PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
PENGETAHUAN
DAN KESEJARAHAN ISLAM
DISUSUN OLEH:
JON SASTRO
DOSEN PEMBIMBING
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Bahasa Inggris
Universitas Muhamadiyah Bengkulu
2009
ABSTRAK
PENGETAHUAN
DAN KESEJARAHAN
1.ISLAM DAN
ILMU PENGETAHUAN
A.
KEDUDUKAN ILMU
DI DALAM ISLAM
Islam adalah agama yang sangat cinta dan
sangat menjunjung tinggi akan ilmu pengetahuan. Dan Islam sangat
benci kebodohan, karena kebodohan dekat akan kemiskinan dan kemiskinan sangat
dekat akan kekufuran. Maka dari itu Allah mewajibkan umatnya baik
laki-laki maupun perempuan untuk menuntut ilmu mulai dari ayunan Ibunya sampai
kita ke liang lahat itulah batas kita diwajibkannya menuntut ilmu.
B.
SUMBER ILMU
PENGETAHUAN DALAM ISLAM
Prinsip
tauhid di dalam Islam, menegaskan bahwa semua yang ada berasal dan atas izin
Allah SWT. Dia-lah Allah SWT yang maha mengetahui segala sesuatu. Konsep
kekuasaan-Nya juga meliputi pemeliharaan terhadap alam yang Dia ciptakan. Konsep
yang mengatakan bahwa Allah SWT lah yang mengajarkan manusia disebutkan dalam
Al-Quran (2:31, 55:2, 96:4-5, 2:239). Di dalam ayat lain 5:1-4 disebutkan bahwa
“Dia telah mengajarkan Al-Qur’an kepada manusia dan mengajarinya
penjelasan (bayan
C. Epistemologi Ilmu Menurut Islam
Islam
menganjurkan bahkan mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu, Nabi Muhammad Saw
mengatakan bahwa menuntut ilmu adalah wajib bagi muslim dan muslimat. Dalam
hadisnya yang lain Nabi Muhammad mengatakan bahwa menuntut ilmu itu dari ayunan
sampai liang kubur.
2.Kesejarahan islam klasik dan
modern
A. PERIODE KLASIK
Merupakan awal
pembabakan peradaban Islam. Periode ini dimulai ketika Rasulullah SAW diangkat
menjadi rasul. Dalam periode ini terdapat tiga fase penting, yaitu :
1)
Fase penciptaan komunitas baru sebagai hasil
transformasi nilai-nilai Islam yang semula berbentuk kesukuan menjadi
masyarakat bercorak Islam.
2)
Fase dimana nilai-nilai Islam dijadikan sebagai
dasar istitusi kenegaraan dan elit perkotaan.
3)
Fase ini yaitu peranan masyarakat Islam dalam
mengubah mayoritas masyarakat Timur Tengah menjadi komunitas yang kokoh
berlandaskan monotheistik.
B. PERIODE MODERN
Periode
transformasi modern peradaban Islam secara garis besar dapat dibagi menjadi
tiga fase, dan sekaligus memperlihatkan beberapa gambaran umum yang berlaku di
seluruh kawasan muslim, di antaranya :
1)
Fase pertama, merupakan periode antara akhir abad 18
sampai awal abad 20, yang ditandai dengan hancurnya sistem kenegaraan muslim
dan dominasi teritorial dan komersial Eropa.
2)
Fase kedua, yaitu fase pembentukan nasional yang
berlangsung setelah Perang Dunia I sampai pertengahan abad 20.
3)
Fase ketiga, ialah fase konsolidasi negara-negara
nasional di seluruh kawasan muslim.
.
Kata Pengantar
Puji
syukur kita panjatkan kepada Allah swt atas berkat rahmat dan karunianNya kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Pengetahuan dan kesejarahan
. Dalam
makalah ini kami menjabarkan tentang Kedudukan Ilmu didalam Islam,Konsep Ilmu Pengetahuan Dalam Islam,Epistemologi Ilmu
Menurut Islam dan kesejarahan islam kelasik dan modern.
kami
menyadari dalam makalah ini masih jauh dari sempurna sehingga masih banyak
kekurangan baik materi maupun penulisannya. Oleh karena itu kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat kami harapkan .
Harapan
kami semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca yang membutuhkan.
Bengkulu, nopember 2009
penulis
DAFTAR ISI
Abstrak .......................................................................................................................................1
kata Pengantar
.............................................................................................................................2
Daftar isi
.......................................................................................................................................3
BAB
1 ...........................................................................................................................................4
Pendahuluan
A. Latar
Belakang
..................................................................................................................5
B.Batasan
Masalah ...............................................................................................................6
C.Tujuan
...............................................................................................................................6
BAB
11 ........................................................................................................................................7
Pembahasan
A. Kedudukan
Ilmu didalam Islam ......................................................................................7
B. Konsep Ilmu Pengetahuan Dalam Islam .........................................................................8
C. Epistemologi
Ilmu Menurut Islam ..................................................................................9
D.
BAB
111
.......................................................................................................................................17
Penutup
Kesimpulan
dan saran
...........................................................................................................17
Daftar Pustaka
..............................................................................................................................18
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
sebagai
mana kita ketahui bahwa Islam adalah agama yang sangat cinta dan sangat
menjunjung tinggi akan ilmu pengetahuan.Dan Islam sangat benci kebodohan,
karena kebodohan dekat akan kemiskinan dan kemiskinan sangat dekat akan
kekufuran. Maka dari itu Allah mewajibkan umatnya baik laki-laki
maupun perempuan untuk menuntut ilmu mulai dari ayunan Ibunya sampai kita ke
liang lahat.dan kita ketahui bahwa kesejarahan merupakan faktor yang penting
dalam kehidupan ini,awal timbulnya kehidupan modern ini adalah dari
perkembangan sejarah
B. Batasan
Masalah
untuk
membuat makalah ini lebih sempurna dan spesipik,maka kami membuat batasan
masalah sebagai berikut:
1. membahas
tentang Kedudukan Ilmu dalam Islam,yang terdiri dari dalil – dalil yang
mewajibkan menuntut ilmu dan keutamaan menuntut ilmu.
2. membahas
tentang konsep ilmu pengetahuan dalam
islam yang terdiri dari wahyu,dan sumber – sumber pengetahuan lain.
3. membahas tentang Epistemologi Ilmu Menurut Islam yang terdiri dari bagaimana
mengetahui pengetahuan.
C. Tujuan
Pengetahuan
dan kesejarahan sangat lah penting untuk kita ketahui sebagai mana firman Allah
yang mewajibkan kita baik laki-laki maupun perempuan untuk menuntut ilmu mulai
dari ayunan Ibunya sampai ke liang lahat.oleh karena itu dalam tulisan kami ini
kami bertujuan untuk menggungah rekan – rekan untuk mengetahui kedudukan ilmu
pengetahuan tersebut dalam agama kita yaitu agama yang paling benar, agama
Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
D.
KEDUDUKAN
ILMU DI DALAM ISLAM
Islam
adalah agama yang sangat cinta dan sangat menjunjung tinggi akan ilmu
pengetahuan. Dan Islam sangat benci kebodohan, karena kebodohan
dekat akan kemiskinan dan kemiskinan sangat dekat akan kekufuran.
Maka dari itu Allah mewajibkan umatnya baik laki-laki maupun perempuan
untuk menuntut ilmu mulai dari ayunan Ibunya sampai kita ke liang lahat itulah
batas kita diwajibkannya menuntut ilmu.
Adapun dalil-dalil yang mewajibkan
menuntut ilmu diantaranya.
1.
Al-Qur’an surat Al-Alaq (1) yang
artinya : Bacalah dengan
(menyebut) nama TuhanMu yang
menciptakanmu.
2.
Diwajibkan atas kamu menuntut ilmu baik laki-laki
maupun perempuan.
3.
Tuntutlah Ilmu walaupun sampai Negeri Cina
Adapun keutamaan
orang yang berilmu dan tidak diantaranya.
1.
Allah berjanji akan menaikkan derajat orang-orang yang
berilmu pengetahuan lebih tinggi dari pada orang yang bodoh.
2.
Jika anak Adam meninggal dunia maka putuslah amalnya
kecuali 3 hal.
·
Ilmu
yang manfaat
·
Amal
jariah
·
Doa
anak sholeh yang mau mendoakan orang tuanya.
3.
Tidurnya orang-orang yang berilmu adalah ibadahnya
orang-orang yang ahli ibadah yang bodoh. (HR. Tirmidzi).
E.
KONSEP
ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM
Prinsip tauhid di dalam Islam, menegaskan bahwa semua
yang ada berasal dan atas izin Allah SWT. Dia-lah Allah SWT yang maha
mengetahui segala sesuatu. Konsep kekuasaan-Nya juga meliputi pemeliharaan
terhadap alam yang Dia ciptakan. Konsep yang mengatakan bahwa
Allah SWT lah yang mengajarkan manusia disebutkan dalam Al-Quran (2:31, 55:2,
96:4-5, 2:239). Di dalam ayat lain 5:1-4 disebutkan bahwa “Dia telah
mengajarkan Al-Qur’an kepada manusia dan mengajarinya penjelasan (bayan)”
Wahyu,
yang diterima oleh semua Nabi SAW/AS berasal dari Allah SWT, merupakan sumber
pengetahuan yang paling pasti. Namun, Al-Quran juga menunjukkan sumber-sumber
pengetahuan lain disamping apa yang tertulis di dalamnya, yang dapat melengkapi
kebenaran wahyu. Pada dasarnya sumber-sumber itu diambil dari sumber yang sama,
yaitu Allah SWT, asal segala sesuatu. Namun, karena pengetahuan yang tidak
diwahyukan tidak diberikan langsung oleh Allah SWT kepada manusia, dan karena
keterbatasan metodologis dan aksiologis dari ilmu non-wahyu tersebut, maka
ilmu-ilmu tersebut di dalam Islam memiliki kedudukan yang tidak sama dengan
ilmu pengetahuan yang langsung diperoleh dari wahyu. Sehingga, di dalam Islam
tidak ada satupun ilmu yang berdiri sendiri dan terpisah dari bangunan
epitemologis Islam, ilmu-ilmu tersebut tidak lain merupakan bayan atau
penjelasan yang mengafirmasi wahyu, yang kebenarannya pasti. Di sinilah letak
perbedaan epistemologi sekuler dengan epistemologi Islam.
Sumber-sumber
pengetahuan lain selain yang diwahyukan langsung misalnya fenomena alam,
psikologi manusia, dan sejarah. Al-Quran menggunakan istilah ayat (tanda) untuk
menggambarkan sumber ilmu berupa fenomena alam dan psikologi (2:164, 42:53).
Untuk sumber ilmu berupa fenomena sejarah, Al-Quran menggunakan istilah ‘ibrah (pelajaran,
petunjuk) yang darinya bisa diambil pelajaran moral (12:111).
Sebagai
akibat wajar dari otoritas ketuhanannya, al-Quran, di samping menunjukkan
sumber-sumber pengetahuan eksternal, ia sendiri merupakan sumber utama
pengetahuan. Penunjukkannya terhadap fenomena alam, peristiwa sejarah,
metafisis, sosiologis, alami dan eskatologis mesti benar, apakah secara literal
atau metaforis. Kaum muslimin mengambil sistem dan subsistem pengetahuan dan
kebudayaan dari al-Quran. Dokumen paling otentik tentang subyek ilmu
pengetahuan (di mana al-quran sebagai katalisator) dapat ditemukan dalam
al-Burhan fi ‘Ulum al-Quran karya Badruddin al-Zarkasyi.
Di
dalam Islam, pencarian pengetahuan oleh seseorang bukanlah sesuatu yang tidak
mungkin, tetapi harus, dan dianggap sebagai kewajiban bagi semua Muslim yang
bertanggung jawab (hadits Nabi SAW-pen). Kedudukan ini berbeda dengan sikap
skeptis Yunani dan Sophis, yang menganggap pengetahuan hanya imajinasi kosong.
(Bahkan dalam agama manapun, tidak ada penghormatan, penjelasan, pendefinisian
ilmu semassif Islam-pen)
Dalam
bahasa Arab, pengetahuan digambarkan dengan istilah al-ilm, al-ma’rifah dan
al-syu’ur. Namun, dalam pandangan dunia Islam, yang pertamalah yang terpenting,
karena ia merupakan salah satu sifat Allah SWT. Al-ilm berasal dari akar kata
l-m dan diambil dari kata ‘alamah, yang berarti “tanda”, “simbol”, atau
”lambang”, yang dengannya sesuatu itu dapat dikenal. Tapi alamah juga berarti
pengetahuan, lencana, karakteristik, petunjuk dan gejala.. Karenanya ma’lam
(amak ma’alim) berarti petunjuk jalan, atau sesuatu yang menunjukkan dirinya
atau dengan apa seseorang ditunjukkan. Hal yang sama juga pada kata alam berarti rambu jalan sebagai petunjuk. Di
samping itu, bukan tanpa tujuan al-Quran menggunakan istilah ayat baik terhadap
wahyu, maupun terhadap fenomena alam. Pengertian ayat (dan juga ilm, alam, dan
’alama) di dalam al-Quran tersebut yang menyebabkan Nabi SAW mengutuk
orang-orang yang membaca ayat 3:190-195 yang secara jelas menggambarkan
karakteristik orang-orang yang berfikir, mambaca, mengingat ayat-ayat Allah SWT
di muka bumi tanpa mau merenungkan (makna)nya.
Sifat penting dari konsep pengetahuan dalam al-Quran
adalah holistik dan utuh (berbeda dengan konsep sekuler tentang pengetahuan).
Pembedaan ini sebagai bukti worldview tauhid dan monoteistik yang tak kenal
kompromi. Dalam konteks ini berarti persoalan-persoalan epistemologis harus
selalu dikaitkan dengan etika dan spiritualitas. (Dalam Islam) ruang lingkup
persoalan epistemologis meluas, baik dari wilayah (yang disebut) bidang
keagamaan dengan wilayah-wilayah (yang disebut sekuler)., karena worlview Islam
tidak mengakui adanya perbedaan mendasar antara wilayah-wilayah ini. Adanya
pembedaan semacam itu akan memberi implikasi penolokan hikmah dan petunjuk
Allah SWT, dan hanya memberi perhatian dalam wilayah tertentu saja. Wujud Allah
SWT sebagai sumber semua pengetahuan, secara langsung meliputi kesatuan dan
integralitas semua sumber dan tujuan epistemologis. Ini menjadi jelas
jika kita merenungkan kembali istilah ayat yang menunjuk pada ayat-ayat
al-Quran dan semua wujud di alam semesta. Konsep integralitas pengetahuan telah
diuraikan al-Ghazali dalam kitabnya Jawahir al-Quran, di mana ia menegaskan
bahwa ayat-ayat al-Quran yang menguraikan tentang bintang dan kesehatan,
misalnya, hanya sepenuhnya dipahami masing-masing dengan pengetahuan astronomi
dan kesehatan. Ibnu Rusyd dalam fasl al-maqal, juga memberikan penjelasan
keterkaitan antara penafsiran keagamaan dan kefilsafatan dengan mengutip
beberapa ayat al-Quran yang mendorong manusia meneliti dan menggambarkan kajian
penciptaan langit dan bumi (7:185, 3:191, 88:17-18). Dengan hal yang sama,
al-Quran juga mendorong manusia melakukan perjalanan di bumi untuk mempelajari
nasib peradaban sebelumnya. Ini membentuk kajian sejarah, arkeologi,
perbandingan agama, sosiologi dan sebagainya secara utuh.
Dalam 41:53, secara kategoris, al-Quran menegaskan bahwa
ayat-ayat Allah SWT di alam semesta dan di kedalaman batin manusia merupakan
bagian yang berkaitan dengan kebenaran wahyu, dan menegaskan kecocokan dan
keutuhan yang saling terkait. Namun, keutuhan dan kesatuan cabang-cabang
pengetahuan ini tidak berarti bahwa disiplin-disiplin itu sama, atau tidak ada
prioritas diantara mereka. Pengetahuan wahyu dalam konsep Islam adalah lebih
utama, unik karena berasal langsung dari Allah SWT dan memiliki manfaat yang
mendasar bagia alam semesta. Semua pengetahuan lain yang benar harus membantu
kita memahami dan menyadari arti dan jiwa pengetahuan Allah SWT di dalam al-Quran
untuk kemajuan individu dan masyarakat.
F. Epistemologi Ilmu Menurut Islam
Sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa epistemology adalah bagaimana mengetahui
pengetahuan. Islam menganjurkan bahkan mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu,
Nabi Muhammad Saw mengatakan bahwa menuntut ilmu adalah wajib bagi muslim dan
muslimat. Dalam hadisnya yang lain Nabi Muhammad mengatakan bahwa menuntut ilmu
itu dari ayunan sampai liang kubur. Dari perkataan Nabi Muhammad tadi dapat
dipahami bahwa menuntut ilmu sangat penting bagi manusia. Dalam Al-Quran
dinyatakan bahwa Allah akan meninggikan derajat orang yang yakin dan berilmu,”
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah
dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.
dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa
menuntut ilmu penting bagi manusia, karena dapat meningkatkan derajat manusia
di sisi Allah Swt dan di sisi manusia.
Dalam
hadis yang lain Nabi Muhammad Saw menyatakan bahwa kalau manusia ingin bahagia
di dunia maka harus dengan ilmu, kemudian siapa yang ingin bahagia di akherat
harus dengan ilmu, selanjutnya kalau manusia ingin bahagia dunia dan akherat
maka dengan ilmu. Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa ilm,u akan
mendukung manusia menuju kebahagiaan dunia dan akherat. Kebahagiaan hakiki
akibat ilmu ditentukan bvenar tidaknya manusia dalam mencari kebenaran.
Kebenaran tersebut bermula ketika manusia mampu
membaca-tanda-tanda kekuasaan Allah. Di antara sarana untuk mengenal kebenaran
adalah dengan membaca dan menulis. Membaca dan menulis yang didasarkan kepada
wahyu Allah/Al-Quran.dengan membaca manusia akan mempunyai ilmu pengetahuan.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya.
Ayat tersebut menganjurkan kepada manusia untuk banyak membaca, apakah membaca
yang tersurat maupun membaca yang tersirat. Tujuan dari pembacaan terhadap
tanda-tanda/ayat-ayat Allah yang tersurat maupun yang tersirat bertujuan agar
manusia mendapatkan kebenaran, mendapatkan ilmu pengetahuan. Ketika manusia
mendapatkan pengetahuan maka manusia akan mendapatkan kemuliaan, garansi
kemuliaan ini hanya bagi manusia yang yakin kepada Allah dan yang sekaligus
mempunyai ilmu.
Al-Quran menyatakan bahwa tidak sama antara orang yang
berilmu pengetahuan dengan yang tidak berilmu pengetahuan,” (apakah kamu Hai
orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu
malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran”.
Dalam ayat tersebut juga dinyatakan bahwa hanya orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran. Artinya adalah manusia yang berakal akan mendapatkan
pelajaran dan ilmu pengetahuan. Bahkan hanya orang yang berakallah yang dapat
memahami ayat-ayat Allah.
Dalam ayat lain Allah menyatakan, Dan
perumpamaan-perumpamaan Ini kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya
kecuali orang-orang yang berilmu. Dengan demikian orang yang berilmu akan mendapatkan
pemahaman dari ayat-ayat Allah. Pemahaman orang-orang berilmu akan menghasilkan
kebenaran. Dan kebenaran yang paling dapat dipercaya adalah kebenaran wahyu
Allah.
Islam memandang ilmu bukan terbatas pada eksperimental,
tetapi lebih dari itu ilmu dalam pandangan Islam mengacu kepada aspek sebagai
berikut pertama, metafisika yang dibawa oleh wahyu yang mengungkap realitas
yang Agung, menjawab pertanyaan abadi, yaitu dari mana, kemana dan bagimana.
Dengan menjawab pertanyaan tersebut manusia akan mengetahui landasan berpijak
dan memahami akan Tuhannya. Kedua, aspek humaniora dan studi studi yang
berkaitannya yang meliputi pembahasan mengenai kehidupan manusia, hubungannya
dengan dimensi ruang dan waktu, psikologi, sosiologi, ekonomi dan lain
sebagainya. Ketiga aspek material, yang termasuk dalam aspek ini adalah alam
raya, ilmu yang dibangun berdasarkan observasi, eksperimen, seperti dengan uji
coba di laboratorium.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa Islam tidak
hanya menggunakan rasionalitas, empirisme saja dalam menemukan kebenaran,
tetapi Islam menghargai dan menggunakan wahyu dan intuisi, ilham dalam mencari
kebenaran. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi
untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat
saudaranya. Berkata Qabil: “Aduhai celaka aku, Mengapa Aku tidak mampu berbuat
seperti burung gagak ini, lalu Aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?”
Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa untuk mendapatkan
ilmu yang benar dapat muncul dari contoh-contoh danfenomena alam yang sengaja
Allah ciptakan agar manusia memperhatikan dan mengambil pelajaran. Bahkan dalam
Al-Quran dinyatakan bahwa akal saja tidak akan mampu mengambil kebenaran dari
ayat-ayat Allah, untuk mencari kebenaran menurut Al-quran tidak dapat
mengandalkan akal sebagi satu-satunya jalan untuk memperoleh kebenaran.
Al-Quran menyatakan semau tanda-tanda /ayat-ayat Allah tidak ada gunanya
keculai bagi mereka yang beriman. Dalam ayat lain Allah memberi dorongan kepada
manusia untuk menggunakan inderanya agar mendapatkan pengetahuan dan kebenaran.
Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, Kemudian mengumpulkan antara
(bagian-bagian)nya, Kemudian menjadikannya bertindih-tindih, Maka kelihatanlah
olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan
(butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti)
gunung-gunung, Maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan
kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.
Ayat tersebut mengindikasikan bahwatidak semua orang akan
mendapatkan kebenaran, hal ini membuktikan bahwa meskipun manusia mempunyai
akal tetapi dengan akalnya ia tidak serta merta mendapatkan kebenaran hakiki.
Kalau tidak izin Allah dan kehendak Allah maka manusia tidak akan mendapatkan
ilmu dan kebenaran. Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah menganjurkan
kepada manusia untuk menggunakan panca inderanya untuk memahami ayat-ayat/
tanda-tanda kekuasaan Allah. Dengan demikian panca indera merupakan jalan untuk
mendapatkan ilmu dan kebenaran. ”Dia-lah, yang Telah menurunkan air hujan dari
langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya
(menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan
ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun,
korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. Dan dia
menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. dan bintang-bintang
itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami
(nya).
Al-Quran menganjurkan kepada manusia untuk menggunakan
akal untuk memperoleh pengetahuan, dengna berbagai fonomena akal manusia dapat
memahami tanda-tanda kekuasaan Allah. Maka apakah mereka tidak berjalan di muka
bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau
mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya
bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.
Meskipun Islam menyuruh akal manusia untuk memahami,
meneliti ayat-ayat Allah, tetai peran akal dalam eksperimen tidak
sebebas-bebasnya. Dalam arti masih ada batas akhir dari kemampuan akal untuk
m,encapai kebenaran. Ketika akal manusia tersbentur maka yang berlaku pada saat
itu adalah keimanan terhadap wahyu Allah. Dengan demikian adanya anggapan bahwa
eksperimen-eksperimen ilmiah sudah mencukupi untuk menemuklan kebenaran tentang
adanya Tuhan, sudah cukup untuk menjadi sarana mengenal Tuhan. Padahal Allah
mengatakan bahwa Al-Quran adalah sebuah kitab yang tidak ada keraguan di
dalamnya dan merupakan petunjuk bagi orang –orang yang bertakwa. Yang
membenarkan kitab-kitab yang diturunkan Allah sebelumnya,” Alif laam miin.
Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan
shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka.
Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan kepadamu
dan kitab-kitab yang Telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya
(kehidupan) akhirat. Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka,
dan merekalah orang-orang yang beruntung.
Panca indera adalah alat bagi akal untuk mencerap
pengetahuan. Akal akan sempurna ketiak diperkaya oleh wawasan yang didapoatkan
melalui indera, Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkanmu. apakah kamu
dapat menjadikan orang-orang tuli itu mendengar walaupun mereka tidak mengerti.
Dan di antara mereka ada orang yang melihat kepadamu, apakah dapat kamu memberi
petunjuk kepada orang-orang yang buta, walaupun mereka tidak dapat
memperhatikan.
Pengetahuan yang bersifat inderawi dapaty dicerap secara
inderawi, sedangkan pengetahuan yang bersifat non inderawi/metafisika hanya
dapat diyakini dan dibenarkan dengan keimanan. Dan kepunyaan Allah-lah apa yang
ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan
semuanya, Maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. dan sekali-kali
Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui
yang ghaib, Maka dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib
itu. Katakanlah: “Allah lebih mengetahui
berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nya-lah semua yang
tersembunyi di langit dan di bumi. alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah
tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindungpun bagi mereka selain dari
pada-Nya; dan dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam
menetapkan keputusan”. Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan
pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari
diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.
Ayat
tersebut memberikan informasi bahwa ada pengetahuan yang mampu didapatkan oleh
manusia, ada juga pengetahuan belum mampu diketahui oleh manusia. Tetapi semua
pengetahuan itu telah disedaikan Allah untuk manusia, manusia tinggal mencari
pengetahuan tersebut berdasarkan panca indera yang diberikan Allah serta dengan
panduan wahyu yang telah Allah turunkan. Dengan demikian ada kemungkinan manusia
mengetahui rahasi pengetahuan yang diberikan Allah, permasalahannya hanya
terletak pada kemampuan manusia untuk menggunakan panca indera sebagai alat
akal dan menggunakan wahyu sebagi sumber pengetahuan dan elemen dasar sebagai
pijakan dalam melakukan penelitian dan eksperimen.
Eksperimen
pun terbatas kepada pengetahuan bersifat fisika, sedangkan yang bersifat
metafisika seprti surga, neraka, malaikat,azab kubur, iblis, mizan, shirat dan
peristiwa hari kiamat itu adalah kajian wahyu dan hanya dapat diimani tidak
dapat diakal-akali. Dalam arti tidak dapat diteliti dengan panca indera, tetapi
hanyadapat diyakini kebenarannya. Islam mengakui adanya kemampua panca indera
dan akal untuk mencapai pengetahuan dan kebenaran, tetapi Islam juga tidak
menafikan kelemahan panca indera dan akal, di sisi lain, Islam mengakui adanya
pengetahuan yang tidak didapatkan manusia melalui panca indera, tidak melalui
perenungan, eksperimen, pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara langsung
tanpa adametode ilmiah, eksperimen, pengamatan dan lain sebagainya, pengetahuan
langsung tersebut adalah wahyu. “Sesungguhnya kami Telah memberikan wahyu
kepadamu sebagaimana kami Telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang
kemudiannya, dan kami Telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il,
Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan kami
berikan Zabur kepada Daud.” Ayat tersebut menerangkan bahwa manusia
dapat mempunyai ilmu pengetahuan tanpa adanya eksperimen, pengamatan,
penalaran, tahap coba-coba maupun metode ilmiah, pengetahuan tersebut adalah
pengetahuan yang langsung diberikan Allah kepada manusia.
”Dan tatkala mereka
masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, Maka (cara yang mereka lakukan
itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan tetapi itu
Hanya suatu keinginan pada diri Ya’qub yang Telah ditetapkannya. dan
Sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, Karena kami Telah mengajarkan
kepadanya. akan tetapi kebanyakan manusia tiada Mengetahui.”
Ayat
tersebut memebri gambaran bahwa Allah berhak memberi pengetahuan tanpa harus
melakukan penelitian, tanpa eksperimen. Pengetahuan tersebut bersifat kewahyuan
yang diberikan kepada manusia yang telah dipilih oleh Allah, dan kebenaran dari
pengetahuan tersebut terjamin dari kesalahan. Dalam arti tidak ada semacam
eksperimen, pengamatan. Pengetahuan seperti ini bersifat kebenaran hakiki.
Islam
mengakui adanya pengetahaun yang didapat melalui mimpi yang benar. Mimpi dalam
Islam dapat menjadi sumber pengetahuan, pengetahuan melalui mimpi tidak dapat
dicari secara metode ilmiah, metode eksperimen, metode penelitian, maupun
pengamatan.” Ya Tuhanku, Sesungguhnya Engkau Telah menganugerahkan kepadaku
sebahagian kerajaan dan Telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta’bir mimpi. (Ya
Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat,
wafatkanlah Aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah Aku dengan orang-orang
yang saleh.”
Pengetahuan
dan kebenaran dalam Islam dapat diperoleh melalui ilham,”Dan (ingatlah), ketika
Aku ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia: “Berimanlah kamu kepada-Ku dan
kepada rasul-Ku”. mereka menjawab: kami Telah beriman dan saksikanlah (wahai
rasul) bahwa Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada
seruanmu)”.
Kebenaran
dan npengetahuan dapat diperoleh manusia melalui ilham yang langsung diberikan
Allah kepadamanusia yang telah dipilih-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
Islam pengetahuamn dan kebenaran tidak harus melalui metode ilmiah, penelitian,
tetapi dapat langsung diperoleh manusia melalui ilham. Dalam ayat lain Allah
juga memberi ilham kepada ibu Musa, “Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa;
“Susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya Maka jatuhkanlah dia ke
sungai (Nil). dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati,
Karena Sesungguhnya kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya
(salah seorang) dari para rasul.”
Ayat
tersebut secara jelas memberikan fakta bahwa pengetahuan dapat di peroleh
manusia melalui ilham yang langsung diberikan Allah kepada manusia yang
dikehendakinya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa epistemology dalam islam
menyatukan akal dan mengarahkannya untuk mencapai pengetahuan dan kebenaran
berdasarkan wahyu, keimanan kepada Allah. Islam mengakui kemampuan akal, panca
indera, tetapi Islam juga memngakui ilham, mimpi dan wahyu sebagai sarana
mendapatkan ilmu langsung dari Tuhan. Dan pengetahuan dan kebenaran yang
didapatkan dari sarana tersebut tidak dapat diperoleh melalui metode ilmiah
apapun.
Sebagai uaraian penutup
pada poin ini, perlu sebagai dipahami bahwa pengetahuan dalam Islam berawal
dari sebuah keyakinan/ premis keyakinan. Keyakinan akan kebenaran al-Quran
sebagai sumber pengetahuan. Dikatakan al-Quransumberpengetahauan karena di
antara fungsi al-Quran adalah sebagai petujuk dan pembeda antara yang hak dan
yang batil. .
“ (beberapa hari yang
ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena
itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak
hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya
yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
Ayat tersebut secara
jelas memberikan informasi bahwa al-Quran adalah sumber petunjuk kebaikan bagi
manusia, penjelas tentang segalaseustau yang tidak dipahami oleh manusia.
Penjelas tentang peristiwa masa lalu, masa yang akan datang dan masa
metafisika/ akherat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Al-Quran adalah
sumber pengetahuan bagi manusia,baik yangbersifat fisika maupun metafisika.
Islam sangat peduli
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, banyak ayat yang memberi motivasi agar
manusia berusaha mencari ilmu dan menenliti, hal ini membuktikan bahwa
kedudukan ilmu dlam Islam sangat diperhatikan dan diutamakan. Bahkan dalam ayat
11 surat al-Hujarat Allah berjanjai akan meningggikan orang yang beriman dan
berilmu.
Agar
manusia berilmu Allah memberi pengajaran, di natara ayat yang memberi sinyal
pengajaran adalah sebagai berikut:
“Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang
berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah
mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh
(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
Dari
ayat tersebut dapat dipahami bahwa sumber dari pengetahuan dalam Islam adalah
wahyu. Dan untuk mendapatkan ilmu tersebut adalah dengan mempergunakan panca
indra dan akal yang kesemua kegiatan tersebut dikendalikan oleh iman dan
wahyu.wahyau merupakan puncak segala sumber pengetahaun yang emrupakan
manisfestasi dari firman Allah
2.Kesejarahan
islam klasik dan modern
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan dan Saran
dari
pembahasan kami diatas untuk kita sadari dan kita hayati adalah :
1.
Belajarlah
dikala Masih Muda Pergunakan waktu sebaik-baiknya, karena keberhasilan orang
yang sedang menuntut ilmu adalah yang pandai mengatur waktu secara efektif.
Kedisiplinan seseorang sangat berpengaruh kepada cara belajar orang itu
sendiri. Pembagian waktu yang efektif akan memudahkan kita untuk dapat belajar
serta menuntut ilmu dengan tenang. Selama ini banyak sekali orang gagal dalam
menuntut ilmu, hal ini dikarenakan penggunaan waktu yang tidak efektif dan
efisien. Banyak waktu yang digunakan untuk mencari sesuatu yang justru tidak
bermanfaat dan menenggelamkan manusia dalam kubangan kenistaan. Karena waktu
yang hilang tidak akan kembali, waktu itu ibarat pedang siapa yang tidak dapat
memanfaatkanya maka ia akan merasakan suatu penderitaan yang sangat karenanya.
Kerugian dalam materi dan harta tidaklah sebanding dengan kerugian manusia
karena kehilangan dan mensia-siakan waktu. Sebenarnya Allah SWT sudah
memperingatkan umat manusia agar menggunakan waktu sebaik mungkin dan tidak
mensia-siakanya, hal ini termaktub dalam surat Al-Ashri (demi ashar). Manusia
akan mengeluh dan menyesal apabila tiba saatnya kita untuk terjun secara
langsung kepada masyarakat, akan tetapi waktu kita untuk menuntut ilmu banyak
yang kita buang percuma, bukan suatu kebanggan yang akan kita peroleh. Cemoohan
dan sumpah serapahlah yang akan kita peroleh
2.
Amalkan
Ilmu Kalau Sudah Dewasa Makin besar ilmu yang kita miliki maka makin besar pula
tanggung jawab kita terhadap ilmu tersebut. Kewejibanlah bagi seseorang yang
berilmu untuk mengamalkan serta mengajarkan ilmu yang ia miliki terhadap
masyarakat yang ada. Akan tetapi walaupun sudah seperti itu, bukan berarti kita
berhenti untuk belajar. Justru dengan keadaan semacam itu kita akan terus
terpacu untuk belajar, karena ilmu yang diamalkan itu tidak akan habis akan
tetapi malah akan bertambah.
3.
Sabda
Rosulullah SAW :andaikata seseorang boleh merasa cukup dengan ilmunya, niscaya
Nabi Musa as. Lah yang paling merasa cukup. Jangan sampai kita dibutakan oleh
urusan ekonomi dan bisnis semata sehingga kewajiban kita untuk mengamalkan dan
mengajarkan ilmu jadi terbengkalai, sehingga masyarakat tetap dalam kubangan
kebodohan yang sangat. Akan tetapi semua itu tak akan berguna apabila kita
tidak memiliki keikhlasan dalam menjalankanya serta banyak kesombongan yang
timbul dihati kita. Do'a Nabi Ibrahim As : Ya Allah (ya tuhanku) berikanlah
kepadaku Hikmah (ilmu
yang bermanfaat) dan masukkan aku kedalam golongan orang-orang yang shaleh. Dan
jadikan aku buah bibir yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian Menurut
pendapat sebagian ulama, sebagaimana tersirat dalam doa tersebut disunnahkan
bagi kita untuk mencari sebutan yang baik, karena sebutan yang baik adalah umur
yang kedua.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah
Taufik,DR. Prof,Ensiklopedi Tematis Dunia
Islam,Jakarta,PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta 2002
Yatim
Badri DR. MA,Sejarah Peradapan Islam,PT.
Raja Grafindo,Jakarta 1999
M.
Said. Download 15 november 2009. Kesejaraahan dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam. http//www. google.com 10
juli 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar