyebab Stres
Faktor Organisasional.............................. ... 72
E. Table 4.3 Penyebab Stres
Faktor Lingkungan.................................. ... 75
DAFTAR
LAMPIRAN
A. Lampiran 1. Kisi-kisi
Pengebangan Instrumen............................................... .... 113
B. Lampiran 2. Kisi-kisi Pengembangan Wawancara......................................... .... 115
C. Lampiran 3. Transkrip Hasil Wawancara....................................................... .... 120
D. Lampiran
4. Alur Fikir Penelitian................................................................... .... 158
E. Lampiran 5. Profil Sekolah............................................................................. .... 161
F. Lampiran 6. Foto-Foto Dokumentasi............................................................. .... 178
G. Lampiran
7. SK Pembimbing......................................................................... .... 189
H. Lampiran
8. Surat Penelitian Dari UNIB....................................................... .... 190
I. Lampiran
9. Surat Izin dari Dinas Pendidikan Kota Bengkulu..................... .... 191
J. Lampiran
10. SK Telah Melaksanakan Penelitian dari SMP N 4 Kota Bengkulu 192
K. Lampiran
11. Riwayat Hidup......................................................................... .... 193
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Dalam kehidupan
sehari-hari kita sering menjumpai individu yang mengalami stres. Stress
merupakan suatu kondisi
ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi setiap individu. Artinya stress dialami oleh setiap individu, tidak
mengenal jenis kelamin, usia, kedudukan, jabatan, atau status sosial ekonomi.
Stress bisa dialami oleh bayi, anak-anak, remaja atau dewasa, dialami oleh
pejabat dan rakyat jelata, dialami oleh pengusaha atau karyawan, dialami oleh
orang tua atau anak, dialami oleh guru maupun siswa, dan dialami oleh pria maupun
wanita (Nini, 2011. http://www.psikoterapis.com/).
Stres tersebut
tidak hanya dalam kehidupan sosial-ekonominya saja tetapi juga dalam bekerja.
Pekerjaan yang terlalu sulit serta keadaan sekitar yang penat juga akan dapat
menyebabkan stres dalam bekerja.
Banyak individu yang tidak
menyadari gejala timbulnya stres tersebut dalam kehidupannya padahal apabila
kita mengetahui lebih awal mengenai gejala stres tersebut kita dapat
mencegahnya. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan maksud agar terjaminnya
keamanan dan kenyamanaan dalam bekerja. Apabila seseorang yang mengalami stres
melakukan pekerjaan itu malah akan mengganggu kestabilan dalam bekerja. Untuk menjaga kestabilan kerja tersebut psikis seseorang
juga harus stabil agar terjadi singkronisasi yang harmonis antara faktor
kejiwaan serta kondisi yang terjadi. Jadi kita harus benar-benar memperhatikan
secara lebih baik lingkungan yang dapat mempengaruhi psikis seseorang sehingga
stres dapat dicegah.
Namun tidak dapat dihindari bahwa stres juga dapat kita jumpai di dunia
pendidikan yaitu guru. Guru mengalami stres karena pengaruh dari pekerjaan itu
sendiri maupun lingkungan tempat kerja. Seseorang guru yang mengalami stres
dalam bekerja tidak akan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Disinilah
muncul peran dari kepala sekolah untuk memperhatikan setiap kondisi stres yang
dialami oleh gurunya. Dalam hal ini dapat menentukan penanganan yang terbaik bagi guru
tersebut dengan tidak mengurangi kinerja guru tersebut.
Para guru saat
ini semakin didesak untuk menjadi guru yang berprestasi dibidangnya sesuai
dengan perubahan dan tuntutan masyarakat. Banyaknya tuntutan ini lah yang
membuat para guru mengalami stress, apalagi guru merupakan pribadi yang harus
berkembang dan bersifat dinamis. Perubahan paradigma pola mengajar guru yang
pada mulanya sebagai sumber informasi bagi siswa dan selalu mendominasi
kegiatan dalam kelas berubah menuju paradigma yang memposisikan guru sebagai
fasilitator dalam proses pembelajaran sekaligus merupakan pusat inisiatif
pembelajaran (Mulyasa, 2005:9). Kenyataan ini mengharuskan guru untuk selalu
meningkatkan kemampuannya terutama memberikan ketauladanan, membangun kemauan,
dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
Supardi (2013:7)
berpendapat bahwa guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
pendidikan di suatu negara, maka setiap usaha peningkatan mutu pendidikan perlu
memberikan perhatian besar kepada peningkatan kinerja guru. Guru dituntut
memiliki kinerja yang mampu memberikan dan merealisasikan harapan dan keinginan
semua pihak terutama masyarakat umum yang telah mempercayai sekolah dan guru
dalam membina anak didik. Untuk meraih mutu pendidikan yang baik sangat
dipengaruhi oleh kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya sehingga kinerja guru
menjadi tuntutan penting untuk mencapai keberhasilan pendidikan. Secara umum
mutu pendidikan yang baik menjadi tolak ukur bagi keberhasilan kinerja yang ditunjukkan
guru. Sehingga banyaknya tuntutan ini membuat para guru mengalami stress kerja.
Salah satu
masalah yang dihadapi guru sekarang adalah perubahan kurikulum yaitu dari
kurikulum sebelumnya menjadi kurikulum 2013. Dalam pengembangan kurikulum 2013 tidak
semudah yang kita bayangkan, karena banyak sekali terdapat hambatan. Muzamiroh
(2013:120) menjelaskan ada beberapa masalah dalam mengimplementasikan kurikulum
2013, salah satunya yaitu kesiapan guru. Guru
kurang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum disebabkan beberapa hal
yaitu kurang waktu, kekurang sesuaian pendapat, baik dengan sesama guru maupun
kepala sekolah & administrator karena kemampuan dan pengetahuan guru
sendiri Persoalan guru dirasakan krusial karena apabila guru tidak siap mengimplementasikan
kurikulum baru, maka kurikulum sebaik apa pun tidak akan membawa perubahan apa
pun pada dunia pendidikan nasional.
Pernyataan di
atas sependapat dengan Kepala Sekolah SMPN 4 Kota Bengkulu Hery Suryadi, terkait
pelaksanaan kurikulum 2013 di sekolahnya. Beliau mengatakan, "Guru sudah
terbiasa pada gaya lama, yaitu berorientasi pada konten untuk menyelesaikan
materi. Sementara pada kurikulum 2013, orientasi guru adalah mengarahkan siswa
berpikir kritis dan analitis,". Tugas guru kini, tidak hanya mendidik
siswa mampu menjawab pertanyaan, tetapi guru juga harus mampu membuat siswa
mampu membuat pertanyaan. "Untuk bisa berubah ke arah itu memerlukan
waktu”. Hal ini sedikit membuat para guru stress menghadapinya, namun sebagai
sekolah perintis kami harus bangga karena kami dipercaya untuk merintis
kurikulum 2013 ini, jadi, siap tidak siap kami harus siap, dengan beriringnya
waktu, dengan pendekatan-pendekatan dan pelatihan-pelatihan, beberapa guru
sudah mulai terbiasa menyesuaikan dengan kurikulum baru ini walaupun belum
secara menyeluruh”.
Tidak hanya
perubahan kurikulum saja yang membuat para guru SMP Negeri 4 Kota Bengkulu
mengalami stress, tetapi perubahan terhadap pencapaian nilai standar Ujian
Nasional (UN) juga mengakibatkan stress, karena nilai standar Ujuan Nasional
setiap tahun terus ditingkatkan oleh pemerintah. Ironisnya, setiap menjelang
pelaksanaan ujian nasional (UN), perhatian orang tua atau masyarakat lebih
banyak atau lebih terfokus pada siswa, mulai dari persiapan maupun pelaksanaannya.
Berbagai teknik atau strategi mempersiapkan UN bagi para siswa banyak
dibicarakan. Bimbingan-bimbingan belajar UN semakin menjamur. Tabligh atau zikir
akbar dikumandangkan untuk para siswa yang akan menghadapi UN. Sayangnya
perhatian pada para guru terlupakan. Padahal para guru juga tidak kalah
sibuknya. Mulai dari mempersiapkan bahan ajar yang praktis untuk siap menjawab
UN, atau untuk di review agar siswa mampu menjawab UN dengan lancar, membuat
latihan-latihan soal agar siswa terlatih dalam mengerjakan UN, hingga
meluangkan waktunya untuk memberikan les tambahan, dan sebagainya. Menjelang
pelaksanaan UN tersebut sudah dapat dipastikan bahwa tingkat stress guru akan
mengalami peningkatan.
Selain tingkat
stres para pendidik karena pekerjaan atau kegiatan mereka yang meningkat
menjelang UN, guru juga mempunyai beban psikologis karena mereka dituntut agar
para siswanya harus lulus. Bahkan orang tua, sekolah dan masyarakat mempunyai
asumsi bahwa keberhasilan siswa dalam UN mutlak dipengaruhi oleh peran guru.
Pendapat yang lebih ekstrim lagi dari masyarakat bahwa kegagalan siswa dalam UN
dikarenakan ketidakmampuan guru dalam mengajar. Sesungguhnya,ketidakberhasilan
siswa dalam UN bukan hanya dari faktor guru tapi dipengaruhi oleh banyak hal
misalnya kesehatan siswa pada saat mengerjakan UN, tingkat konsentrasi dan
kewaspadaan siswa dalam mengerjakan soal, serta emosi siswa yang mengakibatkan
mereka panik atau tidak teliti serta tuntutan orang tua yang membuat siswa
stress.
Berdasarkan
permasalahan pada latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mengkaji
secara ilmiah melalui penelitian tentang manajemen stres untuk mengatasi stress
kerja pada guru. Stress menjadi suatu yang melekat dalam kehidupan guru di
sekolah karena stress dapat mempengaruhi prestasi kerja guru. Sehingga stress
perlu mendapatkan perhatian dan pengelolaan yang baik dari kepala sekolah dalam
usaha mencapai tujuan-tujuan sekolah. Penanganan stress yag baik dapat
meningkatkan kepuasan kerja guru, motivasi guru, produktifitas guru serta
meningkatkan prestasi kerja guru. Jadi tanpa penanganan terhadap stress kerja
guru maka akan berakibat buruk bagi diri guru dan akan merugikan sekolah yaitu
dengan menurunnya prestasi kerja guru sehingga produktifitas sekolah juga akan
menurun.
Penelitian ini dilakukan di SMP N 4 kota
Bengkulu karena melalui sejarah SMP N 4 termasuk sekolah non unggulan jika di
bandingkan dengan sekolah yang unggul di kota Bengkulu seperti SMP N 1 dan SMP
N 2 kota Bengkulu. Namun dengan kepemimpinan sekarang SMP 4 Kota Bengkulu mampu
bersaing dengan sekolah unggul dan mendapatkan kepercayaan untuk
menyelenggarakan kurikulum 2013. Bahkan SMP N 4 kota Bengkulu mampu meraih
penghargaan ADIPURA serta mendapatkan penghargaan ADIWIYATA tingkat nasional
tahun 2013, penghargaan ini merupakan penghargaan perdana atau pertama kali
yang diperoleh di Provinsi Bengkulu. Sehingga peneliti tertarik meneliti di SMP
N 4 Kota Bengkulu terutama terhadap kemampuan kepala sekolah dalam mengelola
stress kerja guru untuk meningkatkan kinerja
dan prestasi kerja guru.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang, maka dirumuskan masalah penelitian yang dijabarkan dalam
permasalahan umum dan permasalah khusus sebagai berikut:
1.
Permasalahan
Umum
Bagaimana
manajemen stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu?
2.
Permasalahan
Khusus
a. Faktor-faktor
apa saja yang menyebabkan stress kerja guru?
b. Bagaimana
upaya kepala sekolah mengatasi stres kerja guru?
c. Bagaimana
hasil pelaksanaan manajemen stress kerja guru?
C.
Tujuan
Penelitian
Tujuan
penelitian dapat dijabarkan melalui tujuan umum dan tujuan khusus sebagai
berikut:
1.
Tujuan
Umum
Tujuan umum penelitian
ini adalah untuk mendeskripsikan manajemen stress kerja guru di SMP N 4 Kota
Bengkulu
2.
Tujuan
Khusus
Tujuan khusus
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:
a. Faktor-faktor
yang menyebabkan stress kerja guru
b. Upaya
kepala sekolah mengatasi stres kerja guru
c. Hasil
pelaksanaan manajemen stress kerja guru
D.
Kegunaan
Penelitian
Diharapkan hasil
penelitian ini akan memberikan kegunaan yang optimal baik secara teoritis
maupun secara praktis. Dengan demikian hasil penelitian ini di harapkan dapat
memberikan sumbangan bagi dunia ilmu pendidikan.
1.
Kegunaan
Teoritis
1) Menjadi
masukan untuk pihak sekolah melalui manajemen stress dalam meningkatkan
motivasi dan kinerja guru
2) Menjadi
bahan untuk menambah atau memperkaya khazanah ilmu manajemen stress bagi guru,
dan khususnya bagi manajer pendidikan atau kepala sekolah
2.
Kegunaan
Praktis
1) Menjadi
kerangka acuan bagi manajer pendidikan dan pengelola kegiatan pendidikan
disekolah guna meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
2) Diharapkan
hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan bahan referensi bagi yang
akan melakukan penelitian lanjutan.
E.
Ruang
Lingkup Penelitian
Ruang
lingkup penelitian ini terletak pada kajian manajemen stress kerja guru di SMP
N 4 Kota Bengkulu, dan sebagai subjek penelitian ini adalah kepala sekolah
beserta wakil dan guru-guru. Batasan variabel penelitian yaitu fokus kepada faktor
penyebab stress kerja, upaya kepala sekolah dalam manajemen stres, dan hasil pelaksanaan
manajemen stres kerja guru.
F.
Definisi
Konsep
1.
Stres
Stress merupakan
perasaan tertekan secara terus menerus yang tidak biasa terjadi pada diri
setiap individu karena adanya tuntutan yang membuat individu tersebut merasa
terbebani.
2.
Stress
kerja
Stress kerja merupakan
perasaan tertekan secara terus menerus yang tidak biasa terjadi pada diri
setiap individu karena adanya tuntutan pekerjaan yang membuat individu tersebut
merasa terbebani.
3.
Manajemen
Stress
Manajemen
stres adalah kecakapan menghadapi tantangan dengan cara mengendalikan tanggapan
secara proporsional atau kemampuan penggunaan sumber daya secara efektif untuk
mengatasi perasaan tertekan secara terus menerus yang muncul karena merasa terbebani.
4.
Manajemen
Stress Kerja Guru
Manajemen stress kerja
guru merupakan kemampuan kepala sekolah mengatasi
perasaan tertekan secara terus menerus
pada guru karena adanya beban kerja yang berlebihan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas kerja guru
itu agar menjadi lebih baik lagi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoritik
1. Stres
a. Pengertian
Stress
Masalah-masalah tentang stres pada dasarnya sering
dikaitkan dengan pengertian stres yang terjadi di lingkungan pekerjaan, yaitu
dalam proses interaksi antara seorang karyawan dengan aspek-aspek pekerjaannya.
Di dalam membicarakan masalah stres ini perlu terlebih dahulu untuk memahami
pengertian stress secara umum (Rivai dan Mulyadi, 2010:307).
Menurut Davis yang dikutip oleh Badeni (2013:62),
menyebutkan bahwa:
“Stres adalah kondisi ketegangan emosi pada diri
seseorang yang berproses baik pada pikiran atau mental maupun fisik. Apabila
ini terjadi berlebihan maka akan mengancam kemauannya dalam menghadapi
lingkungannya“.
Adapun menurut Robbins dalam bukunya perilaku
organisasi (2003:793) stress adalah suatu kondisi dinamik dimana seorang
individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait
dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak
pasti dan penting.
Stres
berasal dari bahasa latin “stringere“
yang digunakan pada abad XVII untuk menggambarkan kesukaran, penderitaan dan
kemalangan. Stres yang terlalu berat dapat mengancam kemampuan seseorang untuk
menghadapi lingkungan. Sebagai akibatnya, pada diri para karyawan berkembang
berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu kinerja mereka. Stres Kerja
menurut Landy seperti dikutip Rivai dan Mulyadi (2011:308) ”Stres kerja adalah
ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi
penting bagi dirinya”.
Kemudian menurut Anoraga (2009:108) ”Stres kerja adalah suatu bentuk
tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap suatu perubahan
di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.
Seorang ahli menyebut tanggapan tersebut dengan istilah “fight or fight”. Jadi sebenarnya stress adalah sesuatu yang amat
alamiah”.
Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat
disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah karena adanya ketidakseimbangan
antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek
pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan sehingga dapat
mengakibatkan beberapa dampak positif maupun dampak negatif. Yang lebih
sederhana bahwa stress kerja merupakan tekanan yang
tidak biasa terjadi pada diri setiap individu karena adanya tuntutan pekerjaan
yang membuat individu tersebut merasa terbebani.
b. Jenis
Stres
Quick dan Quick dalam Rivai dan Mulyadi (2011:308)
mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
1.
Eustress, yaitu: hasil dari respon terhadap stres yang
bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut
termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang di asosiasikan dengan
pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
2.
Distress, yaitu: hasil dari respon terhadap stres yang
bersifat tidak sehat, negatif, dan desduktrif (bersifat merusak). Hal tersebut
termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit
kardiovaskular dan tingkat kehadiran (absenteeism)
yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan dan kematian.
c. Penyebab
atau Sumber Stres kerja
Pekerjaan bertujuan memenuhi kebutuhan ekonomi kita
dan menunjukan posisi kita dalam masyarakat. Kerja tidak selamanya membuat kita
puas, bahkan sebagian besar pekerjaanlah yang membuat kita stress. Pekerjaan
yang tidak memberikan kepuasan akan meracuni gairah hidup yang akan menimbulkan
berbagai kekacauan dikehidupan kita. Kurangnya penghargaan, tempat kerja yang
penuh gossip, lingkungan fisik yang tidak sehat, pekerjaan tanpa masa depan,
dan atasan kurang menghargai, semua memberikan sumbangan bagi kekacauan dan
stress di tempat kerja (Gibson, 2004:107).
Menurut Dwiyanti dalam Rivai & Mulyadi (2011:310)
Terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stress kerja, yaitu faktor
lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa
kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan.
Sedangkan faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa atau
pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi
berada dan mengembangkan diri. Betapa pun faktor kedua tidak secara langsung
berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan
cukup besar, maka faktor pribadi ditempatkan sebagai sumber atau penyebab
munculnya stress. Secara umum penyebab stress dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Penyebab
Stres dari Aspek Perilaku yaitu:
a. Tidak
adanya dukungan sosial. Artinya, stres akan cenderung muncul pada para karyawan
yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka. Dukungan sosial di
sini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga.
Banyak kasus menunjukkan bahwa, para karyawan yang mengalami stres kerja adalah
mereka yang tidak mendapat dukungan dari keluarga. Begitu juga ketika seseorang
tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya akan cenderung lebih mudah terkena
stress karena ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan tugasnya.
b. Tidak
adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di kantor. Hal ini
berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan
pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat
memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya. Stres kerja
juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan
keputusan yang menyangkut dirinya.
c. Pelecehan
seksual. Yakni, kontak atau komunikasi yang berhubungan atau dikonotasikan
berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa dimulai
dari yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang sensitif, mengajak
kencan dan semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan, pujian bahkan
senyuman yang tidak pada konteksnya. Dari banyak kasus pelecehan seksual yang
sering menyebabkan stres kerja adalah perlakuan kasar atau pengamayaan fisik
dari lawan jenis dan janji promosi jabatan namun tak kunjung terwujud hanya
karena wanita.
2.
Penyebab
Stres dari Aspek Psikis
a.
Kondisi
lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa suhu yang
terlalu panas, terlalu dingin, tcrlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya.
Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam
menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak
hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara.
Di samping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil munculnya stres
kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibanding yang
lain.
b.
Manajemen
yang tidak sehat. Banyak orang yang stres dalam pekerjaan ketika gaya
kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang
sangat sensitif, tidak percaya orang lain, perfeksionis, terlalu mendramatisir
suasana hati atau peristiwa. Sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di
tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan
peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang akan tidak
leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhirnya akan menimbulkan stress.
c.
Tipe
kepribadian. Seseorang dengan kepribadian tipe A cenderung mengalami stres dibanding
kepribadian tipe B. Beberapa ciri kepribadian tipe A ini adalah sering merasa
diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran, konsentrasi pada
lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak puas terhadap
hidup, cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau
peristiwa yang non kompetitif. Dengan begitu, bagi pihak perusahaan akan selalu
mengalami dilema ketika mengambil pegawai dengan kepribadian tipe A. Sebab, di
satu sisi akan memperoleh hasil yang bagus dan pekerjaan mereka, namun di sisi
lain perusahaan akan mendapatkan pegawai yang mendapat resiko serangan jantung.
3.
Penyebab
Stres dari Aspek Kecemasan yaitu:
a.
Peristiwa
atau pengalaman pribadi. Stres kerja sering disebabkan pengalaman pribadi yang
menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal
sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi
masalah (pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stress
paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati pasangannya, sementara
yang paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal.
b.
Disamping
itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, perasaan tidak
aman, juga termasuk kategori ini.
4.
Penyebab
Stres dari Aspek Ketegangan yaitu:
a.
Adanya
tugas yang terlalu banyak. Banyaknya tugas tidak selalu menjadi penyebab stres,
akan menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak. Sebanding dengan
kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi karyawan.
b.
Supervisor
yang kurang pandai. Seorang karyawan dalam menjalankan tugas sehari-harinya
biasanya di bawah bimbingan sekaligus mempertanggung jawabkan kepada
supervisor. Jika seorang supervisor pandai dan menguasai tugas bawahan, ia akan
membimbing dan memberi pengarahan secara baik dan benar.
c.
Terbatasnya
waktu dalam mengerjakan pekerjaan. Karyawan
biasanya mempunyai kemampuan normal menyelesaikan tugas yang dibebankan
kepadanya. Kemampuan berkaitan dengan keahlian, pengalaman, dan waktu yang
dimiliki. Dalam kondisi tertentu, pihak atasan seringkali memberikan tugas
dengan waktu yang terbatas. Akibatnya, karyawan dikejar waktu untuk
menyelesaikan tugas sesuai tepat waktu yang ditetapkan atasan.
d.
Kurang
mendapat tanggungjawab yang memadai. Faktor ini berkaitan dengan hak dan
kewajiban karyawan. Atasan sering memberikan tugas kepada bawahannya tanpa
diikuti kewenangan yang memadai. Sehingga, jika harus mengambil keputusan harus
berkonsultasi, kadang menyerahkan sepenuhnya pada atasan.
e.
Ambiguitas
peran. Agar menghasilkan performance
yang baik, karyawan perlu mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang diharapkan
untuk dikerjakan dan tanggungjawab dari pekerjaan mereka. Saat tidak ada
kepastian tentang definisi kerja dan apa yang diharapkan dari pekerjaannya akan
timbul ambiguitas peran.
f.
Perbedaan
nilai dengan perusahaan. Situasi ini biasanya terjadi pada para karyawan atau
manajer yang mempunyai prinsip yang berkaitan dengan profesi yang digeluti
maupun prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi (altruisme).
g.
Frustrasi.
Dalam lingkungan kerja, perasaan frustrasi memang bisa disebabkan banyak
faktor. Faktor yang diduga berkaitan dengan frustrasi kerja adalah terhambatnya
promosi, ketidakjelasan tugas dan wewenang serta penilaian dan evaluasi staf, ketidakpuasan
gaji yang diterima, ketidak sesuaian penempatan atau jabatan dan banyak
faktor-faktor lagi yang membuat karyawan frustasi
h.
Perubahan
tipe pekerjaan, khususnya jika hal tersebut tidak umum. Situasi ini bisa timbul
akibat mutasi yang tidak sesuai dengan keahlian dan jenjang karir yang di lalui
atau mutasi pada perusahaan lain, meskipun dalam satu grup namun lokasinya dan
status jabatan serta status perusahaannya berada di bawah perusahaan pertama.
i.
Konflik
peran. Terdapat dua tipe umum konflik peran yaitu:
(a)
konflik peran intersender, dimana pegawai berhadapan dengan harapan organisasi
terhadapnya yang tidak konsisten dan tidak sesuai.
(b)
konflik peran intrasender, konflik peran ini kebanyakan terjadi pada karyawan
atau manajer yang menduduki jabatan di dua struktur. Akibatnya, jika
masing-masing struktur memprioritaskan pekerjaan yang tidak sama, akan
berdampak pada karyawan atau manajer yang berada pada posisi dibawahnya,
terutama jika mereka harus memilih salah satu alternative.
Luthans dikutip oleh Rivai dan Mulyadi (2011:313) menyebutkan
bahwa penyebab stres (stresor) terdiri atas empat hal utama, yakni:
1.
Extra organizational stresors, yakni terdiri dari perubahan sosial
teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan
keadaan komunitas/tempat tinggal.
2.
Organizational stresors, yang terdiri dari kebijakan
organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses
yang terjadi dalam organisasi.
3.
Group stresors, yang terdiri dari kurangnya
kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik
intraindividu, interpersonal, dan intergroup.
4.
Individual stresors, yang terdiri dari terjadinya konflik
dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian
tipe A, kontrol personal, learned
helplessness, self-efficacy, dan daya tahan psikologis.
Mulyasa
(2011:275) juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa kondisi yang sering
menimbulkan atau membuat stress pada lingkungan pekerjaan, sebagai berikut:
1)
Beban
kerja yang terlalu berat,
2)
Tekanan
atau desakan waktu,
3)
Perbedaan
nilai atau persepsi anggota dan organisasi,
4)
Pemeriksaan
atau supervise yang berlebihan,
5)
Umpan
balik yang tidak memadai,
6)
Konflik
antar pribadi anggota dan kelompok,
7)
Perubahan
yang sulit dipahami,
8)
Wewenang
tidak sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan,
9)
Peranan
yang bertentangan (antagonis), atau mendua (ambiguity),
10) Frustasi atau kecewa berat,
11) Punishment
dan reward yang tidak memadai.
Copper dan Davidson juga berpendapat yang dikutip
oleh Rivai dan Mulyadi (2011:313) membagi penyebab stres dalam pekerjaan
menjadi dua, yakni:
1. Group
stresors, adalah
penyebab stres yang berasal dari situasi maupun keadaan di dalam perusahaan,
misalnya kurangnya kerjasama antara karyawan, konflik antara individu dalam
suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan sosial dari sesama karyawan di dalam
perusahaan.
2. Individual
stresor, adalah
penyebab stres yang berasal dari dalam diri individu, misalnya tipe kepribadian
seseorang, control personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi terhadap
diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta
ketidakjelasan peran.
Sedangkan menurut Pahmi (2013:257)
stress yang dialami oleh seseorang biasanya dibagi pada 2 (dua) faktor yang
menjadi penyebabnya, yaitu Stress karena tekanan dari dalam (internal factor) dan Stress karena
tekanan dari luar (external factor).
Namun sering
juga stress tersebut dialami oleh kedua faktor tersebut, yaitu disebabkan oleh
faktor internal dan faktor eksternal. Kondisi seperti ini biasanya membuat
seseorang betul-betul berada dalam keadaan yang sangat tidak nyaman. Contohnya
ketika didalam keluarga ia merasa sangat tertekan karena berbagai masalah yang
sedang ia hadapi d keluarga, sedangkan di tempat ia kerja, ia juga mendapatkan
tekanan, seperti beban kerja, konflik dengan rekan kerja bahkan konflik dengan
pimpinan.
STRESSOR
1. Pekerjaan
dan Lingkungan Kerja
a.
Beban
kerja
b.
Konflik
peran
c.
Wewenang
yang tidak seimbang
d.
Ketidak
jelasan tugas
e.
Lingkungan
kerja yang buruk
f.
Atasan
yang tidak menyenangkan
g.
Rekan
kerja yang tidak menyenangkan
2. Lingkungan
a.
Kematian
anggota keluarga
b.
Perceraian,
broken home
c.
Kenakalan
anak-anak
|
Untuk lebih jelasnya,
dari penjelasan tentang penyebab stress di atas
dan sesuai dengan kutipan dalam buku Badeni (2013:65) bahwa dapat
dilukiskan seperti gambar dibawah ini:
Sumber : Marihot Tua
Efendi Harianja (2006) : Prilaku Organisasi
Gamabar
2.1. Sumber Stres
Factor Lingkungan
·
Ketidak
pastian ekonomi
·
Ketidakpastian
politik
·
Ketidak
pastian teknologi
|
Sumber Potensial Konsekuensi
Perbedaan Individu
·
Persepsi
·
Pengalaman
kerja
·
Dukungan
sosial
·
Percaya
terhadap letak pengawasan
·
permusuhan
|
Gejala Fisiologis
·
Sakit
kepala
·
Tekanan
darah tinggi
·
Sakit hati
|
Faktor Organisasi
·
Faktor
tugas
·
Faktor
sarana
·
Tuntutan
antar personal
·
Struktur
organisasi
·
Kepemimpinan
organisasi
·
Tahap
perkembangan organisasi
|
Gejala Psikhologis
·
Gelisah
·
Depresi
·
Penurunan
Kepuasan Kerja
|
Gejala Perilaku
·
Produktivitas
·
Tidak
hadir
·
perpindahan
|
Factor Individu
·
Masalah
keluarga
·
Masalah
ekonomi
·
kepribadian
|
Sumber: Stephen P. Robbins (2003):
Organization Behavior
Gambar 2.2.
Sumber Stres
Menurut Rahayu dalam (www.academia.edu) Studi
tentang Penyebab stress pada guru telah dilakukan (Louden 1987, Dinham 1993,
Punch and Tuetteman 1996, Pithers and Soden 1999, Kyriacou 2001,Sinclair and
Ryan 1987, Dinham 1992). Pada studi mereka ini disimpulkan bahwa stress muncul
jika:
a. Hubungan
Buruk Siswa dan Guru
1) Motivasi
siswa dan rasa hormat pada guru rendah
2) Ada
perilaku buruk siswa yang sulit diatasi dan selalu terjadi berulang-ulang di
kelas
3) Ada
kesalah pahaman atau kurang pengertian antara guru dan murid yang berbeda
kemampuan, kelas, etnik, dan latar belakang budaya
b. Waktu
1) waktu
yang kurang untuk persiapan mengajar
2) tuntutan
yang tidak realistis dari administrasi/atasan
3) keputusan
batas waktu yang tidak realistis
4) harus
mengerjakan beban kerja yang berlebihan dalam waktu yang pendek
c. Konflik
1) Ada
konflik antara perubahan filosofi pendidikan dengan pandangan guru yang selama
ini telah diyakininya bertahun-tahun
2) Kebijakan
Diknas yang menuntut inovasi dan perubahan
3) Aturan
baru yang harus diterapkan dan dilaksanakan tanpa adanya pelatihan
4) Tuntutan
kelengkapan administrasi kelas yang harus dikerjakan
d. Kondisi
Pekerjaan yang Memprihatinkan Seperti:
1) Fasilitas
dan sarana dan sumber belajar yang kurang
2) Jumlah
siswa yang terlalu besar dalam kelas
3) Lingkungan
sekolah yang mengganggu
4) Letak
sekolah yang terisolasi.
e. Kepemimpinan
Sekolah
1) Birokrasi
sekolah yang sangat hierarchical dan
ketidakadilan dalam mengambil keputusan
2) Kepemimpinan
yang otoriter
f. Buruknya
Hubungan Teman Sejawat Seperti
1) Kurang
adanya kepercayaan, kerjasama diantara teman sejawat.
2) Adanya
persaingan yang tidak sehat
g. Perasaan
Ketidakmampuan
1) Guru
merasa tidak mampu atau kurang terampil
2) Guru
harus mengajar diluar bidangnya
3) Tidak
adanya reward dari pimpinan akan
keberhasilan yang telah dicapai guru
h. Tekanan
Ekstra Lainnya
1) Sikap
masyarakat yang negative terhadap guru dan sekolah Kehidupan guru yang tidak
stabil dan tidak berkecukupan.
d. Gejala
atau Dampak Stress Kerja
Menurut Rivai dan Mulyadi (2011:316), Dampak
stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun,
pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan
memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
Stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan, konsekuensi
tersebut dapat berupa turunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustasi
dan sebagainya. Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas
kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain diluar pekerjaan, seperti
tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi,
dan sebagainya.
Stress dapat berdampak positif atau membantu
(fungsional), dapat pula berdampak salah (disfungsional) atau merusak prestasi
kerja secara sederhana. Hal tersebut berarti bahwa stress memiliki potensi
untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan kerja, bergantung seberapa besar tingkat
stress tersebut. Jika tidak ada stress tantanan kerja juga kurang, maka
prestasi kerja cendrung biasa-biasa saja, meskipun tidak dapat dikatakan
rendah. Dengan adanya stress prestasi kerja cendrung naik, sampai tingkat
tertentu membantu seseorang untuk mengerahkan segala sumber daya dalam memenuhi
kebutuhan pekerjaan. Mulyasa (2011:277)
Stress yang tidak teratasi menimbulkan gejala
badaniah, jiwa dan gejala sosial. Dapat ringan, sedang dan berat. Suatu stress
tidak langsung memberi akibat saat itu juga, walaupun banyak di antaranya yang
segera meperlihatkan manifestasinya. Dapat juga bermanifestasi beberapa hari,
minggu, bulan, atau setahun kemudian. Anoraga (2009:109)
Beerhr dan Newman dalam Rivai dan Mulyadi (2011:317)
mengkaji ulang beberapa kasus stress pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala
dari stress pada individu, yaitu:
1.
Gejala
Psikologis, meliputi:
Kecemasan,
ketegangan, bingung, marah, sensitif, memendam perasaan, komunikasi tidak
efektif, mengurung diri, depresi, merasa terasing dan mengasingkan diri,
kebosanan, ketidakpuasaan kerja, lelah mental, menurunnya fungsi intelektual,
kehilangan daya konsentrasi, kehilangan spontanitas dan kreativitas, kehilangan
semangat hidup dan menurunnya harga diri dan rasa percaya diri.
2.
Gejala
Fisik, meliputi:
Meningkatnya
detak jantung dan tekanan darah, meningkatnya sekresi adrenalin dan
noradrenalin, gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung), mudah
terluka, mudah lelah secara fisik, kematian, gangguan kardiovaskuler, gangguan
pernafasan, lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit, kepala pusing,
migrain, kanker, ketegangan otot, problem tidur (sulit tidur, bahkan terlalu
banyak tidur).
3.
Gejala
Perilaku, meliputi:
Menunda
atau menghindari pekerjaan atau tugas, penurunan prestasi dan produktivitas,
meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk, perilaku sabotase,
meningkatnya frekuensi absensi, perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan
atau kekurangan), kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan,
meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi seperti berjudi,
meningkatnya agresifitas dan kriminalitas, penurunan kualitas hubungan
interpersonal dengan keluarga dan teman serta kecenderungan bunuh diri.
Sedangkan
menurut Robbins (2003:800) gejala-gejala stres tersebut dapat dikelompokkan menjadi
tiga kategori umum yaitu:
1.
Gejala Fisiologis
Gejala
fisiologis merupakan gejala awal yang bisa diamati, terutama pada penelitian
medis dan ilmu kesehatan. Stress cenderung berakibat pada perubahan metabolisme
tubuh, meningkatnya detak jantung dan pernafasan, peningkatan tekanan
darah,timbulnya sakit kepala, serta yang lebih berat lagi terjadinya serangan
jantung.
2.
Gejala Psikologis
Dari segi psikologis, stres dapat menyebabkan
ketidakpuasan. Namun bisa saja muncul keadaan psikologis lainnya, misalnya
ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan, suka menunda-nunda. Bukti
menunjukkan bahwa ketika orang ditempatkan dalam pekerjaan dengan tuntutan yang
banyak dan saling bertentangan atau dimana ada ketidakjelasan tugas, wewenang,
dan tanggung jawab pemegang jabatan , maka stres maupun ketidakpuasan akan
meningkat.
3.
Gejala Perilaku
Gejala
stress yang berkaitan dengan perilaku meliputi perubahan dalam tingkat
produktivitas, absensi, kemangkiran, dan tingkat keluarnya karyawan, juga
perubahan dalam kebiasaan makan, merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat,
gelisah, dan gangguan tidur.
Gejala stres menurut Rivai & Mulyadi (2011:309)
ada 7, yaitu;
a.
Kepuasan
kerja rendah.
b.
Kinerja
yang menurun,
c.
Semangat
dan energy menjadi hilang,
d.
Komunikasi
tidak lancar,
e.
Pengambilan
keputusan jelek,
f.
Kreativitas
dan inovasi kurang, dan
g.
Bergulat
pada tugas-tugas yang tidak produktif
Akibat
adanya stres kerja tersebut maka orang akan menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan
pada emosi, proses berpikir dan kondisi fisik individu. Sehingga sebagai hasil
dari adanya stres kerja karyawan mengalami beberapa gejala yang dapat mengancam
dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
Menurut Braham dalam buku Rivai dan Mulyadi
(2010:309), gejala stres dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
1.
Fisik,
yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air
besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung
terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan,
berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan
energi.
2.
Emosional,
yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan sensitif, gelisah dan cemas, suasana
hati mudah berubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif, mudah
bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental.
3.
Intelektual,
yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi,
suka mlamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja.
4.
Interpersonal,
yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun,
mudah mengingkari janji pada orang lain dan senang mencari kesalahan orang lain.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu kondisi ketegangan
yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang di mana ia
terpaksa memberikan tanggapan melebihi kemampuan penyesuaian dirinya terhadap
suatu tuntutan eksternal yang akan
menimbulkan gejala-gejala seperti gejala fisiologis, gejala psikologis
dan gejala prilaku, sehingga akan mempengaruhi kinerja mereka.
2. Manajemen
Stres
Kehidupan
manusia amat kompleks yang menyebabkan stress atau tekanan. Stres merupakan
bagian dari kehidupan manusia sejak dahulu kala tanpa disadari hanya berubah
wajah seiring dari perubahan masa. Stress dialami oleh semua manusia jika
mereka berada dalam keadaan tidak menyenangkan. Secara umum, perkataan stress
telah digunakan secara meluas dalam beberapa konteks yang berbeda. Tekanan dan
kehidupan saling berkaitan dengan gaya hidup, pribadi, faktor keluarga,
perbedaan budaya, perkembangan teknologi yang mendadak. Stress merupakan suatu
penyakit yang sering dikaitkan dengan kesehatan mental dan yang kerap menyerang
masyarakat saat ini. Dalam konteks guru, stress terjadi karena banyaknya
tuntutan atau perubahan yang harus dihadapi oleh guru. Salah satu upaya untuk
menghilangkan stress yaitu dengan manajemen stress. Dalam membahas manajemen
stress ini perlu terlebih dahulu dimengerti secara umum pengertian atau konsep
dasar tentang manajemen dan stress.
Menurut
Daft (2010:06) Manajemen adalah pencapaian tujuan-tujuan organisional secara
efektif dan efisien melalui perencanaan, pengelolaan, kepemimpinan, dan
pengendalian sumber daya-sumber daya organisasional. Sebagai manajer arti
manajemen adalah menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain, dalam artiannya seorang
manajer tidak dapat menyelesaikannya sendirian. Sehingga tugas manajer adalah
menciptakan lingkungan dan kondisi yang melibatkan orang lain dalam mencapai
suatu tujuan.
Menurut Davis yang dikutip oleh Badeni (2013:62),
menyebutkan bahwa “Stres adalah kondisi ketegangan emosi pada diri seseorang
yang berproses baik pada pikiran atau mental maupun fisik. Apabila ini terjadi
berlebihan maka akan mengancam kemauannya dalam menghadapi lingkungannya“.
Adapun menurut Robbins dalam bukunya perilaku organisasi (2003:793) stress
adalah suatu kondisi dinamik dimana seorang individu dihadapkan pada peluang,
tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh
individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting.
Sehingga, manajemen stress adalah
kemampuan penggunaan sumber daya-sumber daya secara efektif untuk mengatasi gangguan
atau kekacauan mental dan emosional yang muncul karena tanggapan (respon).
Tujuan dari manajemen stress itu sendiri adalah untuk memperbaiki kualitas
hidup individu itu agar menjadi lebih baik (Khoyunita.blogspot.com, 2013).
Stress
dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh
dampaknya yang negatif. Manajemen stress lebih daripada sekedar mengatasi, yakni
belajar menanggulangi secara adaptif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk
mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian
para pengidap stress ditempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan
dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang
bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stress, justru
akan menambah masalah lebih jauh.
Sebelum
masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus
diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan penanggulangan.
Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang
solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkaitan dengan penyebab
stress dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya di tempat kerja,
stress dapat timbul pada beberapa tingkat, belajar dari ketidakmampuan bekerja
dengan baik dalam peranan tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan.
Atau bahkan dari sebab tidak adanya keterampilan manajemen hingga sekedar tidak
menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margianti dalam Rivai dan Mulyadi, 2011:319).
a. Strategi
Manajemen Stress Kerja
Di lihat dari
sudut pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya
mengalami stres yang ringan. Karena pada tingkat stres tertentu akan memberikan
akibat positif, hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik.
Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau ringan yang berkepanjangan akan
membuat menurunnya kinerja karyawan.
Stres ringan
mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang
individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen
mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan stres ringan bagi
karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan
dirasakan sebagai tekanan oleh karyawan. Maka diperlukan pendekatan yang tepat
dalam mengelola stres, ada dua
pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi (Sunyoto, 2013:63).
Pertama, pendekatan individual seorang karyawan dapat berusaha
sendiri untuk mengurangi level stresnya. Strategi yang bersifat individual yang
cukup efektif yaitu: pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi dan
dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat
menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa.
Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga
mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres
yang dihadapi pekerja perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai
strategi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan mengumpulkan sahabat,
kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi
dirinya.
Kedua pendekatan
organisasional dapat dilihat bahwa beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari
tugas dan peran serta struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh
manajemen, sehingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu
strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengatasi stres
karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain
pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional dan
program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan
memperoleh pekerjaan sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan
yang mereka inginkan serta adanya hbungan interpersonal yang sehat serta
perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.
Gitosurdawo
dalam buku Mulyasa (2011:279) mengemukakan manajemen stres secara individual
dan organisasi yang akan dibahas dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 2.1.
Manajemen Stres
Secara individu
|
Secara organisasi
|
·
Meningkatkan keimanan
·
Meditasi dan pernapasan
·
Olah raga
·
Relaksasi
·
Dukungan sosial dari teman-teman dan keluarga
·
Menghindari kebiasaan rutin yang membosankan
·
Terapi
|
·
memperbaiki iklim keluarga
·
memperbaiki lingkungan fisik
·
menyediakan sarana olah raga
·
melakukan analisis dan kejelasan
tugas
·
mengubah struktur dan proses organisasi
·
meningkatkan partisipasi dalam
pengambilan keputusan
·
restukturisasi tugas
·
menetapkan konsep manajemen
berdasarkan sasaran
|
Sopiah
(2008:94) berpendapat bahwa ada lima hal yang harus diperhatikan dalam strategi
manajemen stress yang dapat di lihat pada gambar,seperti di bawah ini:
Stress
management strategies
|
Control stress consequences
|
Withdraw from the stressor
|
Gambar2.3. Strategi
Manajemen Stress
1. Remove
the Stressors
Ada
banyak cara untuk menghilangkan stress di tempat kerja. Salah satu solusi
terbaik adalah dengan memberdayakan para pegawai sehingga mereka memiliki
control yang lebih atas pekerjaan dan lingkungan pekerjaan mereka. Stress yang
berhubungan dengan tugas dapat diminimumkan lebih efektif melalui seleksi dan
penempatan pegawai sehingga persyaratan pekerjaan sesuai dengan kemampuan
mereka. Selogan the right man on the
right place at the right time cocok diterapkan pada saat seleksi dan
penempatan pegawai.
Family friendly and work/life
initiatives menghilangkan
atau mengurangi stressor yang menyebabkan time
based conflict. tiga hal yang paling lazim dalam family friendly and work/life initiatives yaitu sebagai berikut:
a.
Pengguna
atau Pemanfaatan yang Fleksibel
Beberapa perusahaan
mengajak pegawainya untuk menentukan kapan mulai dan berakhirnya waktu kerja
sehingga mereka dapat lebih mudah menyesuaikan antara aktivitas pribadi dan
pekerjaan.
b. Job
Sharing
Yakni memisahkan
posisi karier antara dua orang sehingga mereka yang mengalami stress time based lebih sedikit di antara
pekerjaan dan keluarga.
c. Telecommuting
Telecommuting adalah bekerja dari rumah, biasanya dilakukan
dengan menghubungkan komputer ke kantor sehingga mudah untuk menukar kegiatan
pekerjaan dan bukan pekerjaan.
2. With
Drawing from the Stressors
Para pegawai biasanya mengalami stress ketika
tinggal dan bekerja dalam kultur yang berbeda. Tidak cukup dengan asumsi-asumsi
dan harapan yang umum. Para ekspatriat harus membayar kontan bagaimana cara
berfikir, bersikap dan bertindak dipersepsikan atau direspons lingkungannya.
Perlu waktu dan keinginan yang kuat agar mampu beradaptasi dengan cepat dengan
lingkungan baru.
3. Canging
Stress Perceptions
Tingkat
stress yang dialami pegawai dalam situasi yang sama mungkin dapat berbeda
antara satu individu dengan yang lain. Hal ini disebabkan adanya perbadaan
persepsi. Oleh karena itu stress dapat diminimumkan melalui perubahan persepsi
atas situasi yang ada. Kita dapat memperkuat sell-efficacy dan self-esteem
kita sehingga dapat menerima pekerjaan sebagai tantangan dan bukan ancaman.
4. Controlling
the Consequences of Stress
Kadang-kadang
para pegawai tidak dapat mengendalikan stress yang dialaminya. Mereka
seringkali membutuhkan bantuan untuk mengatasi stress dengan perilaku disfungsional
seperti mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang. Program gaya hidup
sehat akan membantu pegawai belajar bagaimana gaya hidup yang sehat.
Mengendalikan stress dengan baik tentu sangat bermanfaat, walau tidak semua
orang mampu melakukannya. Kebanyakan orang memerlukan orang lain untuk
membantunya agar dapat mengatasinya dengan baik
5. Received
Sosial Support
Dukungan
lingkungan sekitar dapat mengurangi stress yang dialami seseorang. Dalam suatu
organisasi, ada tiga hal yang bisa dilakukan untuk memberikan dukungan kepada
pegawai yang meengalami stress, yaitu: pertama, memperbaiki persepsi mereka
bahwa mereka bernilai dan berguna. Kedua, menyediakan informasi untuk
membantunya memahami masalah yang sesungguhnya yang memungkinkan untuk
menghilangkan stress. Ketiga, dukungan emosional dari yang lain dapat secara
langsung membantu mengurangi stress.
b. Tips
untuk Kepala Sekolah dalam Manajemen Stres
Tidak
semua kepala sekolah memiliki kemampuan dalam manajemen stress, bahkan tanpa
pengalaman yang memadai bisa salah langkah dan justru akan menambah masalah. Menurut
Mulyasa (2011:280) ada beberapa tips untuk kepala sekolah dalam penanggulangan
stres kerja, yaitu:
1)
Mengelola
Waktu
Waktu bagi
kepala sekolah itu jarang dipakai untuknya sendiri, ia harus mampu berbagi
waktu dengan peserta didik, tokoh masyarakat, dinas pendidikan, organisasi
profesi, dan lembaga swadaya masyarakat. Tak jarang tenaga kependidikan minta
waktu untuk berkonsultasi dengan kepala sekolah ketika sedang bersiap untuk
pulang. Sebagai kepala sekolah yang professional, harus mampu mengelola waktu
sedemikian rupa, agar seluruh tugas dapat diselesaikan secara proporsional,
tepat wantu, dan tepat sasran, termasuk bagaimana berbagi rasa dengan guru-guru
lainnya sehingga kepala sekolah mampu berbaur dengan guru lain.
2)
Mengembangkan
Energi
Kepala sekolah
harus tampil beda dan lebih energik dari para tenaga kependidikan yang lainnya,
Karena kepala sekolah sebagai contoh, jika kepala sekolahnya punya semangat
secara tidak langsung itu dapat memotivasi guru lain, selain itu, kepala
sekolah juga sering terpilih menjadi pengurus organisasi yang harus mencurahkan
energi untuk memenuhi berbagai macam harapan, misalnya memberikan sambutan,
mencari pemecahan masalah, merancang penelitian bahkan melakukan ceramah
keagamaan dan hal ini dapat mengurangi tingkat stress pada guru.
3)
Memecahkan
Masalah
Kepala sekolah
harus mampu berperan sebagai penyangga di sekolahnya, harus menyerapdan
memahami penderitaan serta masalah yang dialami oleh tenaga kependidikan agar
mereka dapat melaksanakan tugas dengan baik. Tidak sedikit guru yang mengalami
stress karena masalah pembelajaran, disiplin peserta didik, beban yang terlalu
berat, tidak adanya kerja sama dengan guru lain. Tetapi mereka enggan dan
banyak yang merasa takut untuk menyampaikannya. Oleh karena itu kepala sekolah
harus memberikan kesempatan, dan perlakuan yang sama kepada seluruh tenaga
kependidikan, jangan membedakan mereka
karena predikat sebelumnya. Ciptakan suasana yang menyenangkan di antara guru
agar mereka memiliki keberanian untuk mengungkapkan setiap masalah dan mencari
solusinya.
menurut
Higrad, Dkk dalam buku Badeni (2013:71) berpendapat bahwa ada beberapa pedoman
untuk menaggulangi stress, yaitu dengan cara mengelola waktu, seleksi dan
penempatan, penentuan tujuan, rancangan ulang pekerjaan, keterlibatan guru,
komunikasi dan program pengembangan.
1)
Mengelola
Waktu
Seorang
kepala sekolah harus mampu menghargai waktu, karena sering terjadi banyak waktu
yang terbuang hanya untuk beberapa kegiatan tertentu. Manejer harus bisa
membagi waktu untuk diri sendiri maupun waktu untuk bawahanya, terutama kapada
tenaga kependidikan lainnya, karena tidak sedikit guru itu yang mengalami stress kerja dan butuh
penanggulangan dari atasan.
2)
Seleksi dak Penempatan
Seleksi
dan penempatan sangat mempengaruhi tingkat stress kerja guru, apabila terjadi
seleksi dan penempatan yang tidak sesuai yang bukan kemampuan dia, maka akan
mengakibatkan beban kerja yang terlalu berat dan akan berakibat guru mengalami
stress kerja. Jadi untuk menanggulangi stress kerja seleksi dan penempatan
harus sesuai dengan pengalaman dan kemampuannya.
3)
Penentuan
Tujuan
Penentuan
tujuan yang jelas dan tepat dapat merupakan hal penting dalam mengelola stress.
Karena tujuan yang jelas akan memotivasi guru dalam melaksanakan tugasnya
dengan lebih baik.
4)
Rancangan
Ulang Pekerjaan
Perancangan
ulang pekerjaan yang sesuai dengan tingkat kemampuan, minat dan spesialisasi
serta keinginan idividu pelaksana merupakan salah satu usaha yang mungkin bisa
dilakukan oleh kepala sekolah untuk mengurangi frustasi dan stress guru.
5)
Keterlibatan
Guru
Untuk
mengurangi stress guru, kepala sekolah harus melibatkan guru-guru lain dalam
pengambilan-pengambilan keputusan yang langsung terkait dengan kinerjanya.
6)
Komunikasi
Peningkatan
komunikasi dengan dewan guru dapat mengurangi ketidakpastian karena mengurangi
ambiguitas peran dan konflik peran. Kepala sekolah dapat juga menggunakan komunikasi
yang efektif sebagai cara untuk membentuk persepsi guru.
7)
Program
Pengembangan
Program pengembangan adalah usaha terencana dalam
rangka memotivasi dan membantu peningkatan kesehata fisik dan mental guru
melalui kegiatan-kegiatan tertentu, misalnya kegiatan olah raga bersama,
lokakarya, menghindari rokok, dan sebagainya.
3. Kerja
Guru
Guru adalah seseorang yang pekerjaannya mengajar.
Maka, dalam hal ini guru yang dimaksudkan adalah guru yang memberi pelajaran
atau memberi materi pelajaran pada sekolah-sekolah formal dan memberikan
pelajaran atau mengajar materi pelajaran yang diwajibkan kepada semua siswanya
berdasarkan kurikulum uang ditetapkan. Guru adalah seorang figur yang mulia dan
dimuliakan banyak orang. Kehadiran guru di tengah-tengah kehidupan manusia
sangat penting, tanpa ada guru atau seseorang yang dapat ditiru dan diteladani
oleh manusia untuk belajar dan berkembang, manusia tidak akan memiliki budaya,
norma, dan agama.
Berdasarkan Undang-Undang Guru (pasal 1 ayat 1) dalam
buku Supardi (2013:8) dinyatakan bahwa: Guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Dulu, guru berperan sebagai
penyampai materi ajar, pengalihan pengetahuan, pengalih keterampilan, serta
merupakan sumber belajar. Namun kini guru sudah berubah peran menjadi
pembimbing, pembina, pengajar, dan pelatih.
Beratnya tanggung jawab bagi guru menyebabkan
pekerjaan guru harus memerlukan keahlian khusus. Untuk itu pekerjaan guru tidak
dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan. Sekali guru
berbuat salah, maka akan berdampak terhadap tercorengnya dunia pendidikan
secara global. Meskipun guru sebagai pelaksana tugas otonom, guru juga
diberikan keleluasaan untuk mengelola pembelajaran, apa yang harus dikerjakan
oleh guru, dan guru harus dapat menentukan pilihannya dengan mempertimbangkan
semua aspek yang relevan atau menunjang tujuan yang hendak dicapai. Dalam hal
ini guru bertindak sebagai pengambil keputusan. (Faidah.blogspot.com, 2012).
Undang-Undang RI N0. 14
Tahun 2005 tentang guru dan dosen bahwa “Guru merupakan pendidik professional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan
mengevaluasi peserta didik”. Penyampaian materi pelajaran hanyalah
merupakan salah satu dari kegiatan dalam
belajar sebagai suatu proses yang dinamis dalam segala fase dan proses
perkembangan siswa (Supardi, 2013:52). Tugas guru perpusat pada:
1. Mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan
baik jangka pendek maupun panjang.
2. Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalaui pengalaman belajar yang memadai.
3.
Membantu perkembangan aspek- aspek
pribadi, seperti sikap, nalai- nilai, dan penyesuaian diri.
Sedangkan menurut
Himalaya dalam hafizhimala.blogspot.com (2012)
menjelaskan bahwa tugas guru itu meliputi:
1. Tugas Pengajaran atau Guru Sebagai Pengajar
Sepanjang sejarah keguruan, tugas guru yang sudah
tradisional adalah mengajar. Karenanya sering orang salah menduka, bahwa tugas
guru hanyalah semata-mata mengajar. Sebagai pengajar, guru bertugas membina
perkembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Guru mengetahui bahwa pada
akhir setiap satuan pelajaran kadang-kadang hanya terjadi perubahan dan
perkembangan pengetahuan saja. Mungkin pula guru telah bersenang hati bila
telah terjadi perubahan dan perkembangan dibidang pengetahuan dan
keterampialan, karena dapat diharapkannya efek tidak langsung melalui proses
transfer, bagi perkembangan dibidang sikap dan minat murid.
2. Tugas Bimbingan atau Guru Sebagai
Pembimbing dan Pemberi Bimbingan
Guru sebagai pembimbing dan pemberi bimbingan terhadap
siswanya merupakan dua macam peranan yang mengandung banyak perbedaan dan
persamaan. Keduanya sering dilakukan oleh guru yang ingin mendidik dan yang
ingin bersikap mengasihi dan mencintai setiap muridnya.
3. Tugas Administrasi
Guru bertugas pula sebagai tenaga administrasi, bukan
berarti sebagai pegawai kantor, melainkan sebagai pengelola kelas atau
pengelola (manager) interaksi belajar mengajar. Terdapat dua Aspek dari masalah
pengelolaan yang perlu mendapatkan perhatian, diantaranya yaitu:
a.
Membantu perkembangan murid atau peserta didik sebagai
individu dan kelompok
b.
Memelihara kondisi kerja dan kondisi belajar yang
sebaik-baiknya didalam maupun di luar kelas.
Guru akan menunaikan tugasnya dengan baik atau dapat
bertindak sebagai tenaga pengajar yang efektif, jika padanya terdapat berbagai
kompetensi keguruan, dan melaksanakan fungsinya sebagai guru. Pada dasarnya
guru harus memiliki tiga kompetensi yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi penguasaan atas bahan pengajaran
dan Kompetensi dalam Cara-cara Mengajar.
1. Kompetensi Kepribadian
Setiap guru memiliki kepribadiannya sendiri-sendiri yang
unik. Tidak ada guru yang sama, walaupun mereka sama-sama memiliki pribadi
keguruan. Jadi pribadi keguruanpun unik pula, dan perlu diperkembangkan secara
terus menerus agar guru itu terampil dalam:
a.
Mengenal dan mengakui harkat dan potensi dari setiap
individu atau murid yang diajarkannya.
b.
Membina suatu suasana sosial yang meliputi interaksi belajar
mengajar sehingga amat bersifat menunjang secara moral atau batiniah terhadap
murid bagi terciptanya kesepahaman dan kesamaan arah dalam fikiran serta
perbuatan murid dan guru
c.
Membina suatu perasaan saling menghormati, saling
bertanggung jawab dan saling mempercayai antara murid dan guru.
2.
Kompetensi Penguasaan atas Bahan Pengajaran
Penguasaan yang meliputi bahan bidang studi sesuai dengan
kurikulum dan bahan pendalaman aplikasi bidang studi. Kesemuanya itu amat perlu
dibina karena selalu dibutuhkannya dalam:
a.
menguraikan ilmu pengetahuan atau kecakapan dan apa-apa yang
harus diajarkannya kedalam bentuk komponen–komponen dan informasi-informasi
yang sebenarnya.
b.
Menyusun komponen atau informasi itu sedemikian rupa baiknya
sehingga akan memudahkan murid untuk mempelajari pelajaran yang diterimanya.
3.
Kompetensi dalam Cara-cara Mengajar
Kompetensi dalam cara-cara mengajar atau keterampilan
mengajar sesuatu bahan pengajaran sangat diperlukan guru khususnya keterampilan
dalam:
a.
Merencanakan atau menyusun setiap program suatu pelajaran,
demikian pula merencanakan dan menyusun keseluruhan kegiatan untuk satu
kesatuan waktu.
b.
Mempergunakan dan mengembangkan media pendidikan bagi murid
dalam proses belajar yang diperlukan.
c.
Mempergunakan dan mengembangkan semua metode-metode
pengajaran sehingga terjadilah kombinasi–kombinasi dan variasinya yang efektif.
Ketiga aspek kompetensi tersebut diatas harus berkembang
secara selaras dan tumbuh terbina dalam kepribadian guru. Dengan demikian itu
dapat diharapkan dari padanya untuk mengerahkan segala kemampuan dan keterampilan
dalam mengajar secara professional dan efektif.
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang
berhubungan dengan stress kerja guru antara lain sebagai berikut:
1.
Rahmat Kurnia (2011), meneliti tentang hubungan antara
stress kerja dan motivasi berprestasi dengan kinerja guru SMA Negeri di
Kabupaten Bengkulu Selatan, dalam penelitiannya terdapat hasil yang pertama, bahwa terdapat hubungan yang
cukup signifikan antara stress kerja dengan kinerja guru SMA Negeri Bengkulu
Selatan, kedua terdapat hubungan
yang sangat signifikan antara motivasi berprestasi dengan kinerja guru SMA
Negeri di Bengkulu Selatan, dan yang ketiga,
secara bersama-sama tidak terdapat hubungan antara motivasi berprestasi sangat
signifikan dengan kinerja guru, dan tidak terdapat hubungan antara stress kerja
dengan motivasi berprestasi
2.
Akif Khilmiyah (2012) meneliti tentang stres kerja guru
perempuan di kecamatan kasihan bantul Yogyakarta. Hasil dari penelitiannya Pertama, perempuan menjadi guru karena;
aktualisasi diri, bersosialisasi, pendapatan dan kebahagiaan. Kedua, bentuk-bentuk stres; fisik dan
psikis. Ketiga, peyebab stres; (1).
Tugas rumah dan kantor bersamaan, (2). disiplin ketat, (3). tuntutan karir,
(4). menjemput anak, (5). punya bayi, (6). atasan otoriter, (7). suasana kantor
tidak nyaman, (8). kenaikan pangkat atau jabatan. Keempat, Faktor ketidakadilan gender; (1). beban ganda, (2).
direndahkan (3). anggapan guru perempuan irasional, (4). kekerasan psikis atau
kekerasan verbal (5). peminggiran atau pemiskinan. Kelima, Solusi; (1). saling menghormati (2). sabar, terbuka,
bertanggung jawab, saling peduli, atau menghindar dari kedekatan dengan yang
berwatak keras dan menya- kitkan. (3). sakit ringan tetap kerja dan curhat pada
teman dekat, tetapi sakit berat minta ijin (5). membuat skala prioritas
pekerjaan.
3.
Syamsul Rizal (2013) meneliti tentang Stres Kerja dan
Kinerja Guru di SMA Negeri I Lamno. Penelitian ini menemukan bahwa stres kerja
yang didasarkan pada gejala fisiologis, gejala psikologis dan gejala perilaku
berpengaruh negatif terhadap kinerja guru pada SMA Negeri 1 Lamno. Semakin
tinggi intensitas stres kerja seseorang guru semakin rendah kinerja guru tersebut.
4.
Da’ud Nur Solichin (2013) meneliti tentang pengaruh stres kerja
dan kompensasi terhadap kepuasan kerja guru di sekolah mutiara hati bandung.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa stres kerja dan kompensasi memiliki
hubungan yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Kontribusi kedua
variabel bebas tersebut dalam menjelaskan kepuasan kerja guru mencapai 52,8%
yang berarti masuk kategori cukup kuat dan 47,2% dipengaruhi oleh variabel lain
yang tidak dimasukkan dalam model. Sedangkan secara parsial variabel stres
kerja sebesar 12,8% dan sisanya kompensasi sebesar 40,02% berpengaruh terhadap
kepuasan kerja Guru.
Berdasarkan
hasil penelitian sebelumnya, memiliki keterkaitan dan saling menunjang dengan
penelitian yang penulis lakukan yaitu masalah stress kerja,, namun bukan
berarti penulis mengulang penelitian yang sudah ada. Hal ini disebabkan karena
terdapat perbedaan objek dan tempat penelitian. penelitian ini peneliti hanya
fokus kepada manajemen stress kerja guru, sehingga penelitian ini dapat
dilakukan dan dipertanggungjawabkan karena masalah yang akan diteliti bukan
duplikasi dari penelitian–penelitian yang sebelumnya.
C. Paradigma Penelitian
Paradigma
penelitian merupakan kerangka acuan bertindak untuk menjawab permasalahan penelitian.
Paradigma penelitian ini juga berfungsi sebagai acuan filosofis yang
mengarahkan penelitian untuk menyelesaikan penelitian secara operasional. Untuk
lebih jelas paradigma penelitian ini dapat di gambarkan melalui gambaran pola
manajemen stress kerja guru sebagai berikut:
Faktor
Penyebab Stress Kerja Guru
|
Upaya
Kepala Sekolah dalam Manajemen Stres Kerja Guru
|
Hasil
dari Manajemen Stres Kerja Guru
|
Gambar 2.4. Paradigma Penelitian
Sesuai dengan paradigma penelitian di
atas tentang manajemen stress hal yang pertama dilakukan peneliti yaitu mencari
tahu faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan stress kerja guru di SMP N 4
Kota Bengkulu, setelah itu peneliti melihat bagaimana upaya kepala sekolah
dalam mengatasi stress kerja guru yaitu melihat bagaimana perencanaannya,
pelaksanaannya, pengawasannya dan bagaimana evaluasinya. Serta yang terakhir
melihat hasil dari upaya kepala sekolah dalam mengatasi stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan
Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif.
Menurut Sugiono (2013:09) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti
adalah instrument kunci. Penelitian deskriptif merupakan penelitian untuk
membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga penelitian ini
berkehendak mengadakan akomolasi data dasar belaka.
Menurut Arikunto
(2010:234) penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk
mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan
gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Moleong (2007:06)
juga berpendapat bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian,
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan, secara holistic dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Pengertian
tersebut memberikan gambaran tentang adanya kekhasan penelitian kulitatif.
Dengan berbagai karakteristik khas yang dimiliki, penelitian kualitatif
memiliki keunikan sendiri.
Sesuai dengan permasalahan
yang akan diteliti, penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kulitatif
dengan desain studi kasus. penelitian studi kasus merupakan penelitian mengenai
sebuah unit terpisah yang tunggal seperti sebuah kelompok. Penelitian studi
kasus mencoba menggambarkan subjek penelitian penelitian didalam keseluruhan
tingkah laku, yakni tingkah laku itu sendiri beserta hal-hal yang
melingkunginya, hubungan antara tingkah laku dengan riwayat timbulnya tingkah
laku (Arikunto, 2010:238).
Dalam studi
kasus peneliti mencoba untuk mencermati individu atau sebuah unit secara
mendalam. Peneliti mencoba menemukan semua variabel penting yang
melatarbelakangi timbulnya serta perkembangan variabel tersebut. Tekanan dari
penelitiannya adalah. (1) mengapa individu tersebut bereaksi demkian. (2) apa
wujud tindakan itu, dan (3) bagaimana ia bertindak bereaksi terhadap
lingkungannya. Jadi penelitian studi kasus ini bertujuan untuk meneliti suatu
kasus yang terjadi pada tempat dan waktu tertentu dengan mencari materi kontekstual
tentang seting kasus tersebut serta mengumpulkan material yang banyak dari
sumber-sumber informasi yang banyak untuk mendapatkan gambaran kasus yang
detail (Satori, 2013:36).
Metode ini
digunakan peneliti yaitu metode deskriptif kualitatif karena berdasarkan judul
tesis peneliti yaitu Manajemen Stres Kerja Guru Di SMP Negeri 4 Bengkulu,
peneliti tertarik untuk memecahkan kasus atau permasalahan yang terdapat di
sekolah tersebut yaitu dengan melihat bagaimana
manajemen stress kerja guru, Faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan
terjadinya stress kerja guru, seperti apa perencanaan kepala sekolah untuk
memperkecil tingkat stress kerja guru, langkah-langkah pelaksanaan manajemen
stres dalam mengatasi stress kerja guru serta bagaimana hasil yang Nampak dari
upaya manaajemen stress kerja guru yang di lakukan oleh kepala sekolah SMP N 4
Bengkulu.
B. Subjek
Penelitian
Menurut Arikunto (2010:89) subjek
penelitian adalah benda, hal atau orang, tempat data untuk variabel melekat,
dan yang dipermasalahkan. Subjek penelitian tidak selalu berupa orang melainkan
dapat berupa benda, berupa kegiatan serta dapat berupa tempat. Jadi yang
menjadi subjek penelitian ini adalah kepala sekolah beserta wakil sebagai
mananer di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu, dan tenaga pendidik yang ada di SMP
Negeri 4 Kota Bengkulu.
C. Teknik
Pengumpulan Data dan Pengembangan Instrumen Penelitian
1. Teknik
Pengumpulan Data
Menurut
Sugiono (2013:224) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak
akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.
Pengumpulan
data dapat dilakukan dalam berbagai setting, barbagai sumber, dan berbagai
cara. Bila dilihat dari settingnya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah
(natural setting). Bila dilihat dari
sumbernya, maka pengupulan data dapat menggunakan sumber primer, dan sumber
skunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data. Selanjutnya bila dilihat dari segi cara
atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan
observasi (pengamatan), interview
(wawancara), kuesioner (angket), dan
dokumentasi.
Gambar
3.1. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan apa
yang akan peneliti teliti yaitu berkaitan dengan Manajemen Stres Kerja Guru,
maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan
metode observasi, wawancara dan dokumentasi sebagai prosedur pengumpulan data.
Dalam pengamatan ini peneliti menggunakan bentuk observasi non partisipatif
dimana peneliti datang di tempat kegiatan orang diamati, tetapi tidak ikut
terlibat dalam kegiatan tersebut. Selanjutnya wawancara yang digunakan yaitu
wawancara terstruktur dan tidak terstruktur, sehingga dimana pihak yang diajak
wawancara juga dapat diminta pendapat dan ide-idenya. Kemudian peneliti juga
melakukan dokumentasi untuk melengkapi data yang bersumber bukan dari orang.
Berikut ini adalah uraian prosedur
pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan menggunakan teknik pengumpulan
data sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi
dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti pengamatan atau peninjauan secara
cermat. Dalam buku Satori (2013:104) ada beberapa para ahli memberikan
pemahaman observasi sebagai berikut:
Alwasilah
C (2003:211) menyatakan bahwa, observasi adalah penelitian atau pengamatan
sistematis dan terencana yang diniati untuk perolehan data yang dikontrol
validitas dan leliabilitasnya. Nasution
(2003:56) observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya
dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang
diperoleh melalui observasi. Syaodih N (2006:220) mengatakan bahwa observasi
atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan
mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Margono (2005:158)
berpendapat bahwa observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Hadi S (Sugiono.2005:166)
mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang komplek, suatu proses
yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantaranya
yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Bungin (2007:115)
observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data
penelitian melalui pengamatan dan pengindaran.
Semua
pendapat tersebut terdapat satu kesamaan pemahaman bahwa observasi adalah
pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik secara langsung maupun
secara tidak langsung untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam
penelitian. Secara langsung adalah terjun kelapangan terlibat seluruh panca indra.
Secara tidak langsung adalah pengamatan yang dibantu melalui media visual atau
audio visual. Namun yang terakhir ini dalam penelitian kualitatif berfungsi
sebagai alat bantu karena sesungguhnya observasi adalah pengamatan langsung
pada natural setting bukan setting yang sudah direkayasa. Dengan demikian pengertian
observasi penelitian kualitatif adalah pengamatan langsung terhadap objek,
situasi, konteks dan maknanya dalam upaya mengumpulkan data penelitian.
Dalam
observasi ini peneliti menggunakan bentuk observasi non partisipatif dimana
peneliti mengamati perilaku dari jauh tanpa ada interaksi dengan subjek yang
sedang diteliti. Observasi non partisipatif sama dengan pengamatan biasa
diamana peneliti tidak diperbolehkan terlibat dalam hubungan-hubungan emosi
pelaku yang menjadi sasaran penelitian. Sehingga peneliti hanya mengamati
bagaimana manajemen stress kerja guru di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu.
b. Wawancara
Wawancara
merupakan teknik pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian
kualitatif. Melaksanakan teknik wawancara berarti melakukan interaksi
komunikasi atau percakapan antara pewawancara dan terwawancara dengan maksud
menghimpun informasi dari wawancara. Wawancara dapat digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti menemukan permasalahan yang harus diteliti,
dan peneliti berkeinginan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan
informan lebih mendalam. Sebagai pegangan peneliti dalam penggunaan metode interview adalah bahwa subjek adalah
informan yang tahu tentang dirinya sendiri, tentang tindakannya secara ideal
yang akan diinformasikan secara benar dan dapat dipercaya. Dengan demikian
mengadakan wawancara atau interview
pada prinsipnya merupakan usaha untuk menggali keterangan yang lebih dalam dari
sebuah kajian dari sumber yang relevan berupa pendapat, kesan, pengalaman,
pikiran dan sebagainya.
Beberapa
definisi wawancara dikemukakan beberapa ahli dalam buku Satori (2013:129)
sebagai berikut:
Berg
(2007), membatasi wawancara sebagai suatu percakapan dengan suatu tujuan, khususnya
tujuan untuk mengumpulkan informasi. Sudjana (2000) wawancara adalah proses
pengumpulan data atau informasi melalui tatap muka antara pihak pennya dengan
pihak yang ditanya atau penjawab. Esterberg (2002) wawancara merupakan suatu
pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab
sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topic tertentu.
Beberapa
pengertian dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah
suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali dari
sumber data langsung melalui percakapan atau Tanya jawab. Wawancara dalam
penelitian kualitatif sifatnya mendalam karena ingin mengekplorasi informasi
secara holistic dan jenis informan.
Estenberg
dalam Sugiyono (2013:233) mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu
wawancara terstruktur, semistrutur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara
yang digunakan oleh peneliti adalah jenis wawancara terstruktur dan wawancara tidak
terstruktur, dimana dalam wawancara terstruktur peneliti telah menyiapkan
instrument penelitian sebagai pedoman yang berupa pertanyaan-pertanyaan
tertulis yang alternative jawabannya pun sudah disiapkan. Sedangkan wawancara
tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan
pedoman wawancara yang telah tersususun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya. Pedoman yang digunakan hanya berupa garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan.
c. Dokumentasi
Studi
dokumentasi yaitu mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam
permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung
dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian. Hasil observasi dan
wawancara akan lebih kredibel atau dapat dipercaya kalau didukung oleh dokumen
yang terkait dengan fokus penelitian Satori (2013:149).
Sugiono
(2013:240) berpendapat bahwa dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental
dari seseorang. Sedangkan menurut Satori (2013:148) dengan teknik dokumentasi
ini, peneliti dapat memperoleh informasi bukan dari orang sebagai narasumber,
tetapi mereka memperoleh informasi dari macam-macam sumber tertulis atau dari
dokumen yang ada pada informan dalam bentuk peninggalan budaya, karya seni dan
karya piker. Studi dokumen dalam penelitian kulitatif merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara.
2. Pengembangan
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih
dan dapat digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar
kegiatantersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Instrumen merupakan
alat bantu bagi peneliti didalam menggunakan metode pengumpulan data. Dengan
demikian terdapat kaitan antara metode pengumpulan data kadang-kadang dapat
memerlukan lebih dari satu jenis instrumen. Sebaliknya satu jenis instrument
dapat digunakan untuk berbagai macam metode (Arikunto, 2010:101).
Menurut
Kartowagiran dalam (staff.uny.ac.id) ada lima langkah untuk mengembangkan
instrumen sebagai alat ukur, yaitu: 1) Menyusun spesifikasi alat ukur termasuk
kisi-kisi dan indikator, 2) Menulis pertanyaan, 3) Menelaah pertanyaan, 4) Menganalisis
butir instrumen, dan 5) Merakit instrumen.
Berdasarkan
langkah-langkah pengembangan instrument di atas peneliti telah menyiapkan kisi-kisi
instrument berdasarkan jenis teknik pengumpulan data, sebagai berikut: 1)
instrumen observasi, peneliti melakukan observasi langsung ke lokasi tentang
hal-hal yang perlu diamati berdasarkan kisi-kisi. 2) instrumen wawancara,
peneliti telah menyiapkan pedoman wawancara dalam bentuk susunan pertanyaan
berdasarkan kisi-kisi dan 3) instrument dokumentasi, peneliti telah menyiapkan
kamera, laporan-laporan, buku, data-data dan alat dokumentasi pendukung lainnya. Kisi-kisi pengembangan
instrumen dapat dilihat dan dijabarkan dalam tabel, sebagai berikut:
Tabel 3.1. Kisi-kisi
pengembangan instrumen.
No
|
Rumusan
Masalah
|
Indikator
|
Sub
Indikator
|
Teknik
Pengumpulan Data
|
Sumber
Data
|
OBS
|
WCR
|
DOK
|
1
|
Faktor-faktor apa saja yang dapat
menyebabkan terjadinya stress kerja guru?
|
· Faktor
individual
·
Faktor organisasi
·
Faktor Lingkungan
|
·
Masalah
keluarga
·
Ekonomi
·
Kepribadian
·
Tekanan atau
ancaman
·
Kesehatan
·
Usia
·
Penyebab
fisik
·
Beban kerja
·
Gaya
kepemimpinan
·
Status
profesi
·
Waktu
·
Sarana
prasarana
·
konflik
·
Hubungan
dengan atasan
·
Hubungan
dengan sesama rekan kerja
·
Dukungan
social
·
Teknologi
·
Kenakalan
siswa
·
Sikap
masyarakat
·
Kondisi
lingkungan kerja
|
√
√
√
|
√
√
√
|
√
|
Ka.
SekolahWaka. Sekolah dan Guru
|
2
|
Bagaimana upaya kepala sekolah dalam
manajemen stress kerja guru?
|
·
Perencanaan
·
Pelaksanaan
·
Pengawasan
·
Evaluasi
|
·
Pendekatan individu
·
Pendekatan organisasi
·
Mengelola waktu
·
Seleksi dan penempatan
·
Rancangan ulang pekerjaan
·
Keterlibatan guru
·
Komunikasi
·
Program pengembangan
·
Reward dan punishment
|
√
|
√
|
|
Ka.
SekolahWaka. Sekolah dan Guru
|
3
|
Bagaimana hasil manajemen stress kerja
guru?
|
|
·
Hasil
pelaksanaan manajemen stress
|
√
|
√
|
|
Ka. SekolahWaka.
Sekolah dan Guru
|
Sumber:
Stephen P. Robbbins (2003) dan Ernest R. Higrad Dkk (1991)
D. Teknik
Analisis Data
Teknik
analisis data adalah proses pengumpulan data secara sistematis untuk
mempermudah peneliti dalam memperoleh kesimpulan. Analisis data menurut Bogdan
dalam Sugiyono, (2013: 244) yaitu proses mencari dan menyusun secara sistematik
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan
lain sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada
orang lain.
Analisis
data kualitatif bersifat induktif, yaitu analisis berdasarkan data yang
diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi
hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut,
selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga dapat
disimpulkan apakah hipotesis dapat diterima atau ditolak berdasarkan data yang
terkumpul. Bila hipotesis dapat diterima maka berkembang menjadi teori.
Analisis
data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan,
selama dilapangan, dan setelah selesai dilapangan. Menurut Nasution yang
dikutip Sugiono (2013:244) menyatakan analisis telah mulai sejak merumuskan dan
menjelaskan masalah, sebelum terjun kelapangan, dan berlangsung terus sampai
penulisan hasil penelitian.
Dalam
penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan
bersamaan dengan pengumpulan data. Dalam kenyataannya analisis data kualitatif
berlangsung selama proses pengumpulan data dari pada setelah selesai
pengumpulan data.
1.
Analisis Sebelum di Lapangan
Penelitian kualitatif telah
melakukan analisis data sebelum peneliti memasuki lapangan. Analisis dilakukan
terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder, yang akan digunakan
untuk menentukan fokus penelitian. Namun demikian fokus penelitian ini masih
bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di
lapangan.
2.
Analisis Data di Lapangan
Analisis data dalam penelitian
kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah
selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti
sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang
diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan
melanjudkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu hingga diperoleh data yang
dianggap kredibel.
Menurut Miles dan Huberman (2007:16) analisis data terdiri
dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersama-sama yaitu pengumpulan
data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Adapun siklus dari keseluruhan proses analisis data oleh Miles dan Huberman dapat
dilihat dan digambarkan dalam skema sebagai berikut ini:
SIKLUS PROSES ANALISIS DATA
Gambar3.2. Komponen-Komponen Analisis Data:
Model Interaktif (Miles dan Huberman, 2007)
1. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai
proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan
transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di
lapangan. Reduksi data berlangsung terus menerus selama
penelitian di lapangan. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadi tahapan
reduksi selanjutnya membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat
gugus-gugus, membuat partisi, menulis memo. Reduksi data atau proses
transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan
akhir lengkap tersusun.
2.
Penyajian Data
Langkah
selanjutnya sesudah mereduksi data adalah menyajikan data. Teknik penyajian
data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti
table, grafik, dan sejenisnya. Lebih dari itu, penyajian data bisa dilakukan
dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan
sejenisnya. Dengan demikian yang paling sering digunakan untuk menyajikan data
dalam penelitian adalah dengan teks naratif.
3.
Menarik Kesimpulan atau Verifikasi
Langkah ketiga yaitu penarikan kesimpulan sebagai dari satu kegiatan
dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi merupakan
tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan dengan peninjauan kembali sebagai
upaya untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain.
Singkatnya, makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenaranya,
kekokohannya dan kecocokannya yakni yang merupakan validitasnya.
E. Pertanggungjawaban
Peneliti
1.
Keabsahan Data
Satori (2013:164)
mengatakan bahwa penelitian kualitatif dinyatakan absah apabila memiliki:
a.
Keterpercayaan
(kredibilitas) yaitu ukuran kebenaran data yang dikumpulkan, yang menggambarkan
kecocokan konsep peneliti dengan hasil penelitian. Dikarenakan penelitian
berangkat dari data, maka kredibilitas data diperiksa melalui kelengkapan data
yang diperoleh dari berbagai sumber. Sehingga peneliti akan memberikan data
yang akurat dan lengkap sebagai kredibilitas penelitian ini.
b.
Keteralihan
(transferabilitas), suatu penelitian yang nilai transferabilitasnya tinggi
senantiasa dicari orang lain untuk dirujuk, dicontoh, dipelajari lebih lanjut
untuk diterapkan di tempat lain. Sehingga peneliti akan membuat laporan ini
yang baik agar terbaca dan memberikan informasi yang lengkap, jelas, sistematis
dan dapat dipercaya.
c.
Kebergantungan
(dependabilitas) dalam penelitian kualitatif digunakan criteria kebergantungan
yaitu bahwa suatu penelitian merupakan refresentasi dari rangkaian kegiatan
pencarian data yang dapat ditelusuri jejaknya. Jadi dalam penelitian ini
peneliti benar-benar terjun kelapangan untuk mencari data.
d.
Kepastian
(confirmabilitas) dalam praktiknya konsep konfirmabilitas dilakukan melalui member check, triangulasi, pengamatan
ulang atas rekaman, pengecekan kembali, melihat kejadian yang sama di lokasi
atau tempat kejadian sebagai konfimasi. Sehingga keberadaan data dapat
ditelusuri secara pasti dan penelitian dikatakan objektif bila hasil penelitian
telah disepakati banyak orang.
2.
Orisinalitas Penelitian
Demi
menjaga orisinalitas penelitian ini, peneliti menyatakan bahwa proposal ini
sepenuhnya karya sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat
dari karya orang lain dan peneliti tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan
dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam
masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, peneliti siap menanggung
resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada peneliti apabila kemudian ditemukan adanya
pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya peneliti ini, atau ada klaim
dari pihak lain terhadap keaslian karya peneliti ini.
3.
Kejujuran, Keterpercayaan dan Kebenaran
Proses dan Hasil Penelitian
Dalam pencarian
kebenaran ilmiah peneliti menjunjung sikap ilmiah: 1) kritis, yaitu pencarian
kebenaran yang terbuka untuk diuji; 2) logis, yaitu memiliki landasan berpikir
yang masuk akal dan betul, dan 3) empiris, yaitu memiliki bukti nyata dan
absah. Sehingga tidak ada usaha peneliti untuk memanipulasi data dan peneliti
akan menampilkan data yang sebenar-benarnya.
4.
Kaidah Karya Ilmiah
Kaidah penulisan
proposal ini berpedoman pada pedoman penulisan karya ilmiah yang merupakan
terbitan dari program pascasarjana administrasi pendidikan universitas Bengkulu
tahun 2011. Serta peneliti juga berpedoman dari sumber lain seperti buku Prof.
Dr. Arikunto yang berjudul manajemen Penelitian (2010) dan sebagainya. Sehingga
penulisan karya ilmiah ini sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah.
5.
Kemandirian Peneliti
Penelitian ini bersifat
mandiri, Karena seluruh kegiatan penelitian ini murni kegiatan ilmiah dalam
rangka penulisan proposal untuk menuju penulisan tesis sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Magister Administrasi Pendidikan Universitas Bengkulu. Segala
biaya yang ditimbulkan dalam kegiatan penelitian ini merupakan beban tanggungan
bagi peneliti sehingga penelitian iniakan lebih mandiri dan independen.
6.
Inovasi, Produk dan Sumbangan Penelitian
Produk dari
hasil penelitian ini merupakan suatu inovasi dalam dunia pendidikan yaitu
masalah manajemen stress kerja guru, diharapkan dapat memberikan kegunaan dan
sumbangsi bagi setiap sekolah dalam mengatasi permasalahan yang ada dalam
organisasi sekolah tersebut terutama dalam mengatasi masalah stress kerja guru.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Hasil
Penelitian
1.
Faktor-faktor
yang Menyebabkan Stress Kerja Guru di SMP N 4 Kota Bengkulu
Stres kerja guru merupakan hal yang hampir setiap
hari dialami oleh para guru di SMP N 4 Kota Bengkulu. Stres kerja guru menjadi
suatu persoalan yang serius bagi pihak sekolah karena dapat menurunkan kinerja
guru sehingga berakibat menurunnya
produktivitas, serta meningkatnya ketidakhadiran guru.
Sebelum melakukan penelitian peneliti melakukan observasi awal dan wawancara terhadap
kepala sekolah. Dari hasil observasi belum ditemukan yang begitu jelas gejala
yang menunjukan stress kerja guru. Namun hasil dari wawancara tehadap kepala
sekolah menunjukan bahwa di SMP N 4 Kota Bengkulu dapat ditemukan adanya stress
kerja guru. Kepala sekolah mengatakan bahwa:
Setiap guru pasti
mengalami stress kerja, hanya saja seberapa tinggi tinggkatannya, rendah,
sedang bahkan tinggi, tapi perlu diingat juga stress itu tidak hanya
menyebabkan yang negative saja tetapi ada juga yang positifnya termasuk
guru-guru di SMP N 4 Kota Bengkulu.
Berdasarkan hasil wawancara serta observasi ada beberapa
faktor penyebab stress kerja guru yang dapat dijumpai di SMP N 4 Kota Bengkulu yaitu:
Faktor Individual, Faktor Organisasional dan Faktor Lingkungan.
a.
Faktor Individual
Stress kerja guru
akibat dari faktor Individual berupa pengaruh dari masalah keluarga, ekonomi,
kepribadian, tekanan, kesehatan, usia, penyebab fisik dan sebagainya.
Table 4.1
Penyebab Stres Faktor Individual
No
|
Penyebab Stres
|
Jumlah
|
|
Ya
|
Tidak
|
1
|
Mempunyai
Masalah keluarga atau pribadi
|
9
|
39
|
2
|
Merasa ekonomi
masih kurang
|
48
|
0
|
3
|
Memiliki
kepribadian yang pendiam, mudah tersinggung, sulit berinteraksi, pemarah,
sensitive dan sebagainya
|
12
|
36
|
4
|
Mempunyai
Tekanan/Ancaman dalam diri
|
3
|
45
|
5
|
Kesehatan yang
mulai mempengaruhi kinerja
|
8
|
40
|
6
|
Usia yang mulai
mempengaruhi produktivitas kerja
|
24
|
24
|
7
|
Merasa minder
atau kurang percaya diri
|
0
|
48
|
Table diatas
menunjukan faktor individual mempengaruhi tingkat stress kerja guru, hasilnya
menunjukan bahwa: pertama, sebagian kecil guru memiliki masalah keluarga, hal
ini didapat dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti bahwa mereka merupakan
guru perempuan yang memiliki anak masih kecil sehingga memiliki pekerjaan
ekstra yaitu mengurus keluarga serta menjalankan profesi sebagai guru, dan
mesti menitipkan anaknya kepada orang tua dan sanak family mereka.
Kedua masalah
gaji, semua guru, baik guru sertifikasi, non sertifikasi maupun guru honor
sependapat bahwa bahwa gaji yang di dapat masih kurang. Seperti yang dikatakan
bapak yang akrab di panggil pak Rus bahwa ”sebagai manusia biasa seberapa besar
gaji pasti tetap merasa kurang, karena semakin besar pendapatan kita yaa
otomatis kebutuhan kita juga besar”. Jadi tidak salah jika sebagian dari mereka
memiliki usaha tambahan, seperti jualan online, usaha rumah makan, dan
sebagainya.
Ketiga masalah
kepribadian, hanya sebagian kecil guru yang memiliki masalah kpribadian ini
terbukti dari hasil obsevasi bahwa mereka lebih sering menyendiri, dan saat di
minta untuk di wawancara mereka selalu menolak dan menunjuk untuk wawancara
guru lain saja, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa mereka memiliki masalah
kpribadian yang pendiam dan sulit untuk berinteraksi.
Item yang keempat
yaitu: tekanan atau ancaman, hanya beberapa guru saja yang memiliki ancaman
atau rasa takut, mereka adalah guru yang
masih muda, mereka merasa takut karena ada seorang warga sekitar sekolah yang
sering mengganggu jika bertemu mereka, sehingga sedikit merasa terancam dari
gangguan tersebut.
Kelima Masalah
kesehatan, hanya sebagian kecil saja yang mengatakan bahwa mereka memiliki
masalah kesehatan, dimana usia juga mempengaruhi masalah kesehatan, seperti:
mudah capek, mata rabun, pusing dan sebagainya.
Masalah yang
keenam yaitu masalah usia, tidak heran jika peneliti menemukan sebagian besar
guru memiliki masalah usia yang mempengaruhi kinerja mereka, karena di SMP N 4
Kota Bengkulu rata-rata merupakan guru senior.
Item yang
terakhir yaitu kepercayaan diri, dari hasil penelitian peneliti tidak menemukan
guru yang memiliki rasa minder atau tidak percaya diri, karena mereka
mengatakan bahwa guru merupakan pekerjaan mulia kenapa harus malu atau minder
bahkan kita harus bangga menjadi guru.
Hasil penelitian
di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat penyebab-penyebab stress di SMP
N 4 Kota Bengkulu, lebih tepatnya yaitu faktor individu. Penyebab stress dari
faktor individu yang paling dominan yang menyebabkan stress kerja guru yaitu
masalah ekonomi diamana semua berpendapat bahwa ekonomi yang didapat masih
kurang. Tidak hanya guru honor yang mengatakan demikian tetapi guru yang
berstatus PNS sertifikasi maupun non sertifikasi juga merasa hal yang serupa.
b.
Faktor Organisasional
Stress kerja guru
akibat dari faktor organisasi terjadi dikarenakan, tuntutan tugas yang berlebihan sehingga menjadi beban
bagi seorang guru, tekanan untuk menyelesaikan dan membutuhkan kecepatan
dalam pengerjaan hal ini
menyebabkan guru kesulitan dalam mengatur waktu, kemudian pekerjaan yang
bersifat rutin, monoton, serta hubungan kerja antar rekan yang tidak cocok,
apalagi bila diwarnai dengan adanya konflik mental maupun fisik di sekolah, serta
pengawasan dari atasan yang begitu ketat sehingga dapat menyebabkan stress pada
guru. Hal ini dapat dijelaskan dalam tabel dibawah ini:
Table 4.2
Penyebab Stres Faktor Organisasional
No
|
Penyebab Stres
|
Jumlah
|
|
Ya
|
Tidak
|
1
|
Beban Kerja
|
30
|
18
|
2
|
Pembagian tugas
yang tidak sesuai
|
2
|
46
|
3
|
Gaya
kepemimpinan yang tidak terlalu disukai
|
8
|
40
|
4
|
Perbedaan
status profesi
|
4
|
44
|
5
|
Keterlambatan
pembayaran honor
|
4
|
44
|
6
|
Sulit mengatur
waktu
|
25
|
23
|
7
|
Terbatasnya
sarana dan prasarana pembelajaran
|
37
|
11
|
8
|
Memiliki
konflik di sekolah
|
0
|
48
|
9
|
Hubungan dengan
atasan yang kurang harmonis
|
0
|
48
|
10
|
Hubungan dengan
rekan kerja yang kurang harmonis
|
0
|
48
|
11
|
Hubungan dengan
masyarakat yang kurang harmonis
|
3
|
35
|
Hasil penelitian
di atas menunjukan bahwa guru di SMP N 4 Kota Bengkulu dominan mengalami beban
kerja, terutama dengan silih bergantinya kurikulum. Saat ini SMP N 4 kota
Bengkulu telah menerapkan kurikulum 2013, sehingga membuat para guru bekerja
ekstra untuk memahami kurikulum 2013. Kemudian masalah pembagian tugas,
peneliti hanya menemukan hanya sedikit para guru yang merasa keberatan dengan
tugas yang di berikan, karena pembagian tugas tidak ada unsur paksaan melainkan
melalui rapat dan musyawarah terhadap semua pihak sekolah, sperti pembagian
tugas wakil kepala sekolah, wali kelas, dan pengurus-pengurus lainnya.
Masalah gaya
kepemimpinan, beberapa guru yang merasa gaya kepemimpinan kepala sekolah yang
sekarang kurang di sukai. Kepala sekolah kurang sosialisasi sehingga kurang ada
kepedulian terhadap bawahan, dan ada juga yang berpendapat bahwa kepala sekolah
sekarang kurang konsisten antara perkataan dan tindakan.
Perbedaan status
profesi dan keterlambatan pembayaran honor bukan merupakan hal yang serius yang
di hadapi SMP N 4 Kota Bengkulu, karena di SMP N 4 Kota Bengkulu hanya memiliki
4 orang guru berstatus GTT atau guru honor. PN berpendapat bahwa:
Sebagai guru honor rasa cemburu dengan guru
yang berstatus PNS pasti ada, namun walaupun sebagai guru honor bukan berarti ada
perbedaan dengan guru lain, karena di SMP 4 Kota Bengkulu semua sama, kita semua
adalah keluarga”.
Faktor
selanjudnya adalah kesulitan dalam mengatur waktu, dimana para guru di SMP N 4
Kota Bengkulu tidak sedikit yangmempunyai masalah dalam mengatur waktu, hal ini
terbukti bahwa banyak yang mengatakan sulit mengatur waktu, hal ini di sebabkan
karena sudah berkeluarga, usia sudah tidak muda lagi, mata rabun, bahkan masih
ada yang kurang mampu mengunakan teknologi, sehingga harus meminta tolong
dengan yang lain, dengan demikian akan memperlambat kerja mereka. Begitu juga
dengan sarana dan prasarana di SMP N 4 Kota Bengkulu, tidak tanggung-tanggung
bahwa sebagian besar para guru berpendapat bahwa sarana prasarana di SMP N 4
Kota Bengkulu masih kurang, seperti media pembelajaran, alat-alat
ekstrakulikuler serta tempat atau lapangan olahraga.
Berdasarkan
observasi dan wawancara peneliti tidak menemukan konflik di lingkungan SMP N 4
Kota Bengkulu, baik itu konflik sesama rekan kerja, ataupun konflik dengan
atasan. Wakil kurikulum mengatakan bahwa:
Semua
itu yang berada di SMP N 4 Kota Bengkulu, baik guru, staf TU, satpam, penjaga
sekolah, warga, murid bahkan tamu jika sudah berada di ruang lingkup SMP N 4
Kota Bengkulu semua adalah keluarga, jadi belum pernah kami mendapatkan
konflik, yang jelas tidak ada pembeda antara usia, genre, agama, status, suku dan
sebagainya, kita semua sama
Sehingga hubungan
antara sesama rekan kerja, dengan atasan, serta dengan warga sekitar berjalan
dengan baik. Namun ada beberapa yang memiliki masalah dengan warga, hanya saja
itu hanya sebuah gangguan dari seorang pemuda yang mengganggu guru yang muda,
jadi permasalahan ini tidak terlalu rumit untuk di permasalahkan di SMP N 4
Kota bengkulu.
Penyebab
terjadinya stress kerja guru dari faktor organisasional dapat disimpulkan bahwa
yang paling dominan sebagai penyebab terjadinya stress kerja guru yaitu masih
terbatasnya sarana prasarana pembelajaran , seperti media pembelajaran,
alat-alat ekstrakulikuler serta tempat atau lapangan olahraga. Dan peneliti
juga tidak menemukan konflik di dalam area SMP N 4 Kota Bengkulu serta hubungan
antara sesama rekan kerja, dengan atasan dan dengan warga sekitar memilki
hubungan yang sangat baik.
c.
Faktor Lingkungan
Kondisi lingkungan kerja yang
buruk berpotensi menjadi penyebab guru mudah jatuh sakit, mudah stress, sulit
berkonsentrasi dan menurunnya produktivitas kerja. Bayangkan saja, jika ruangan
kerja tidak nyaman, panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan kerja
terlalu padat, lingkungan kerja kurang bersih, berisik, tentu besar pengaruhnya
pada kenyamanan kerja guru. Kurangnya penguasaan terhadap teknologi yang
digunakan, serta perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat di dalam sekolah.
Table 4.3
Penyebab Stres Faktor Lingkungan
No
|
Penyebab Stres
|
Jumlah
|
|
Ya
|
Tidak
|
1
|
Kurangnya
dukungan social dari keluarga
|
0
|
48
|
2
|
Kurangnya
dukungan social dari organisasi
|
6
|
42
|
3
|
Ketidakmampuan
memanfaatkan teknologi yang ada
|
19
|
29
|
4
|
Tingkah laku
anak peserta didik
|
48
|
0
|
5
|
Kondisi lingkungan
kerja yang kurang nyaman, panas, polusi, bising, gersang dan lain-lain
|
36
|
12
|
Faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi tingkat stress kerja
guru, hal ini dapat di lihat dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan
peneliti. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada satu orangpun yang
mengatakan bahwa mereka tidak mendapatkan dukungan dari keluarga, karena
keluarga mereka mendukung semua profesi mereka. Namun data menunjukan bahwa hanya
sebagian kecil dari para guru yang berpendapat bahwa mereka kurang mendapat
dukungan dari kepala sekolah, mereka berpendapat bahwa kepala sekolah kurang
komunikasi dan sosialisasi terhadap bawahan. Dari data yang diperoleh
menunjukan bahwa setengah dari semua guru di SMP N 4 Kota Bengkulu merupakan guru
yang tidak mudah lagi, jadi wajar sebagian besar guru di SMP N 4 Kota Bengkulu
memiliki masalah kurangnya pemahaman terhadap teknologi.
Tidak aneh lagi jika semua guru mengatakan permasalahan yang sulit
di atasi adalah kenakalan siswa, terbukti bahwa semua guru SMP N 4 Kota
Bengkulu mengatakan bahwa setiap kelas, setiap tahun ajaran, setiap angkatan
pasti terdapat murid yang nakal, namun menurut DB bahwa:
Di SMP N 4 Kota Bengkulu tidak terdapat siswa
yang nakalnya kelewatan, seperti tawuran, bolos, mencuri dan sebagainya.
Melainkan mereka banyak yang hyperaktif yang ingin diperhatikan lebih.
Masalah lingkungan kerja
sangat mempengaruhi tingkat stress kerja guru, sesuai dengan data yang didapat sebagian
besar para guru setuju bahwa kondisi lingkungan di SMP N 4 Kota Bengkulu
mempengaruhi tingkat stress mereka, sesuai dengan hasil observasi bahwa SMP N 4
Kota Bengkulu berada di pusat kota dengan lingkungan yang sempit sehingga
mengakibatkan bising dari kendaraan diluar serta siswa yang sedang melaksanakan
kegiatan olahraga, dampaknya yaitu guru merasa kurang nyaman, terganggu serta
kurang konsentrasi dalam proses belajar dan mengajar.
Penyebab dari faktor lingkungan ini yang paling dominan yang
menyebabkan stress kerja guru adalah tingkah laku siswa. Karena dari semua guru
setuju bahwa tingkah laku siswa adalah salah satu masalah yang dihadapi dalam
proses belajar dan mengajar. Tidak heran jika terkadang masalah tersebut
membuat guru frustasi dan stress menghadapinya.
Peneliti
juga memberikan gambaran umum tentang SMP N 4 Kota Bengkulu yang diperoleh dari
dokumentasi. SMP N 4 Kota Bengkulu
berlokasikan Jl. Cimanuk KM 6,5 berada di pusat kota dengan luas lahan hanya 7.345 m2, ini
terbilang kecil untuk kawasan sekolah. SMP N 4 Kota Bengkulu dipimpin oleh
kepala sekolah yang di bantu dengan 4 wakil kepala sekolah yaitu: (1). Wakil
kepala sekolah bidang Humas Kurikulum, (2). Wakil kepala sekolah bidang Humas
Kesiswaan (3). Wakil kepala sekolah bidang Humas Sarana dan prasarana dan (4).
Wakil kepala sekolah bidang Humas. SMP N 4 Kota Bengkulu memiliki 49 tenaga
pendidik, 45 berstatus PNS dan 4 orang berstatus GTT (honorer). Dari 49 tenaga
pendidik ada 23 orang tenaga pendidik
yang berusia 50-59 tahun, selanjutnya terdapat 14 orang tenaga pendidik yang
berusia sekitar 40-49 tahun, kemudian 7 0rang yang berusia 30-39 tahun dan 4
orang yang berusia 20-29 tahun. Dari seluruh tenaga pendidik d SMP N 4 Kota
Bengkulu hanya 5 orang yang berstatus pendidikan S2, sisanya berpendidikan SI
dan D3. Data ini juga merupakan salah
satu pedoman bahwa terdapat stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu.
Hasil data yang didapat di atas yaitu masalah faktor-faktor penyebab
stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu dapat disimpulkan bahwa setiap pekerjaan
pasti ada tantangan dan rintangan serta ada resikonya tersendiri, sehingga
terkadang pekerjaan itu sendiri yang membuat kita stress. Karena setiap manusia
apapun profesinya pasti pernah mengalami stress. Begitu juga guru di SMP N 4
Kota Bengkulu. Dari hasil data menunjukan bahwa guru SMP N 4 Kota Bengkulu
mengalami stress kerja guru dan hal ini harus ditindak lanjuti oleh kepala
sekolah dalam manajemen stress kerja guru.
2.
Upaya
Kepala Sekolah Mengatasi Stres Kerja Guru di SMP N 4 Kota Bengkulu
Upaya kepala sekolah dalam mengatasi
stress kerja guru yang paling utama yang harus dilakukakan adalah: mengenali
gejala-gejala stres, memahami faktor-faktor penyebab stres, dan melatih diri
melakukan mekanisme penanganannya. Hal inilah yang dilakukan oleh kepala
sekolah SMP N 4 Kota Bengkulu dalam menangani stress kerja guru. Sebelum
melakukan tindakan manajemen stres diperlukan untuk mengenali faktor-faktor apa
saja yang menyebabkan stress, bagaimana gejalanya, serta memahami tingkatan
stress yang guru hadapi, jadi sebagai kepala sekolah harus mampu melakukan
mekanisme penanganannya seperti bagaimana perencanaannya, bagaimana
pelaksanaannya, monitoringnya serta bagaimana evaluasinya. Upaya ini diharapkan
supaya manajemen stress kerja guru pelaksanaannya berjalan sesuai dengan apa
yang di harapakan.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam
manajemen stress kerja guru di SMP N 4 Kota
Bengkulu telah dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Perencanaan
yang dilakukan oleh pihak sekolah SMP N 4 Kota Bengkulu yaitu:
a) Pertama mengenali penyebab stress kerja guru itu sendiri,
b) Kedua memahami tingkatan stress kerja guru,
c) Ketiga memahami stress kerja guru, karena stress tidak
hanya bersifat negative tetapi ada juga stress yang bersifat positif. dan
d) Bagaimana penanganannya.
Pertama,
mengenali penyebab stress kerja guru. Dengan mengenali penyebab stress kerja
guru maka kepala sekolah akan mengetahui langkah apa yang harus dilakukan. Stress
kerja bukan hal yang gampang untuk di tanggulangi, melainkan butuh pemahaman
dan pendekatan terhadap semua guru yang ada di sekolah, tugas ini lah yang
harus dimiliki seorang kepala sekolah untuk memahami penyebab stress kerja
guru, tanpa mengetahui lebih dalam masalah penyebab stress kerja guru maka
kepala sekolah akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan manajemen stress
kerja guru.
Kedua,
memahami tingkatan stress kerja guru. Stress kerja guru yang tingkatannya lebih
tinggi harus mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tingkat
stress kerja guru yang rendah, karena jika stress guru sudah mencapai tingkat
yang kronis, guru tersebut akan membuat banyak kesalahan dalam mengajar serta
hilangnya perasaan kemanusiaan guru seperti rasa kasih sayang, humor, tolong
menolong, empati, simpati, ramah tamah sehingga cepat marah terhadap siswanya,
secara otomatis akan mempengaruhi kinerja guru tersebut.
Ketiga,
memahami jenis stress yang dihadapi guru. Tidak mudah untuk mengetahui jenis
stress apakah itu bersifat negative atau bersifat positif. Namun ini juga menjadi tantangan kepala
sekolah bagaimana cara membedakan mana yang stress negataif dan mana yang
stress positif. Tiga hal ini lah yang perlu di rencanakan kepala sekolah
sebelum melakukan manajemen stress kerja guru karena beda penyebab stres, beda
jenis, beda tingkatan stress maka beda pula cara penanggulangannya.
Mengelola stress kerja guru adalah
tantangan yang harus deselesaikan oleh manajemen sekolah terutama kepala
sekolah untuk dapat mengurangi tingkat stress kerja guru. Sehingga kepala
sekolah harus menentukan upaya-upaya apa saja yang perlu dilakukan untuk
mengatasi stress kerja guru termasuk perencanaannya, pelaksanaannya serta
evaluasinya.
Dalam mengimplementasikan manajemen
stress kerja guru, kepala sekolah menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Pendekatan
Individu
Pendekatan
individu merupakan strategi penanganan stress kerja guru yang pertama dilakukan
seorang kepala sekolah. Pendekatan individu dilakukan secara personal atau
pribadi. Kepala sekolah tidak membatasi waktu untuk bertemu dengan semua dewan
guru, sehingga guru bisa berkomunikasi dengan kepala sekolah kapanpun dan
dimanapun. Kepala sekolah menerapkan pndekatan individu ini dengan keyakinan
bahwa dengan pendekatan individu kepala sekolah bisa membaca permasalahan yang
dihadapi gurunya termasuk termasuk tingkat stress kerja guru. Sehingga kepala
sekolah mampu mencari solusi dan mengatasi tingkat stress guru sebelum masalah
tersebut semakin buruk. Kepala sekolah juga memberikan waktu yang
seluas-luasnya kepada guru yang sering mendapat masalah, seperti sering
terlambat, kurang semangat, dan kurang termotivasi saat berada di sekolah.
Sehingga kepala sekolah mampu memberikan dukungan moral dan social terhadap
guru tersebut.
b.
Pendekatan
Organisasional
Selain
pendekatan individu pendekatan organisasi juga sangat perlu dilakukan dalam
meminimalisir tingkat stress kerja guru. pendekatan organisasional merupakan
pendekatan yang secara organisasional. Kepala sekolah dengan melibatkan seluruh
elemen yang ada di lingkungan sekolah benda mati ataupun benda hidup, benda
bergerak maupun benda tidak bergerak, seperti melakukan pengawasan, perbaikan
iklim kerja, perbaikan iklim lingkungan kerja serta perbaikan hubungan kerja
dengan sesama guru, staf, siswa, wali murid dan warga sekitar. Namun di SMP N 4
Kota Bengkulu tidak hanya melakukan pendekatan organisasional di lingkungan
sekolah saja, melainkan juga antar sekolah tingkat kota, provinsi maupun
nasional dengan melalui pelatihan, sharing, studi banding dan sebagainya.
c.
Mengelola
Waktu
Dalam
mengelola waktu kepala sekolah tidak hanya mengelola waktu diri sendiri saja
melainkan juga mengelola waktu bawahannya. Melalu pendekatan individu kepala
sekolah mampu mengelola waktu berdasarkan kebutuhan dan keadaan di sekolah SMP
N 4 Kota Bengkulu. Serta kepala sekolah menaruh perhatian pada lingkungan, peka
terhadap kondisi bawahannya, dan menikmati suasana yang ada. Salah satunya
yaitu kepala sekolah memberi waktu senggang terhadap guru perempuan yang mempunyai
kesibukan pribadi seperti harus mengurus anak terlebih dahulu sebelum ke
sekolah, sehingga kepala sekolah menempatkan mereka untuk memberi jam mengajar
siang hari, jadi jika mereka terlambat datang kesekolah tidak mengganggu jam
mengajar mereka. Sehingga hal ini tidak akan menjadi beban bagi mereka yang
bisa mengakibatkan stress.
d.
Seleksi
dan Penempatan
SMP
N 4 Kota Bengkulu seleksi dan penempatannya sesuai dengan bidang keahliannya,
tidak ada guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidangnya. Sehingga sesuai
dengan kemampuan dan pengalamannya. Begitu juga saat kepala sekolah memberi
tugas tambahan atau jabatan, seperti penunjukan wakil kepala sekolah, wali
kelas, dan pengurus-pengurus, kepala sekolah melakukan rapat untuk melibatkan
semua dewan guru, sehingga tidak ada unsur paksaan dengan acuan sesuai
berdasarkan keahlian dan pengalaman yang mereka miliki.
e.
Rancangan
Ulang Pekerjaan
Setiap
pergantian semester dan tahun ajaran baru SMP N 4 Kota Bengkulu selalu
melakukan rancangan ulang pekerjaan. Hal ini dilakukan untuk menghindari beban
kerja yang dihadapi guru, serta menghindari kebosanan terhadap pekerjaan yang
mereka jalankan. Selain itu rancangan ulang pekerjaan dapat memberikan kesempatan kepada guru lain untuk
memberikan kemampuannya berdasarkan keinginan dan pengalamannya.
f.
Keterlibatan
Guru
Untuk mengurangi
stress guru, kepala sekolah SMP N 4 Kota Bengkulu melibatkan guru-guru lain
dalam pengambilan-pengambilan keputusan yang langsung terkait dengan
kinerjanya. Sehingga kepala sekolah tidak memutuskan sendiri setiap pengambilan
keputusan, bahkan pihak sekolah juga melibatkan warga dan wali murid. Seperti
kegiatan ramadhan pihak sekolah mengundang para wali murid dan warga untuk
membahas kegiatan bulan rahmadan, seperti pembagian zakat dan sebagainya.
Dengan melibatkan semua elemen maka akan mengurangi rasa curiga dan rasa
keberatan kepada dewan guru, yang jelas setiap keputusan-keputusan kepala
sekolah selalu melibatkan semua guru dalam bentuk rapat terbuka ataupun rapat
tertutup.
g.
Komunikasi
Komunikasi
bagi pimpinan merupakan aspek pekerjaan yang penting sebagai bagian dari fungsi
organisasi. Sudah
bukan rahasia lagi bahwa menjadi pemimpin yang baik juga merupakan komunikator
yang andal pula. Dan pemimpin yang baik telah mempelajari komunikasi efektif
ini baik saat berbicara maupun menulis. Sehingga kepala sekolah SMP N 4
Bengkulu menerapkan komunikasi efektif, hal ini sesuai dengan pendapat beliau
bahwa:
Dengan komunikasi efektif maka mampu saling
memahami kelebihan dan kekurangan individu, mampu mengkomunikasikan pikiran dan
perasaan, mampu saling menerima, menolong, dan mendukung, mampu mengatasi
konflik yang terjadi dalam komunikasi serta saling menghargai dan menghormati.
Sehingga
dengan membangun komunikasi yang efektif kepala sekolah bisa memahami permasalahan yang guru hadapi dan dapat
membantu dalam pemecahalan masalah tersebut secara maksimal.
h.
Program
Pengembangan
Dalam
meminimalisir tingkat stress kerja guru program pengembangan yang dilakukan
kepala sekolah cukup beragam. Yang pertama yaitu siraman rohani, dimana
kegiatan ini dilakukan setiap hari jum’at dengan melibatkan semua guru, siswa
dan staf TU. Kegiatan ini berupa zikir bersama, mendengarkan ceramah dan
sebagainya. Bahkan terkadang kepala sekolah itu sendiri sebagai penceramah, dan
terkadang dari siswa mereka. Begitu juga dengan agama lain, mereka juga
melakukan hal yang sama namun berbeda tempat. Kemudian setiap hari sabtu SMP N
4 Kota Bengkulu melakukan olahraga bersama, yaitu melibatkan guru serta siswa, karena
lokasi sekolah sempit maka siswa dibagi 2. Sebagian jalan santai dan sebagian
senam. Begitu juga dengan gurunya ada yang ikut senam ada juga yang ikut jalan
santai.
i.
Reward
dan Punishment
SMP
N 4 Kota Bengkulu juga menerapkan reward dan funishment, karena reward dan
punishment merupakan hal yang penting untuk membentuk pribadi dari warga
sekolah tersebut. Jika punishment menghasilkan efek jera, maka reward akan
menghasilkan efek sebaliknya yaitu ketauladanan. Pada dasarnya keduanya
sama-sama dibutuhkan dalam memotivasi seseorang, termasuk dalam memotivasi para
guru dalam meningkatkan kinerjanya.
Melalui
pengawasan kepala sekolah selalu mengevaluasi manajemen stress. Pepatah
mengatakan “mempertahankan jauh lebih sulit dari meraih” pepatah ini sangat
berlaku di SMP N 4 Kota Bengkulu karena apapun yang tercapai tidak ada kata
untuk mempertahankan melainkan akan memperjuangkan lagi untuk lebih baik,
ibarat kata diatas langit masih ada langit jadi SMP N 4 Kota Bengkulu tidak ada
kata puas dalam apa yang pernah diraih. SMP N 4 Kota Bengkulu selalu melakukan
yang lebih baik lagi. Begitu juga dengan manajemen stress kerja guru ini, apa
yang telah dilakukan tidak cukup sampai disini melainkan pihak sekolah terus
berbenah diri dan terus meningkaatkan program-program tersebut melalui
evaluasi. Kepala sekolah mengatakan bahwa:
Evaluasi tetap kita lakukan apapun hasilnya
berhasil atau tidak evaluasi tetap ada, istilahnya ada yang gagal kita ganti,
ada yang kurang berhasil kita perbaiki, dan ada yang berhasil kita buat lebih
berhasil lagi.
Evaluasi
dilakukan sebagai bentuk pengawasan apakah yang dilakukan sudah berhasil atau
belum. Sehingga evaluasi stress kerja guru perlu terencana agar tidak
salah langkah. Dalam evaluasi yang dilakukan oleh kepala
sekolah SMP N 4 Kota Bengkulu tidak begitu terlalu
jelas namun berdasarkan penjelasan dari kepala sekolah diatas dapat peneliti
simpulkan bahwa evaluasi adalah bagian dari manajemen sehingga evaluasi perlu
dilakukan. Dalam evaluasi yang dilakukan kepala sekolah yaitu terus mengawasi
dan memperbaiki progam-program yang di anggap gagal serta meningkatkan terus
program-program yang sudah dianggap berhasil.
3.
Hasil
Pelaksanaan Manajemen Stress di SMP N 4 Kota Bengkulu
Tidak
semua kepala sekolah memiliki kemampuan dalam manajemen stress, bahkan tanpa
pengalaman yang memadai bisa salah langkah justru akan memperburuk keadaan.
Kemampuan dalam manajemen stress sangat perlu, walaupun kelihatan sepeleh
tetapi akibat dari stress dampaknya sangat buruk, seperti tidak ada motivasi,
ketidak ahdiran meningkat, dan yang paling jelas yaitu kurangnya produktifitas
kerja guru, sehingga prestasi kerja guru tidak ada.
Namun
di SMP N 4 Kota Bengkulu peneliti menemukan bahwa kepala sekolah mempunyai
kemampuan dalam melaksanakan manajemen
stress. Hal ini terlihat
jelas bahwa dengan dilakukannya manajemen stress di SMP N 4 Kota Bengkulu
menunjukan adanya perubahan, seperti dapat dilihat dari reaksi para guru, yang
pertama yang paling terlihat jelas yaitu menurunnya persentase ketidak hadiran
guru, sehingga ini mengindikasikan bahwa guru betah untuk berada di sekolah,
dan hilangnya rasa bosan guru disekolah. Kemudian juga ada perubahan yang
lainnya seperti: meningkatnya motivasi guru, kinerja meningkat, berkomunikasi
lebih lancar, dengan atasan lebih akrab, lebih berkeluarga, kepercayaan diri
seorang guru juga meningkat, kemauan untuk sukses tinggi, prestasi kerja
meningkat, serta kinerjanya memuaskan. Hal ini terbukti dengan
prestasi-prestasi yang di dapat oleh sekolah beberapa tahun terakhir. Bahkan
pihak sekolah sangat kebingungan untuk menempatkan kemana lagi piala-piala
penghargaan yang telah didapat selama ini.
Berdasarkan data
yang peneliti peroleh bahwa sebenarnya gaya kepemimpinan sangat mempengaruhi
tingkat stress kerja guru. Karena beda kepala beda pula caranya. Kepemimpinan
saat ini sedikit mampu merubah keadaan di sekolah. Terbukti bahwa kepala
sekolah memberikan kepercayaan penuh terhadap bawahannya. Wakil kepala sekolah
bagian sarana prasarana mengatakan:
Kepala
sekolah tidak ikut campur masalah sarana prasarana melainkan percaya penuh
kepada saya, sehingga saya sangat merasa dihargai dalam jabatan ini. Gaya
kepemimpinannya pun berbeda dengan yang sebelumya, diamana kepala sekolahnya
perempuan. Sehingga wakil beserta guru lain sedikit segan jika mau mengakrabkan
diri dan merasa lebih malu jika dimarah dengan perempuan.
Sebagai pemimpin
atau kepala sekolah dalam mengatasi stress kerja guru tentunya tidak semudah
yang dia bayangkan, Karena kepala sekolah harus benar-benar memiliki kemampuan
dalam mengelola stress kerja guru. Namun dengan apa yang telah dilakukan pihak
sekolah terutama kepala sekolah seperti melakukan: pendekatan
individu, pendekatan organisasi, mengelola waktu, seleksi dan penempatan,
rancangan ulang pekerjaan, keterlibatan guru, komunikasi, program pengembangan,
dan reward dan punishment pihak sekolah merasa telah mampu mengurangi tingkat
stress kerja guru, walaupun dampaknya tidak terlalu drastis namun sudah
menunjukan bahwa guru mampu lebih semangat, termotivasi dan percaya diri
sehingga kinerjanya meningkat dan memuaskan. Begitu juga dengan kemampuan
kepala sekolah dalam manajemne stress, hal ini sangat mempengaruhi dalam
penanganan stress kerja guru.
B. Pembahasan
Penelitian
1.
Faktor-faktor
yang Menyebabkan Stress Kerja Guru di SMP N 4 Kota Bengkulu
Masalah stres adalah masalah yang akhir-akhir ini
hangat dibicarakan di SMP N 4 Kota Bengkulu, dan posisinya sangat penting dalam
kaitannya dengan produktifitas kerja guru. Selain dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang bersumber dari luar organisasi, stres juga banyak
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam organisasi. Oleh
karenanya perlu disadari dan dipahami keberadaannya. Pemahaman akan sumber-sumber
stres yang disertai dengan pemahaman terhadap cara-cara mengatasinya, adalah
penting sekali bagi kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan siapa saja
yang terlibat dalam organisasi demi kelangsungan organisasiyang sehat dan
efektif.
Banyak di antara kita yang hampir pasti merupakan
bagian dari satu atau beberapa organisasi, baik sebagai atasan maupun sebagai
bawahan, pernah mengalami stres meskipun dalam taraf yang amat rendah. Dalam
zaman kemajuan di segala bidang seperti sekarang ini manusia semakin sibuk. Di
satu pihak peralatan kerja semakin modern dan efisien, dan di lain pihak beban
kerja di sekolah juga semakin bertambah. Keadaan ini tentu saja akan menuntut
energi guru yang lebih besar dari yang sudah-sudah.
Hasil penelitian yang telah diperoleh peneliti di
SMP N 4 Kota Bengkulu diketahui bahwa
ada tiga faktor yang menyebabkan stress kerja guru yaitu Faktor Individual,
Faktor Organisasional dan Faktor Lingkungan. Penyebab stress kerja guru dari faktor individual meliputi: masalah
keluarga, masalah ekonomi, kepribadian, kesehatan, dan usia. Sedangkan dari faktor organisasional
meliputi seperti: beban kerja yang terlalu berat, gaya kepemimpinan yang kurang
disukai, status profesi, kesulitan dalam mengatur waktu, kurangnya sarana dan
prasarana sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar, serta hubungan dengan
atasan, rekan kerja dan warga sekitar. Yang terakhir faktor lngkungan meliputi:
dukungan social dari keluarga, atasan maupun rekan sesama kerja, ketidak mampuan
menggunakan teknologi, menghadapi kenakalan siswa, sikap masyarakat terhadap
pihak sekolah dan kondisi lingkungan kerja.
Menurut Robbins (2001:565-567) ada tiga sumber utama
yang dapat menyebabkan timbulnya stress yaitu:
a.
Faktor Lingkungan
Keadaan
lingkungan yang tidak menentu akan menyebabkan pengaruh pembentukan struktur
organisasi yang tidak sehat terhadap pegawai. Dalam faktor lingkungan terdapat
tiga hal yang dapat menimbulkan stress bagi guru yaitu dukungan sosial,
lingkungan kerja dan teknologi. Perubahan yang sangat cepat karena adanya
penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang mengalami ancaman
terkena stress. Hal ini dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang begitu
cepat. Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat keahlian seseorang
dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir semua pekerjaan dapat
terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat dengan adanya teknologi
yang digunakannya.
b.
Faktor Organisasi
Didalam
organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress yaitu role demands, interpersonal demands,
organizational structure dan
organizational leadership.
Pertama, Role Demands. Peraturan dan tuntutan
dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu organisasi akan mempengaruhi
peranan seorang pegawai untuk memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama
dalam suatu organisasi tersebut.
Kedua, Interpersonal Demands. Mendefinisikan
tekanan yang diciptakan oleh pegawai lainnya dalam organisasi. Hubungan
komunikasi yang tidak jelas antara pegawai satu dengan pegawai lainnya akan
dapat menyebabkan komunikasi yang tidak sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan
dalam organisasi terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan
menghambat perkembangan sikap dan pemikiran antara pegawai yang satu dengan
pegawai lainnya.
Ketiga, Organizational Structure. Mendefinisikan
tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut dibuat dan jika
terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat keputusan atau peraturan maka
akan dapat mempengaruhi kinerja seorang pegawai dalam organisasi.
Keempat, Organizational Leadership. Berkaitan
dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam suatu organisasi.
Karakteristik pemimpin menurut The Michigan group (Robbins, 2001:316) dibagi
dua yaitu karakteristik pemimpin yang lebih mengutamakan atau menekankan pada
hubungan yang secara langsung antara pemimpin dengan pegawainya serta
karakteristik pemimpin yang hanya mengutamakan atau menekankan pada hal pekerjaan
saja.
Empat
faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam mengukur tingginya
tingkat stress. Pengertian dari tingkat stress itu sendiri adalah muncul dari
adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak
diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan, batasan-batasan, atau
permintaan-permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keinginannya dan
dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi penting
(Robbins, 2001:563).
c.
Faktor Individu
Pada
dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga, masalah
ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi
antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang
akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang.
Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari bagaimana seseorang tersebut dapat
menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan keluarga serta dapat
menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya. Karakteristik pribadi dari
keturunan bagi tiap individu yang dapat menimbulkan stress terletak pada watak
dasar alami yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala
stress yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan harus diatur dengan benar dalam
kepribadian seseorang, agar gejala-gejala stress yang merugikan dapat di
hindari.
Menurut Rahayu dalam (www.academia.edu)
Studi tentang Penyebab stress pada guru telah dilakukan (Louden 1987, Dinham
1993, Punch and Tuetteman 1996, Pithers and Soden 1999, Kyriacou 2001,Sinclair
and Ryan 1987, Dinham 1992). Pada studi mereka ini disimpulkan bahwa stress
muncul jika:
a. Hubungan
Buruk Siswa dan Guru
1) Motivasi
siswa sangat rendah serta kurangnya rasa hormat siswa pada guru.
2) Adanya
perilaku buruk siswa yang sulit diatasi dan selalu terjadi berulang-ulang di
kelas
3) Ada
kesalah pahaman atau kurang pengertian antara guru dan murid yang berbeda
kemampuan, kelas, etnik, dan latar belakang budaya
b. Waktu
1) waktu
yang kurang untuk persiapan mengajar
2) tuntutan
yang tidak realistis dari administrasi/atasan
3) keputusan
batas waktu yang tidak realistis
4) harus
mengerjakan beban kerja yang berlebihan dalam waktu yang pendek
c. Konflik
1) Ada
konflik antara perubahan filosofi pendidikan dengan pandangan guru yang selama
ini telah diyakininya bertahun-tahun
2) Kebijakan
Diknas yang menuntut inovasi dan perubahan
3) Aturan
baru yang harus diterapkan dan dilaksanakan tanpa adanya pelatihan
4) Tuntutan
kelengkapan administrasi kelas yang harus dikerjakan
d. Kondisi
Pekerjaan yang Memprihatinkan seperti:
1) Fasilitas
dan sarana dan sumber belajar yang kurang
2) Jumlah
siswa yang terlalu besar dalam kelas
3) Lingkungan
sekolah yang mengganggu
4) Letak
sekolah yang terisolasi
e. Kepemimpinan
Sekolah
1) Birokrasi
sekolah yang sangat hierarchical dan ketidakadilan dalam mengambil keputusan
2) Kepemimpinan
yang otoriter
f. Buruknya
Hubungan Teman Sejawat Seperti
1. Kurang
adanya kepercayaan, kerjasama diantara teman sejawat.
2. Adanya
persaingan yang tidak sehat
g. Perasaan
Ketidakmampuan
1) Guru
merasa tidak mampu atau kurang terampil
2) Guru
harus mengajar diluar bidangnya
3) Tidak
adanya reward dari pimpinan akan keberhasilan yang telah dicapai guru
h. Tekanan
Ekstra Lainnya
1) Sikap
masyarakat yang negative terhadap guru dan sekolah
2) Kehidupan
guru yang tidak stabil dan tidak berkecukupan
2.
Upaya
kepala sekolah mengatasi stres kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu
Salah satu upaya untuk mengurangi stres kerja,
dibutuhkan dukungan sosial terutama orang yang terdekat, seperti keluarga,
teman sekerja, pemimpin atau kepala sekolah. Agar diperoleh dukungan maksimal,
dibutuhkan komunikasi yang baik pada semua pihak, sehingga dukungan sosial
dapat diperoleh secara meksimal. Guru dapat mengajak berbicara kepada atasan
tentang masalah yang dihadapi, atau setidaknya ada tempat mengadu atas keluh
kesahnya.
upaya yang dilakukan kepala sekolah SMP N Kota
Bengkulu dalam manajemen stress kerja guru ada empat langka yaitu perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Dalam perencanaan kepala sekolah
melakukan pendekatan-pendekatan terhadap guru untuk mengetahui lebih dalam
permaslahan yang dihadapi guru trutama masalah yang mengakibatkan stress kerja pada
guru, seperti. Mengenali faktor-faktor apa saja
yang menyebabkan stress, bagaimana gejalanya, serta memahami tingkatan stress
yang guru hadapi. Kemudian dalam pelaksanaannya ada beberapa langkah
yang dilakukan kepala sekolah yaitu: melakukan pendekatan individu, pendekatan
organisasi, mengelola waktu bawahan, seleksi dan penempatan, rancangan ulang
pekerjaan, keterlibatan guru terhadap keputusan-keputusan yang akan diambil,
membangun komunikasi, menciptakan program pengembangan serta menerapkan reward dan punishment.
Tidak
semua kepala sekolah memiliki kemampuan dalam manajemen stress, bahkan tanpa
pengalaman yang memadai bisa salah langkah dan justru akan menambah masalah.
Menurut Mulyasa (2011:280) ada beberapa strategi untuk kepala sekolah dalam
manajemens stres kerja, yaitu:
1)
Mengelola
Waktu
Waktu bagi
kepala sekolah itu jarang dipakai untuknya sendiri, ia harus mampu berbagi
waktu dengan peserta didik, tokoh masyarakat, dinas pendidikan, organisasi
profesi, dan lembaga swadaya masyarakat. Tak jarang tenaga kependidikan minta
waktu untuk berkonsultasi dengan kepala sekolah ketika sedang bersiap untuk
pulang. Sebagai kepala sekolah yang professional, harus mampu mengelola waktu
sedemikian rupa, agar seluruh tugas dapat diselesaikan secara proporsional,
tepat wantu, dan tepat sasran, termasuk bagaimana berbagi rasa dengan guru-guru
lainnya sehingga kepala sekolah mampu berbaur dengan guru lain.
2)
Mengembangkan
Energi
Kepala sekolah
harus tampil beda dan lebih energik dari para tenaga kependidikan yang lainnya,
Karena kepala sekolah sebagai contoh, jika kepala sekolahnya punya semangat
secara tidak langsung itu dapat memotivasi guru lain, selain itu, kepala
sekolah juga sering terpilih menjadi pengurus organisasi yang harus mencurahkan
energy untuk memenuhi berbagai macam harapan, misalnya memberikan sambutan,
mencari pemecahan masalah, merancang penelitian bahkan melakukan ceramah
keagamaan dan hal ini dapat mengurangi tingkat stress pada guru.
3)
Memecahkan
Masalah
Kepala sekolah
harus mampu berperan sebagai penyangga di sekolahnya, harus menyerapdan
memahami penderitaan serta masalah yang dialami oleh tenaga kependidikan agar
mereka dapat melaksanakan tugas dengan baik. Tidak sedikit guru yang mengalami
stress karena masalah pembelajaran, disiplin peserta didik, beban yang terlalu
berat, tidak adanya kerja sama dengan guru lain. Tetapi mereka enggan dan
banyak yang merasa takut untuk menyampaikannya. Oleh karena itu kepala sekolah
harus memberikan kesempatan, dan perlakuan yang sama kepada seluruh tenaga
kependidikan, jangan membedakan mereka
karena predikat sebelumnya. Ciptakan suasana yang menyenangkan di antara guru
agar mereka memiliki keberanian untuk mengungkapkan setiap masalah dan mencari
solusinya.
Sedangkan
menurut Higrad dalam buku Badeni (2013) berpendapat bahwa ada beberapa pedoman
untuk menaggulangi stress, yaitu:
1)
Mengelola
Waktu
Seorang
kepala sekolah harus mampu menghargai waktu, karena sering terjadi banyak waktu
yang terbuang hanya untuk beberapa kegiatan tertentu. Manejer harus bisa
membagi waktu terutama kapada tenaga kependidikan lainnya, karena tidak sedikit
guru itu yang mengalami stress kerja dan
butuh penanggulangan dari atasan.
2)
Seleksi dak Penempatan
Seleksi
dan penempatan sangat mempengaruhi tingkat stress kerja guru, apabila terjadi
seleksi dan penempatan yang tidak sesuai yang bukan kemampuan dia, maka akan
mengakibatkan beban kerja yang terlalu berat. Jadi untuk menanggulangi stress
kerja seleksi dan penempatan harus sesuai dengan pengalaman dan kemampuan
sehingga tidak akan mengakibatkan beban kerja.
3)
Penentuan
Tujuan
Penentuan
tujuan yang jelas dan tepat dapat merupakan hal penting dalam mengelola stress.
Karena tujuan yang jelas akan memotivasi guru dalam melaksanakan tugasnya
dengan lebih baik.
4)
Rancangan
Ulang Pekerjaan
Perancangan
ulang pekerjaan yang sesuai dengan tingkat kemampuan, minat dan spesialisasi
serta keinginan idividu pelaksana merupakan salah satu usaha yang mungkin bisa
dilakukan oleh kepala sekolah untuk mengurangi frustasi dan stress guru.
5)
Keterlibatan
Guru
Untuk
mengurangi stress guru, kepala sekolah harus melibatkan guru-guru lain dalam
pengambilan-pengambilan keputusan yang langsung terkait dengan kinerjanya.
6)
Komunikasi
Peningkatan
komunikasi dengan dewan guru dapat mengurangi ketidakpastian karena mengurangi
ambiguitas peran dan konflik peran. Kepala sekolah dapat juga menggunakan
komunikasi yang efektif sebagai cara untuk membentuk persepsi guru.
7)
Program
Pengembangan
Program pengembangan adalah usaha terencana dalam
rangka memotivasi dan membantu peningkatan kesehata fisik dan mental guru
melalui kegiatan-kegiatan tertentu, misalnya kegiatan olah raga bersama,
lokakarya, menghindari rokok, dan sebagainya.
Melalui pengawasan evaluasi tetap dilakukan oleh
kepala sekolah dengan beberapa tahap, yaitu 1)
merumuskan apa tujuan dilaksanakannya evaluasi, perlu atau tidak. 2) Menetapkan
aspek-aspek yang akan dievaluasi. 3) Memilih dan menentukan teknik yang akan
dipergunakan di dalam pelaksanaan evaluasi. 4) Menentukan tolak ukur dan
frekuensi yang akan dijadikan pegangan atau patokan terhadap data hasil
evaluasi.
Evaluasi
dilakukan sebagai bentuk pengawasan apakah yang dilakukan sudah berhasil atau
belum. Sehingga evaluasi stress kerja guru perlu terencana agar tidak
salah langkah. Dalam evaluasi yang dilakukan oleh kepala
sekolah SMP N 4 Kota Bengkulu tidak begitu terlalu
jelas namun berdasarkan penjelasan dari kepala sekolah bahwa evaluasi adalah
bagian dari manajemen sehingga evaluasi perlu dilakukan. Dalam evaluasi yang
dilakukan kepala sekolah yaitu terus mengawasi dan memperbaiki progam-program
yang di anggap gagal serta meningkatkan terus program-program yang sudah
dianggap berhasil.
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui efektifitas dan
efisiensi dari manajemen stress kerja guru, sehingga evaluasi dapat mengukur
apakah manajemen stress telah berhasil dilakukan atau belum. Secara garis besar
dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah pemberian nilai terhadap kualitas
sesuatu. Selain dari itu, evaluasi juga dapat dipandang sebagai proses
merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan
untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Dengan demikian, Evaluasi
merupakan suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan
sampai sejauh mana tujuan-tujuan telah dicapai. (Oktaviandy, 2002. http://navelmangelep.wordpress.com/).
Sebagai bagian dari fungsi manajemen, fungsi
evaluasi tidaklah berdiri sendiri. Fungsi-fungsi seperti fungsi pemantauan dan
pelaporan sangat erat hubungannya dengan fungsi evaluasi. Di samping untuk
melengkapi berbagai fungsi di dalam fungsi-fungsi manajemen, evaluasi sangat
bermanfaat agar organisasi tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Evaluasi adalah proses penilaian yang sistematis,
pemberian nilai, atribut, apresiasi dan pengenalan permasalahan serta pemberian
solusi atas permasalahan yang ditemukan. Dalam berbagai hal, evaluasi dilakukan
melalui monitoring terhadap sistem yang ada. Namun demikian, evaluasi
kadang-kadang tidak dapat dilakukan dengan hanya menggunakan informasi yang
dihasilkan oleh sistem informasi pada organisasi saja.
Tujuan dilaksanakannya evaluasi diantaranya adalah
sebagai berikut : (1) Untuk memberikan penilaian terhadap pelaksanaan aktivitas
dan program organisasi. (2) Untuk memperbaiki kebijaksanaan pelaksanaan program
dan perencanaan program yang akan datang. (3) Untuk mengembangkan
program-program dan teknik baru bagi peningkatan kinerja. (4) Untuk mengadakan
perencanaan kembali yang lebih baik dari suatu program. dan (5) Untuk
meningkatkan efektivitas manajemen pelaksanaan kegiatan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa mengapa evaluasi
itu perlu dilakukan dalam manajemen stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu,
karena: (1) Evaluasi merupakan fungsi manajemen. (2) Evaluasi merupakan
mekanisme umpan balik bagi perbaikan pada kegiatan yang telah dilakukan. (3)
Evaluasi akan dapat menghindarkan organisasi dari mengulangi kesalahan yang
sama. (4) Evaluasi akan dapat menemukan berbagai masalah dalam organisasi dan
mencoba mencari solusinya.
3.
Hasil
Pelaksanaan Manajemen Stress di SMP N 4 Kota Bengkulu
Di SMP N 4 Kota Bengkulu peneliti
menemukan bahwa kepala sekolah mempunyai kemampuan dalam melaksanakan manajemen stress. Hal ini terlihat jelas bahwa dengan
dilakukannya manajemen stress di SMP N 4 Kota Bengkulu menunjukan adanya
perubahan, seperti dapat dilihat dari reaksi para guru, yang pertama yang
paling terlihat jelas yaitu menurunnya persentase ketidak hadiran guru,
sehingga ini mengindikasikan bahwa guru betah untuk berada di sekolah, dan hilangnya
rasa bosan guru disekolah. Kemudian juga ada perubahan yang lainnya seperti:
meningkatnya motivasi guru, kinerja meningkat, berkomunikasi lebih lancar,
dengan atasan lebih akrab, lebih berkeluarga, kepercayaan diri seorang guru
juga meningkat, kemauan untuk sukses tinggi, prestasi kerja meningkat, serta
kinerjanya memuaskan. Hal ini terbukti dengan prestasi-prestasi yang di dapat
oleh sekolah beberapa tahun terakhir. Bahkan pihak sekolah sangat kebingungan
untuk menempatkan kemana lagi piala-piala penghargaan yang telah didapat. Hal
ini tidak lepas dari kemampuan seorang kepala sekolah dalam manajemen stress
kerja guru.
Rivai dan Mulyadi (2011:309) berpendapat bahwa
stress yang tidak teratasi dapat berdampak buruk bagi organisasi seperti:
kepuasan kerja rendah, kinerja yang menurun, semangat dan energy menjadi
hilang, komunikasi tidak lancar, pengambilan keputusan jelek, kreatifitas dan
inovasi kurang dan bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif, sehingga
akan menyebabkan menurunnya prestasi kerja.
Menurut Badeni (2013:69) Stress sebagai sebuah
keadaan yang dapat di alami setiap orang, dalam hubungannya dengan pekerjaan
dapat dalam keadaan tinggi atau rendah serta dapat berpengaruh pada berbagai
macam faktor. Salah satunya adalah dapat mempengaruhi terhadap prestasi kerja.
stress dapat menurunkan prestasi maupun meningkatkan prestasi kerja. Hal ini
sangat bergantung seberapa tingkat stress yang dimiliki. Seperti dilukiskan
pada gambar di bawah ini:
Tinggi
S
Gambar 4.1 Pengaruh Stres dengan
Prestasi Kerja
Sumber:
Badeni (2013)
Gambar di atas menunjukan bahwa ketika
tingkat stress kerja sangat rendah prestasi kerja juga rendah. Ini dapat
diakibatkan karena seseorang tidak mengahadapi banyak tekanan atau tantangan
sehingga orang tersebut kemungkinan besar tidak melakukan usaha yang tinggi
untuk menghadapinya. Selanjutnya, ketika tingkat stress meningkat, yang berarti
seseorang mengalami banyak tuntutan dalam pekerjaannya, tingkat usaha akan
ditingkatkan supaya prestasi kerja hingga sampai pada titik tertentu meningkat
sehingga seseorang masih mampu mengatasi. Namun, ketika tingkat stress
meningkat melebihi tingkat yang dapat dikendalikan, maka prestasi kerja akan
menurun bahkan titik nol.
C. Keterbatasan
Penelitian
Penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan
sesuai dengan prosedur ilmiah dan berupaya untuk mencapai tujuan penelitian
secara optimal, namun demikian masih disadari bahwa hasil penelitian ini masih
memiliki keterbatasan antara lain:
Pertama, karena penelitian ini adalah
penelitian deskriptif kualitatif, maka peneliti hanya mendeskripsikan apa yang
dilihat, dirasakan, dan di dengar peneliti saja melalui observasi, wawancara
serta dokumentasi, sehingga kemungkinan untuk mendapatkan informasi yang rinci
dan lengkap masih sangat kurang. Ditambah dengan informasi-informasi yang
bersifat rahasia, tentu saja pihak sekolah tidak akan memberikan informasi
tersebut kepada peneliti.
Kedua, sulitnya untuk meminta jadwal
wawancara kepada dewan guru karena mereka memiliki kesibukan sendiri apalagi
dengan jumlah guru di SMP N 4 Kota Bengkulu yang banyak sehingga peneliti
membutuhkan waktu yang banyak pula, serta sulitnya menemui kepala sekolah dan
wakil kepala sekolah dikarenakan berbagai tugas di luar kota sehingga memakan
waktu lebih lama dalam penelitian ini.
Ketiga,
adanya keterbatasan penelitian saat wawancara yaitu terkadang jawaban yang
diberikan oleh guru tidak menjelaskan secara rinci, dengan berbagai alasan.
Sehingga peneliti hanya memperoleh data yang apa adanya. bahkan ada yang
menolak untuk diwawancarai karena sedang sibuk. namun tidak membatasi peneliti
untuk melakukan penelitian walaupun harus terus menunggu kapan mereka siap
untuk diwawancarai. dan peneliti juga terus berusaha untuk mendapatkan
informasi sebanyak mungkin yang tidak hanya melalui wawancara terstruktur
tetapi juga melakukan wawancara tidak terstruktur.
Penelitian masih
memiliki kerterbatasan dan kekurangan baik secara konseptual maupun secara
teknis, maka peneliti berharap penelitian ini perlu untuk dilanjutkan dengan
penelitian-penelitian serupa, terutama menyangkut masalah manajemen stress
kerja guru.
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Secara umum simpulan
penelitian menunjukan bahwa manajemen stress kerja guru di SMP N 4 Kota
Bengkulu telah dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan yaitu melalui
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta evaluasi. Simpulan khusus sebagai
berikut:
Pertama, ada 3 faktor yang menyebabkan stress
kerja guru yaitu faktor individual, faktor organisasional dan faktor
lingkungan. Faktor individual meliputi: masalah keluarga, masalah ekonomi,
kepribadian, kesehatan,dan usia.
Sedangkan dari faktor organisasional meliputi seperti: beban kerja yang terlalu
berat, gaya kepemimpinan yang kurang disukai, status profesi, kesulitan dalam
mengatur waktu, kurangnya sarana dan prasarana sebagai penunjang kegiatan belajar
mengajar, serta hubungan dengan atasan, rekan kerja dan warga sekitar. Yang
terakhir faktor lngkungan meliputi: dukungan social dari keluarga, atasan maupun
rekan sesama kerja, ketidakmampuan menggunakan teknologi, menghadapi kenakalan
siswa, sikap masyarakat terhadap pihak sekolah dan kondisi lingkungan kerja.
Kedua,
upaya yang dilakukan kepala sekolah
dalam manajemen stress kerja guru ada empat langka yaitu perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Dalam
perencanaan kepala sekolah melakukan pendekatan-pendekatan terhadap guru
untuk mengetahui lebih dalam permasalahan yang dihadapi guru trutama masalah yang mengakibatkan stress kerja pada
guru, seperti: mengenali faktor-faktor apa saja
yang menyebabkan stress, bagaimana gejalanya, serta memahami tingkatan stress
yang guru hadapi. Kemudian dalam pelaksanaannya ada beberapa langkah
yang dilakukan kepala sekolah yaitu: melakukan pendekatan individu, pendekatan
organisasi, mengelola waktu bawahan, seleksi dan penempatan, rancangan ulang
pekerjaan, keterlibatan guru terhadap keputusan-keputusan, membangun
komunikasi, menciptakan program pengembangan serta menerapkan reward dan punishment.
Manajemen stress kerja guru tidak terlepas dari
pengawasan, sehingga melalui pengawasan tersebut perlu di lakukan evaluasi.
Dalam evaluasi yang dilakukan
oleh kepala sekolah tidak begitu terlalu jelas namun
berdasarkan penjelasan dari kepala sekolah bahwa evaluasi adalah bagian dari
manajemen sehingga evaluasi perlu dilakukan. Dalam evaluasi yang dilakukan kepala
sekolah yaitu terus mengawasi dan memperbaiki progam-program yang di anggap
gagal serta meningkatkan terus program-program yang sudah dianggap berhasil.
Ketiga, hasil manajemen stress kerja guru
menujukkan bahwa hal yang paling menonjol dan jelas yaitu menurunnya persentase
ketidak hadiran guru, sehingga ini mengindikasikan bahwa guru betah untuk
berada di sekolah, dan hilangnya rasa bosan guru disekolah. Kemudian juga ada
perubahan yang lainnya seperti: meningkatnya motivasi guru, kinerja meningkat,
berkomunikasi lebih lancar, dengan atasan lebih akrab, lebih berkeluarga, lebih
kepercayaan diri, kemauan untuk sukses tinggi, prestasi kerja meningkat serta
kinerjanya memuaskan dengan prestasi-prestasi yang membanggakan. Hal ini, ini
tidak lepas dari kemampuan seorang kepala sekolah dalam manajemen stress kerja
guru.
B. Implikasi
Manajemen stress
kerja guru merupakan upaya dalam mengelola stress pada guru dalam rangka untuk
meningkatkan motivasi dan prestasi kerja guru. Berdasarkan hasil penelitian
manajemen stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu menunjukan adanya
implikasi antara lain:
Pertama, dengan dilaksanakannya manajemen stress kerja guru
maka kepala sekolah dapat mengatsasi penyebab-penyebab stress pada guru baik
stress dari faktor individual, stress
dari faktor organisasional maupun faktor stress dari lingkungan.
Kedua, Kemampuan yang mumpuni dari kepala sekolah dalam melaksanakan manajemen stress kerja guru
dapat menanggulangi stress kerja guru secara maksimal sehingga pelaksanaan
manejemen stress kerja guru sesuai dengan yang diharapakan.
ketiga, dengan melaksanakan manajemen stress kerja guru dapat mengatasi stress kerja guru,
sehingga dengan demikian akan meningkatkan motivasi dan semangat kerja guru,
meningkatnya kreativitas-kreativitas guru, serta meningkatnya prestasi kerja
guru.
C. Saran
Berdasarkan hasil
penelitian serta simpulan dan implikasi diatas, maka penulis memberikan saran
kepada pihak terkait:
Pertama,
kepala sekolah hendaknya cepat tanggap terhadap penyebab-penyebab
stress kerja guru seperti: pertama, penyebab stres faktor individu, kepala
sekolah hendaknya terus melakukan pendekatan-pendekatan individu agar dapat
mengetahui penyebab-penyebab stress pada guru. Kedua, Penyebab stress faktor organisasi,
hendaknya kepala sekolah juga melakukan pendekatan-pendekatan organisasional
dengan melibatkan semua pihak sekolah dalam mengatasi stress kerja guru. ketiga
penyebab stres faktor lingkungan, kepala sekolah hendaknya juga memperhatikan
lingkungan sekolah sehingga tercipta lingkungan yang sehat, serta meningkatkan
dukungan terhadap para guru.
Kedua,
hendaknya kepala
sekolah meningkatkan lagi kemampuan manajemen stress kerja guru serta
meningkatkan lagi program-program dan kegiatan-kegitan yang dapat mengurangi
tingkat stress kerja guru. Dan lebih banyak lagi strategi-strategi yang
diterapakan dalam manajemen stress kerja guru.
Ketiga,
hasil manajemen stress
kerja guru yang didapat hendaknya terus ditingkatkan oleh pihak sekolah agar
tidak ada lagi faktor-faktor stress yang dapat merugikan sekolah, sehingga
dapat meningkatkan kinerja dan prestasi kerja guru.
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah,
J. 2012. Macam-macam Penyebab Stres. http://jinggasuci.
blogspot.com/2011/04/macam-macam-penyebab-stress.html,
(diakses 15 Mei 2014)
Anoraga,
Panji. 2009. Psikologi Kerja.
Jakarta: Renika Cipta
Arikunto,
Suharsimi. 2010. Manajemen Penelitian.
Jakarta: PT. Renika Cipta
Badeni.
2013. Kepemimpinan dan Perilaku
Organisasi. Bandung: Alfabeta
Daft,
Richard, L. 2010. New Era of Management.
New York: Cengage Learning
Fahmi,
Irham. 2013. Perilaku Organisasi.
Bandung: CV. Alfabeta
Gibson,
Katherine. 2004. Reducing Stress Creating
Harmony. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer
Khilmiyah,
Akif. 2012. Stres Kerja Guru Perempuan di Kecamatan Kasihan
Bantul Yogyakarta. Yogyakarta: FAI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Kristanti,
Lia Dwi. 2013. Stres Kerja. http://liadwikristanti.files.wordpress.com
/2013/04/stress-kerja.doc. (diunduh 09 Mei 2014)
Kurnia,
Rahmat. 2011. Hubungan Antara Stres Kerja
dan Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Guru SMA Negeri di Bengkulu Selatan.
Tesis. Bengkulu: Prodi MAP PPs FKIP Universitas Bengkulu
Miles,
M.B. & Huberman, A.M. 2007. Analisis
Data Kualitatif. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Moleong,
L.J. 2005. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
Mulyasa.
2005. Menjadi Guru Professional
Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Mulyasa.
2011. Manajemen & kepemimpinan kepala
sekolah. Jakarta: Bumi Aksara
Muzamiroh,
Mida Latifatul. 2013. Kupas Tuntas
Kurikulum 2013. Jakarta: Kata Pena
Rivai,
Veithzal dan Mulyadi, Deddy. 2011. Kepemimpinan
dan Perilaku Organisasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Rizal,
Syamsul. 2013. Stres Kerja dan Kinerja
Guru di SMA Negeri I Lamno. Aceh: FE Universitas Muhamadiyah Aceh
Robbins,
Stephen P. 2003. Organization Behevior.
New Jersey: Prentice-Hall
Sasongko,
Rambat Nur, Dkk. 2011. Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah. Bengkulu: Prodi MAP PPs FKIP Universitas Bengkulu
Satori,
Djam’an dan Komariah, Aan. 2013. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Solichin,
Da’ud Nur. 2013. Pengaruh Stres Kerja Dan
Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja Guru Di Sekolah Mutiara Hati Bandung. Bandung:
FE Universitas Pasundan Bandung
Sopiah.
2008. Perilaku organisasi.
Yogyakarta: CV. Andi Offset
Sugiyono.
2013. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sunyoto,
Danang. 2013. Teori, Kuesioner, dan
Analis Data Sumber Daya Manusia. Jakarta: Buku Seru
Supardi.
2013. Kinerja Guru. Jakarta:
RajaGrafindo Persada
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Kemendiknas
Zainuddin, Dina Amalia. 2013. Makalah Evaluasi http://dinazainuddin.
blogspot.com/2013/01/makalah-evaluasi.html (diunduh 05 September 2014)
RIWAYAT HIDUP
Penulis
bernama lengkap Jon Sastro, dilahirkan di kota Manna Bengkulu selatan Propinsi
Bengkulu pada tanggal 01 Januari 1991 dari pasangan Bapak Islanto dan Ibu
Wasniah. Penulis Beragama Islam, status belum kawin, bertempat tinggal di Jl.
RE. Martadinata No 82 RT 34/RW06. Kelurahan Pagar Dewa Kecamatan Selebar Kota
Bengkulu. Penulis merupakan anak ke3 dari tiga saudara. Saudara yang pertama
bernama Hengki Hermansyah, SH, saudara yang kedua bernama Heni Puspita, S.Pd.
Penulis
menimba ilmu secara formal di SD N 88 Kota Curup, lulus pada tahun 2002.
Kemudian melanjutkan ke SMP N 2 Kota Curup, lulus pada tahun 2005. Dilanjutkan
pada tingkat atas yaitu SMA N 1 Kota Curup dan lulus pada tahun 2008. Pada
pertengahan tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan pada jenjang S1 Bahasa
dan Seni tepatnya Bahasa Inggris Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas
Muhammadiyah Bengkulu dan diwisuda pada bulan September tahun 2012. Pada awal
2013 penulis melanjutkan pendidikan pada jenjang S2 program studi Magister
Administrasi Pendidikan (MAP) Program
Pascasarjana Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Bengkulu. Alhamdulillah penulis
telah menyelesaikan pendidikan S2
ini dengan baik dan diwisuda Desember 2014.