PROFESI
KEPENDIDIKAN
DISUSUN OLEH:
JON SASTRO
DOSEN PEMBIMBING
Dr. Bahrin, M.Pd
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Bahasa Inggris
Universitas Muhamadiyah Bengkulu
2009
BAB
I
PENDAHULUAN
Jika bukan karena kepentingan birokrasi dan administrasi,
seharusnya pendidikan di Indonesia mulai mengubah paradigma yang lama mengenai
pendidikan nasional, atau setidaknya mulai terbuka dengan ’intervensi’ perkembangan
pendidikan dari negara luar, sehingga semua hal positif yang ada dapat
dijadikan masukan yang berarti dan menjadi lompatan jauh kedepan bagi
pendidikan nasional dalam mengembangkan nilai sumber daya manusia Indonesia
agar dapat bertahan dan bersaing dengan negara lain dalam era globalisasi ini.
Karena itulah dibutuhkan paradigma baru di era millennium yang baru ini untuk
dapat mulai mengarahkan kiblat pendidikan nasional pada perkembangan teknologi.
Paradigma baru pendidikan harus lebih menekankan pada
mutu dan penguasaan teknologi daripada hanya sekedar sibuk mencari akreditasi
secara administratif, yang pada akhirnya mengingkari nilai hakiki dari
pendidikan itu sendiri dan merugikan mahasiswanya.
Ada banyak paradigma lama pada pendidikan di Indonesia
yang perlu di reformasi, dibutuhkan kedewasaan sikap untuk dapat melepaskan
kebanggaan yang lama dan mulai terbuka dengan dunia, seperti apa yang telah
dilakukan oleh bangsa Jepang dengan mulai belajar untuk memiliki paradigma yang
baru di millennium baru ini, bersediakah Indonesia mempunyai paradigma yang
baru ?
BAB II
PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL
A.
Pengertian
Paradigma Baru Pendidikan
Paradigma adalah kerangka berpikir. Kerangka berpikir dapat
diartikan sebagai pola berpikir. Makna paradigma kemudian berkembang dalam
pemakaian sehari-hari. Perkembangan makna itu menjadi pola pikir dan pola
tindak. Dalam konteks ini, paradigma
diartikan secara operasional sebagai pola berpikir dan pola bertindak. Bagian
ini membicarakan konsep paradigma yang dikaitkan dengan pendidikan. Dikaitkan
dengan pembaruan-pembaruan yang harus dan telah dilakukan di dalam dunia
pendidikan. Oleh karena itu, konsep yang
dibahas adalah konsep paradigma baru pendidikan.
Paradigma baru pendidikan, dengan demikian adalah pola
berpikir dan pola bertindak baru dalam pendidikan. Pola berpikir dan pola
bertindak itu menyangkut dengan sikap, prilaku, dan tindakan dalam
pelaksanaan pendidikan. Jadi, paradigma
baru pendidikan adalah “pola berpikir dan bertindak baru dalam memandang,
menyikapi, dan melaksnakan pendidikan.
Pola berpikir dan pola bertindak baru dalam memandang,
menyikapi, dan melaksanakan pendidikan itu dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor itu meliputi faktor yuridis, faktor teoretis, dan faktor empiris. Dengan
adanya ketentuan-ketentuan hukum baru, seperti lahirnya Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, akan dapat
(dan seharusnya) mengubah paradigma. Perkembangan ilmu dan teknologi juga dapat
(dan seharusnya) mengubah paradigma. Pengalaman empiris yang dilalui selama ini
dalam dunia pendidikan, juga berpengaruh terhadap perubahan paradigma.
B. Paradigma
pendidikan sistemik-organik
Paradigma pendidikan
Sistemik-Organik menekankan bahwa proses pendidikan formal sistem persekolahan
harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Pendidikan lebih menekankan pada
proses pembelajaran (learning) dari pada mengajar (teaching), 2)
Pendidikan diorganisir dalam suatu struktur yang fleksibel; 3) Pendidikan
memperlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki karakteristik khusus
dan mandiri, dan, 4) Pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan
senantiasa berinteraksi dengan lingkungan.
Paradigma pendidikan
Sistemik-Organik menuntut pendidikan bersifat double tracks.
Artinya, pendidikan sebagai suatu proses tidak bisa dilepaskan dari
perkembangan dan dinamika masyarakatnya. Dunia pendidikan senantiasa
mengkaitkan proses pendidikan dengan masyarakatnya pada umumnya, dan dunia
kerja pada khususnya. Keterkaitan ini memiliki arti bahwa prestasi peserta
didik tidak hanya ditentukan oleh apa yang mereka lakukan di lingkungan
sekolah, melainkan prestasi perserta didik juga ditentukan oleh apa yang mereka
kerjakan di dunia kerja dan di masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain,
pendidikan yang bersifat double tracks menekankan bahwa untuk
mengembangkan pengetahuan umum dan spesifik harus melalui kombinasi yang
strukturnya terpadu antara tempat kerja, pelatihan dan pendidikan formal sistem
persekolahan.
Dengan double tracks
ini sistem pendidikan akan mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan
dan fleksibilitas yang tinggi untuk menyesuaikan dengan tuntutan
pembangunan yang senantiasa berubah dengan cepat.
Selain itu dalam
paradigma baru pendidikan memiliki suatu model pendidikan yang populer, yaitu:
•
Dilakukan dalam konteks kerangka-nalar
demokratis
•
Berbasis pada pengalaman peserta belajar
•
Mengajukan pertanyaan dan masalah
•
Mendorong setiap orang untuk belajar dan
mengajar
•
Mencakup level partisipasi yang tinggi
•
Melibatkan perasaan, tindakan,
intelektual dan kreativitas orang
•
Menggunakan pendekatan relijius.
•
Dimulai
dengan pengalaman sendiri
•
Bergerak
dari pengalaman ke analisa
•
Bergerak
dari analisa ke perluasan tindakan kolektif
•
Merefleksikan
dan mengevaluasi prosesnya sendiri
Paradigma
baru sistem pendidikan nasional diharapkan lebih melihat antisipasi terhadap
perkembangan di masa depan, termasuk di dalamnya yang berkaitan dengan otonomi
pendidikan. Untuk itu, perlu dipersiapkan sistem pendidikan yang dapat
menangani penyelenggaraan desentralisasi pendidikan. "Pertanyaan yang
perlu dijawab adalah bagaimana kita bisa mengembangkan suatu pendidikan yang
bernapaskan desentralisasi dan sekaligus berdimensi global, sesuai dengan
tuntutan masa depan itu,".
paradigma sistem pendidikan nasional yang
baru harus lebih maju dari paradigma lama. Meskipun paradigma lama itu tidak
secara tegas dinyatakan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, tetapi orang bisa membaca bahwa pendidikan itu
adalah pewarisan. Artinya, orientasinya ke belakang dan masa lalu.
C. Perubahan
paradigma
Perubahan paradigma itu ditujukan kepada setiap anggota
masyarakat yang berkepentingan dengan pendidikan. Hampir semua orang
berkepentingan dengan pendidikan. Untuk itu dapat dikelompokkan atas tiga
kelompok. Kelompok pertama ada orang-orang yang mengurus dan menunjang
pelaksanaan pendidikan. Kelompok ini disebut tenaga kependidikan. Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Bab I, pasa 1, ayat (5) menyatakan, ”
Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.”
Kelompok kedua adalah pendidik. Pendidik menurut
undang-undang ini pada ayat (6)
menyatakan, ” Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai
guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”.
Kelompok ketiga adalah pemakai atau pengguna jasa
pendidikan. Kelompok ini adalah anggota masyarakat dan peserta didik. Mengenai
peserta didik dinyatakan pada ayat (4) undang-undang ini, “Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.”
Tenaga kependidikan, pendidik, dan masyarakat pengguna
jasa pendidikan seyogianya mengubah paradigmanya. Mengubah pola berpikir dan
pola bertindaknya dalam memandang, menyikapi, dan melaksanakan pendidikan
berdasarkan landasan yuridis, akademis, dan empiris. Perubahan paradigma itu
hendaknya dilakukan dalam bahasa yang sama, dalam konteks yang sama, dan dari
landasan yang sama pula. Dari sinilah diharapkan lahir kebersamaan dalam
mengelola, melaksanakan, dan menindaklanjuti hasil pendidikan.
Pada
waktu ini paradigma pendidikan masih amat berbeda dengan apa yang dikemukakan.
Agar pendidikan dapat menjalankan fungsinya dengan baik harus ada perubahan dan
pembaruan paradigma. Hanya dengan paradigma pendidikan baru ini bangsa
Indonesia dapat mengharapkan masa depan yang maju, sejahtera, berkeadilan dan
bermoral.
Dalam
upaya menjawab kebutuhan dan tantangan dunia global saat ini, paling tidak ada
dua aspek dalam sistem pendidikan yang dapat kita jadikan bahan kajian dan kita
gali untuk dilakukan perubahan menjadi paradigma baru yang berlaku.
Aspek
pertama adalah dalam hal metode pembelajaran, sejak dahulu metode pembelajaran
kita selalu berorientasi dan bersumber hanya kepada guru dan berlangsung satu
arah (one way), kita sepakat bahwa metode ini sudah tidak dapat dipertahankan
lagi dengan tanpa mengenyampingkan bahwa GURU itu tetap harus menjadi insan
yang patut di Gugu dan di tiRu. Sudah saatnya kini orientasi berubah tidak
hanya kepada satu sumber saja (Guru), tetapi harus dilakukan berorientai kepada
siswa dan secara multi arah, dengan terjadinya proses interaksi ini diharapkan
akan menstimulir para siswa untuk lebih menumbuhkan tingkat kepercayaan
dirinya, proaktif, mau saling bertukar informasi, meningkatkan keterampilan
berkomunikasi, berfikir kritis, membangun kerja sama, memahami dan menghormati
akan adanya perbedaan pendapat dan masih banyak harapan positif lainnya yang lahir
dari adanya perubahan tersebut serta pada akhirnya siswa akan dihadapkan pada
realitas yang sebenarnya dalam memandang dan memahami konteks dalam kehidupan
kesehariannya.
Aspek
kedua adalah menyangkut manajemen lembaga pendidikan itu sendiri, seperti kita
alami selama ini dimana pada waktu sebelumnya sekolah hanya bergerak dan
beroperasi sendiri-sendiri secara mandiri, maka dalam konteks pembelajaran masa
kini dan kedepan setiap sekolah harus mempunyai dan membangun networking antar
lembaga pendidikan yang dapat saling bertukar informasi, pengetahuan dan sumber
daya, artinya sekolah lain sebagai institusi tidak lagi dipandang sebagai rival
atau kompetitor semata tetapi lebih sebagai mitra (counterpart).
Memang
jika kita pikirkan kembali kedua aspek paradigma baru ini dalam implementasinya
tidak akan semudah seperti membalik telapak tangan, akan banyak ekses maupun
aspek lainnya yang harus dipikirkan seperti misalnya berakibat akan adanya
perubahan dan peran sebuah lembaga pendidikan yang selama ini kita pahami.
Namun melalui konteks perubahan ini kelak akan jelas terlihat bagaimana sektor
pendidikan akan dapat bersinergi dan seiring sejalan dengan kemajuan dan
perkembangan teknologi, pengetahuan dan bisnis sekalipun, karena output dari
suatu pendidikan menjadi lebih berkualitas.
D. Mutu
pendidikan
Pendidikan
hakikatnya bertujuan memerdekakan Manusia dengan mengembangkan segenap potensi
yang ada padanya. Sebab itu pendidikan harus berorientasi kepada Anak Didik
atau Peserta Didik. Sedangkan segenap faktor pendidikan lainnya, baik pendidik,
alat pendidikan maupun kondisi pendidikan, mendukung perkembangan Peserta
Didik. Dengan begitu memang diperlukan pendidik yang bermutu, alat pendidikan
yang sesuai jumlahnya dan mutunya serta kondisi pendidikan yang kondusif bagi
terwujudnya pendidikan. Akan tetapi itu semua kalah penting dengan adanya
kemungkinan dan kesempatan Peserta Didik menggunakan dan mengembangkan pikiran
dan perasaannya serta daya kreasinya. Pendidikan harus berorientasi pada
Peserta Didik.
Memperhatikan
peran pendidikan di atas, maka pendidikan harus bermutu untuk dapat mencapai
tujuannya. Sebab pendidikan yang tidak atau kurang bermutu tidak mungkin
menjadikan pihak penerima menangkap alih tata nilai dan kemampuan yang perlu
dimilikinya. Bahkan pendidikan yang tidak bermutu dapat menjadikan pihak
penerima justru bersikap dan bertindak tidak hanya berbeda tetapi juga
bertentangan dengan tujuan pendidikan.
Untuk
kemajuan satu bangsa perlu ada pendidikan yang bermutu kepada rakyatnya dan
diperoleh seluruh atau sebanyak mungkin warga bangsa itu. Maka baik faktor
kualitas maupun kuantitas pendidikan amat menentukan bagi masa depan bangsa.
Sebagai akibat kemajuan umat manusia maka berbagai ilmu pengetahuan dan
kemampuan yang perlu ditransfer melalui pendidikan makin luas, makin banyak dan
makin bervariasi. Akibatnya, pendidikan yang harus menyesuaikan diri dengan
perkembangan umat manusia, memerlukan dukungan dana yang tidak sedikit. Dengan
perkataan lain : Pendidikan adalah Mahal. Menjadi lebih mahal lagi karena harus
disampaikan kepada warga bangsa yang banyak jumlahnya.
BAB
III
KESIMPULAN
Makalah sederhana ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
Paradigma baru pendidikan adalah pola berpikir dan pola
bertindak baru dalam memandang, menyikapi, dan melaksanakan pendidikan.
Paradigma itu harus dimiliki oleh sekurang-kurangnya tiga kelompok orang.
Ketiga kelompok itu adalah tenaga kependidikan, pendidik, dan masyarakat
pemakai jada pendidikan.
Di
samping itu berbagai problem yang
muncul, khususnya ketimpangan antara kualitas pendidikan dan kualifikasi tenaga
kerja yang dibutuhkan oleh dunia kerja merupakan refleksi adanya kelemahan yang
mendasar dalam dunia pendidikan kita. Setiap upaya untuk memperbaharui
pendidikan akan sia-sia, kecuali menyentuh akar filosofis dan teori pendidikan.
Yakni, pendidikan tidak bisa dilihat sebagai suatu dunia tersendiri, melainkan
pendidikan harus dipandang dan diberlakukan sebagai bagian dari masyarakatnya.
Oleh karena itu, proses pendidikan harus memiliki keterkaitan dan kesepadanan
secara mendasar serta berkesinambungan dengan proses yang berlangsung di dunia
kerja.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin, Anwar, Prof. Dr., Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam
Undang-Undang SISDIKNAS, POKSI VI FPG DPR RI, 2003, Jakarta
Suyanto, Prof, Ph.D (2006), Dinamika
Pendidikan Nasional, Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah,
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar