MANAJEMEN STRES KERJA GURU
(Studi
Deskriptif Kualitatif di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu)
PROPOSAL TESIS
Disampaikan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Penulisan Tesis
Dalam Rangka Mendapatkan Gelar Magister
Pendidikan
Bidang Ilmu Administrasi Pendidikan
Oleh
JON SASTRO
A2K012116
PROGRAM
STUDI
MAGISTER
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGRAM
PASCA SARJANA FKIP
UNIVERSITAS
BENGKULU
2014
KATA
PENGANTAR
Bismillahirramanirrahim
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah, taufik, dan inayahnya
kepada kita semua.Sehingga kita bisa menjalani kehidupan ini sesuai dengan
ridho-Nya. Syukur Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan proposal tesis ini dengan baik. Sholawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Karena beliau adalah salah satu figur umat yang mampu memberikan syafa’at kelak
di hari kiamat.
Penulisan proposal
tesis berjudul ‘Manajemen Stres Kerja
Guru (Studi Deskriptif Kualitatif di Smp Negeri 4 Kota Bengkulu)’ diajukan
untuk memenuhi sebagian persyaratan penulisan tesis dalam rangka mendapatkan
gelar Magister Pendidikan Bidang Ilmu
Administrasi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Bengkulu 2014.
Penulis
menyadari bahwa penulisan proposal tesis ini masih jauh dari sempurna karena
kemampuan dan pengetahuan penulis yang masih terbatas serta berbagai hambatan dan kesulitan yang penulis
hadapi, namun berkat bimbingan, dukungan, motivasi serta saran dari berbagai
pihak penulis dapat menyelesaikan proposal tesis ini dengan sebaik mungkin.
Oleh karena itu dengan keridahan hati penulis ucapkan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1.
Bapak
Prof. Dr. Rambat Nur Sasongko, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Bengkulu
2.
Bapak
Prof. Dr. Rohiat, M.Pd selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Osa Juarsa, M.Pd, selaku
pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, motivasi dan
dukungan kepada penulis dalam penyususna proposal tesis ini
3.
Bapak
Dr. Aliman, M.Pd selaku ketua Program Pascasarjana Administrasi Pendidikan FKIP
UNIB, yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan
berlangsung.
4.
Seluruh
dosen MAP dan Staf MAP yang selalu membantu kesulitan penulis dalam
menyelesaikan proposal tesis ini.
5.
Bapak
Hery Suryadi, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 4 Kota Bengkulu yang
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di SMP N 4 Kota
Bengkulu.
6.
Seluruh
dewan guru beserta staf tata usaha SMP N 4 Kota Bengkulu yang menerima dengan
kerendahan hati kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.
7.
Kedua
orang tua saya ayahanda Islanto dan ibunda Wasniah yang telah memberikan doa
dan dukungan moral maupun materi demi keberhasilan penulis dalam penulisan
proposal tesis ini
8.
Kakak
saya Hengki Hermansyah, SH, beserta istri, kakak perempuan saya Heni Puspita,
S.Pd berserta suami dan keponakan tercinta saya Afnan, berkat dukungan kalian penulis
semakin semangat dalam menyelesaikan proposal tesis ini.
9.
Yang
paling special buat seseorang calon masa depan saya Enne Puri Kencana yang
selalu setia, mendukung, memotivasi dan menemani saya selama ini.
10. Dan yang tidak terlupakan yaitu
rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa MAP angkatan 2012 berkat kebersamaan dan
kerja samanya penulis dapat menyelesaikan proposal tesis ini dengan baik.
“Tak Ada
Jalan Yang Tak Berlubang” perumpamaan ini menggambarkan bahwa proposal
tesis ini belum lah sempurna, maka kritik dan saran yang bersifat membangun
penulis harapkan demi kesempurnaan proposal tesis ini. Semoga Prposal tesis ini
secepatnya menuju ke penulisan Tesis. Amin
Wassalamualaikum wr.wb
|
Bengkulu,
Juni 2014
Penulis
|
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR
ISI ........................................................................................................... iv
BAB
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ............................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah.......................................................................................... 6
C.
Tujuan Penelitian........................................................................................... 7
D.
Kegunaan Penelitian...................................................................................... 8
E.
Ruang Lingkup Penelitian............................................................................. 8
F.
Definisi Konsep............................................................................................. 9
BAB
II. KAJIAN PUSTAKA
A.
Deskripsi Teoritik ....................................................................................... 10
1.
Manajemen
Stres...................................................................................... 10
2.
Stres
Kerja................................................................................................ 21
3.
Kerja
Guru............................................................................................... 43
B.
Hasil Penelitian Yang Relevan....................................................................... 48
C.
Paradigma Penelitian...................................................................................... 50
BAB
III. METODE PENELITIAN
A.
Rancangan
Penelitian..................................................................................... 52
B.
Subjek
Penelitian .......................................................................................... 54
C.
Teknik
Pengumpulan Data dan Pengembangan Instrumen........................... 54
D.
Teknik
Analisis Data...................................................................................... 62
E.
Pertanggungjawaban
Peneliti......................................................................... 65
BAB
IV. AGENDA PENELITIAN
A.
Jadwal
Penelitian........................................................................................... 69
B.
Dukungan
Fasilitas ....................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 71
LEMBAR PENGESAHAN
MANAJEMEN STRES KERJA GURU
(Studi
Deskriptif Kualitatif di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu)
PERNYATAAN
“Proposal ini merupakan karya saya sendiri dan saya
tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan
etika keilmuan
Atas pernyataan saya ini, saya siap menaggung resiko
dan sanksi jika di kemudian hari ditemukan pelanggaran dalam karya saya”
Bengkulu, Juni
2014
Penulis,
JON SASTRO
NIM. A2K012116
DISETUJUI
DAN DISAHKAN OLEH
Pembimbing I
Prof. Dr. Rohiat, M.Pd
NIP: 19500521.198312.1.001
|
Pembimbing II
Dr. Osa Juarsa, M.Pd
NIP: 19620615.198603.1.027
|
Mengetahui
Ketua program Administrasi Pendidikan
PPs FKIP Universitas Bengkulu
Dr. Aliman, M.Pd
NIP: 19551023.198303.1.001
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pendidikan
merupakan salah satu upaya mewujudkan amanat Pembukaan UUD 1945, yaitu
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Sesuai dengan
UUD 1945 Pasal 31 bahwa, Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran dan
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional,
yang diatur dengan undang-undang.
Isi pasal 31 UUD 1945 tersebut merupakan hak setiap warga negara Indonesia untuk
memperoleh pendidikan, pelaksanaannya diselenggarakan melalui Sistem Pendidikan
Nasional, yang menyatakan bahwa masyarakat sebagai mitra pemerintah
berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan
pendidikan nasional.
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan dasar hukum
untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi,
desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjunjung tinggi hak azasi manusia.
Penerapan ketentuan dalam undang-undang ini diharapkan dapat mendukung segala
upaya untuk memecahkan masalah pendidikan, guna memberikan sumbangan yang
signifikan terhadap masalah-masalah makro bangsa Indonesia. Semua lapisan
masyarakat terkait langsung maupun tidak langsung, baik sebagai konseptor
maupun pengambil keputusan serta pelaksana dunia pendidikan diharapkan memiliki
pemahaman tentang undang-undang tersebut sehingga mampu memberikan makna dalam
pengembangan pendidikan dalam rangka terciptanya sumber daya manusia Indonesia
yang berkualitas. Dalam dunia pendidikan
sangat mengharapkan tenaga pendidik yang berkualitas untuk mencapai tujuan
pendidikan di Indonesia.
Hidup di dunia
modern yang penuh kecanggihan teknologi ini menuntut banyak
perubahan-perubahan. Terutama dalam bidang pendidikan telah terjadi perubahan
filosofi, metode atau teknik, proses maupun produk atau hasil pembelajaran
bahkan kurikulum juga yang silih berganti. Saat ini pendidikan lebih menekankan
pada proses pembelajaran dari pada produk serta lebih mengembangkan kemandirian
siswa (independent learning) dan bukan lagi berpusat pada guru (teacher centre).
Perubahan ini menuntut guru bersikap lebih positif seperti aktif,
innovatif,kreatif serta mempunyai kemampuan affektif yang tinggi seperti
komunikatif, berempati, peramah, mempunyai emosi yang stabil, menjadi motivator
dan fasilitator,sabar dan sebagainya karena sikap seperti itu akan membawa
kepada peningkatan interaksi sosial guru dan siswa yang lebih harmonis yang
akan mendukung kemandirian siswanya. Sehingga berdasarkan UU RI N0. 14 Tahun
2005 tentang guru dan dosen bahwa “Guru merupakan pendidik professional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan
mengevaluasi peserta didik” (Supardi, 2013:52).
Pendidikan saat
ini semakin mendesak para guru untuk menjadi guru yang berprestasi dibidangnya
sesuai dengan perubahan dan tuntutan masyarakat. Namun banyaknya tuntutan ini
membuat para guru mengalami stres. disamping itu guru harus merupakan pribadi
yang berkembang dan bersifat dinamis. Perubahan paradigma pola mengajar guru
yang pada mulanya sebagai sumber informasi bagi siswa dan selalu mendominasi
kegiatan dalam kelas berubah menuju paradigma yang memposisikan guru sebagai
fasilitator dalam proses pembelajaran dan selalu terjadi interaksi antara guru
dengan siswa maupun siswa dengan siswa dalam kelas.
Kenyataan ini
mengharuskan guru untuk selalu meningkatkan kemampuannya terutama memberikan
keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik
dalam proses pembelajaran. Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi
rendahnya mutu hasil pendidikan, maka setiap usaha peningkatan mutu pendidikan
perlu memberikan perhatian besar kepada peningkatan kinerja guru. Guru dituntut
memiliki kinerja yang mampu memberikan dan merealisasikan harapan dan keinginan
semua pihak terutama masyarakat umum yang telah mempercayai sekolah dan guru
dalam membina anak didik. Untuk meraih mutu pendidikan yang baik sangat
dipengaruhi oleh kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya sehingga kinerja guru
menjadi tuntutan penting untuk mencapai keberhasilan pendidikan. Secara umum mutu
pendidikan yang baik menjadi tolak ukur bagi keberhasilan kinerja yang
ditunjukkan guru. Sehingga banyaknya tuntutan ini membuat para guru mengalami
stres.
Salah satu pembaharuan
dalam pendidikan saat ini di Indonesia yaitu perubahan kurikulum yaitu kurikulum
2013. Dalam pengembangan kurikulum 2013 tidak semudah yang kita bayangkan,
karena banyak sekali terdapat hambatan. Muzamiroh (2013:120) menjelaskan ada
beberapa masalah dalam mengimplementasikan kurikulum 2013, salah satunya yaitu
kesiapan guru. Guru kurang berpartisipasi dalam pengembangan
kurikulum disebabkan beberapa hal yaitu kurang waktu, kekurang sesuaian
pendapat, baik dengan sesama guru maupun kepala sekolah & administrator
karena kemampuan dan pengetahuan guru sendiri Persoalan guru dirasakan krusial
karena apabila guru tidak siap mengimplementasikan kurikulum baru, maka
kurikulum sebaik apa pun tidak akan membawa perubahan apa pun pada dunia
pendidikan nasional.
Berdasarkan
hasil observasi awal peneliti bahwa hal di atas sependapat dengan Kepala
Sekolah SMPN 4 Kota Bengkulu Hery Suryadi, terkait pelaksanaan kurikulum 2013
di sekolahnya. Beliau mengatakan, "Guru sudah terbiasa pada gaya lama,
yaitu berorientasi pada konten untuk menyelesaikan materi. Sementara pada
kurikulum 2013, orientasi guru adalah mengarahkan siswa berpikir kritis dan
analitis,". Tugas guru kini, tidak hanya mendidik siswa mampu menjawab
pertanyaan, tetapi guru juga harus mampu membuat siswa mampu membuat
pertanyaan. "Untuk bisa berubah ke arah itu memerlukan waktu”. Hal ini
sedikit membuat para guru stress menghadapinya, namun sebagai sekolah perintis
kami harus bangga karena kami dipercaya untuk merintis kurikulum 2013 ini,
jadi, siap tidak siap kami harus siap, dengan beriringnya waktu, dengan
pendekatan-pendekatan dan pelatihan-pelatihan, beberapa guru sudah mulai
terbiasa menyesuaikan dengan kurikulum baru ini walaupun belum secara
menyeluruh”.
Tidak hanya
perubahan kurikulum saja yang membuat para guru SMP Negeri 4 Kota Bengkulu
mengalami stress, tetapi perubahan terhadap pencapaian nilai standar Ujian
Nasional (UN) juga mengakibatkan stress, karena nilai standar Ujuan Nasional
setiap tahun terus ditingkatkan oleh pemerintah. Ironisnya, setiap menjelang
pelaksanaan ujian nasional (UN), perhatian orang tua atau masyarakat lebih
banyak atau lebih terfokus pada siswa, mulai dari persiapan maupun
pelaksanaannya. Berbagai teknik atau strategi mempersiapkan UN bagi para siswa
banyak dibicarakan. Bimbingan-bimbingan belajar UN semakin menjamur. Tabligh
atau zikir akbar dikumandangkan untuk para siswa yang akan menghadapi UN.
Sayangnya perhatian pada para guru terlupakan. Padahal para guru juga tidak
kalah sibuknya. Mulai dari mempersiapkan bahan ajar yang praktis untuk siap
menjawab UN, atau untuk di review agar siswa mampu menjawab UN dengan lancar,
membuat latihan-latihan soal agar siswa terlatih dalam mengerjakan UN, hingga
meluangkan waktunya untuk memberikan les tambahan, dan sebagainya. Menjelang
pelaksanaan UN tersebut sudah dapat dipastikan tingkat stres para tenaga
pendidik itu mengalami peningkatan.
Selain tingkat
stres para pendidik karena pekerjaan atau kegiatan mereka yang meningkat
menjelang UN, guru juga mempunyai beban psikologis karena mereka dituntut agar
para siswanya harus lulus. Bahkan orang tua, sekolah dan masyarakat mempunyai
asumsi bahwa keberhasilan siswa dalam UN mutlak dipengaruhi oleh peran guru.
Pendapat yang lebih ekstrim lagi dari masyarakat bahwa kegagalan siswa dalam UN
dikarenakan ketidakmampuan guru dalam mengajar. Sesungguhnya,ketidakberhasilan
siswa dalam UN bukan hanya dari faktor guru tapi dipengaruhi oleh banyak hal
misalnya kesehatan siswa pada saat mengerjakan UN, emosi siswa yang
mengakibatkan mereka panik atau tidak teliti serta tuntutan orang tua yang
membuat siswa stress.
Dari latar
belakang di atas peneliti tertarik untuk mengkaji secara ilmiah melalui
penelitaian tentang Bagaimana Manajemen Stres Kerja Guru dalam meningkatkan
mutu pendidikan melalui kinerja guru yang diharapkan. Dalam penelitian ini
peneliti melakukan penelitian di SMP N 4 kota Bengkulu karena melalui sejarah
SMP N 4 bukan termasuk sekolah unggulan jika di bandingkan dengan sekolah yang
unggul di kota Bengkulu seperti SMP N 1 dan SMP N 2 kota Bengkulu. Namun dengan
kepemimpinan sekarang SMP 4 mampu bersaing dengan sekolah unggul dan sama-sama
mendapatkan kepercayaan untuk menyelenggarakan kurikulum 2013. Bahkan SMP N 4
kota Bengkulu mampu meraih penghargaan ADIWIYATA tingkat nasional tahun 2013,
penghargaan ini merupakan untuk kali pertamanaya di kota Bengkulu. Sehingga
peneliti sangat tertarik dengan kepemimpinan SMP N 4 Kota Bengkulu terutama
dalam mengelola stress kerja guru dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui
kinerja guru.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah penelitian dijabarkan dalam permasalahan umum dan
permasalah khusus sebagai berikut:
1.
permasalahan
umum
Bagaimana
manajemen stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu?
2.
Permasalahan
Khusus
a. Faktor-faktor
apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya stress kerja guru di SMP N 4 Kota
Bengkulu?
b. Bagaimana
upaya kepala sekolah dalam manajemen stres untuk mengatasi stres kerja guru di
SMP N 4 Kota Bengkulu?
c. Bagaimana
hasil dari pelaksanaan manajemen stress di SMP N 4 Kota Bengkulu?
C.
Tujuan
Penelitian
Dari
rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini dapat dijabarkan melalui
tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut:
1.
Tujuan
umum
Tujuan umum penelitian
ini adalah untuk mendeskripsikan manajemen stress kerja guru di SMP N 4 Kota
Bengkulu
2.
Tujuan
khusus
Tujuan khusus
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:
a. Faktor-faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu
b. Upaya
kepala sekolah dalam manajemen stres untuk mengatasi stres kerja guru di SMP N
4 Kota Bengkulu
c. Hasil
dari pelaksanaan manajemen stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu
D.
Kegunaan
Penelitian
Diharapkan hasil
penelitian ini akan memberikan kegunaan yang optimal baik secara teoritis
maupun secara praktis. Dengan demikian hasil penelitian ini di harapkan dapat
memberikan sumbangan bagi dunia ilmu pendidikan.
1.
Kegunaan
Teoritis
1) Menjadi
masukan untuk pihak sekolah melalui manajemen stress dalam meningkatkan motivasi
dan kinerja guru
2) Menjadi
bahan untuk menambah atau memperkaya khazanah ilmu manajemen stress bagi guru,
dan khususnya bagi kepala sekolah
2.
Kegunaan
Praktis
1) Menjadi
kerangka acuan bagi manajer pendidikan dan pengelola kegiatan pendidikan
disekolah guna meningkatkan mutu pendidikan di sekolah
2) Diharapkan
hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan bahan referensi bagi yang
akan melakukan penelitian lanjutan.
E.
Ruang
Lingkup Penelitian
Ruang
lingkup penelitian ini terletak pada kajian manajemen stress kerja guru di SMP
N 4 Kota Bengkulu, dan sebagai subjek penelitian ini adalah kepala sekolah
beserta wakil dan guru-guru di SMP N 4 Kota Bengkulu dengan batasan variabel
penelitian yaitu focus kepada factor penyebab stress kerja, upaya kepala
sekolah dalam manajemen stres, dan hasil dari pelaksanaan manajemen stres kerja
guru di SMP N 4 Kota Bengkulu.
F.
Definisi
Konsep
1.
Manajemen
stress kerja guru
Manajemen stres adalah kecakapan menghadapi tantangan dengan
cara mengendalikan tanggapan secara proporsional atau kemampuan penggunaan
sumber daya secara efektif untuk mengatasi gangguan atau kekacauan mental dan
emosional yang muncul karena tanggapan (respon). Kerja
guru yaitu suatu tugas seorang guru yang dapat menghasilkan sebuah karya
yang meliputi proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan bersama, dengan
tugas sebagai mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik. Jadi manajemen stress kerja guru merupakan
kemampuan kepala sekolah dalam mengatasi
gangguan atau kekacauan mental dan emosional pada guru dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas kerja guru
itu agar menjadi lebih baik.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoritik
1. Manajemen
Stres
Kehidupan
manusia amat kompleks yang menyebabkan stress atau tekanan. Stres merupakan
bagian dari kehidupan manusia sejak dahulu kala tanpa disadari hanya berubah
wajah seiring dari perubahan masa. Stress dialami oleh semua manusia jika
mereka berada dalam keadaan tidak menyenangkan. Secara umum, perkataan stress
telah digunakan secara meluas dalam beberapa konteks yang berbeda. Tekanan dan
kehidupan saling berkaitan dengan gaya hidup, pribadi, faktor keluarga,
perbedaan budaya, perkembangan teknologi yang mendadak. Stress merupakan satu
penyakit yang sering dikaitkan dengan kesehatan mental dan yang kerap menyerang
masyarakat saat ini. Dalam konteks guru, stress terjadi karena banyaknya
tuntutan atau perubahan yang harus dihadapi oleh guru. Salah satu upaya untuk
menghilangkan stress yaitu dengan manajemen stress. Dalam membahas manajemen
stress ini perlu terlebih dahulu dimengerti secara umum pengertian atau konsep
dasar tentang manajemen dan stress.
Menurut
Daft (2010:06) Manajemen adalah pencapaian tujuan-tujuan organisional secara
efektif dan efisien melalui perencanaan, pengelolaan, kepemimpinan, dan
pengendalian sumber daya-sumber daya organisasional. Sebagai manajer arti
manajemen adalah menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain, dalam artiannya seorang
manajer tidak dapat menyelesaikannya sendirian. Sehingga tugas manajer adalah
menciptakan lingkungan dan kondisi yang melibatkan orang lain dalam mencapai
suatu tujuan.
Menurut Davis yang dikutip oleh Badeni (2013:62),
menyebutkan bahwa “Stres adalah kondisi ketegangan emosi pada diri seseorang
yang berproses baik pada pikiran atau mental maupun fisik. Apabila ini terjadi
berlebihan maka akan mengancam kemauannya dalam menghadapi lingkungannya“.
Adapun menurut Robbins dalam bukunya perilaku organisasi (2003:793) stress
adalah suatu kondisi dinamik dimana seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan,
atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan
yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting.
Sehingga, manajemen stress adalah
kemampuan penggunaan sumber daya-sumber daya secara efektif untuk mengatasi
gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang muncul karena tanggapan
(respon). Tujuan dari manajemen stress itu sendiri adalah untuk memperbaiki
kualitas hidup individu itu agar menjadi lebih baik (Khoyunita.blogspot.com,
2013).
Stress
dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh
dampaknya yang negative. Manajemen stress lebih daripada sekedar mengatasi, yakni
belajar menanggulangi secara adaptif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk
mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian
para pengidap stress ditempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan
dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang
bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stress, justru
akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih
spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa
pedoman umum untuk memacu perubahan dan penanggulangan. Pemahapan prinsip
dasar, menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap
masalah yang muncul terutama yang berkaitan dengan penyebab stress dalam
hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya di tempat kerja, stress dapat
timbul pada beberapa tingkat, belajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik
dalam peranan tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan
dari sebab tidak adanya keterampilan manajemen hingga sekedar tidak menyukai
seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margianti, 1999) dalam (Rivai dan Mulyadi, 2011:319).
a. Strategi
manajemen stress kerja
Dari sudut
pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami
stres yang ringan. Karena pada tingkat stres tertentu akan memberikan akibat
positif, hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi
pada tingkat stres yang tinggi atau ringan yang berkepanjangan akan membuat
menurunnya kinerja karyawan.
Stres ringan
mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang
individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen
mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan stres ringan bagi
karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan
dirasakan sebagai tekanan oleh karyawan. Maka diperlukan pendekatan yang tepat
dalam mengelola stres, ada dua
pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi (Sunyoto, 2013:63).
Pertama, pendekatan individual seorang karyawan dapat berusaha
sendiri untuk mengurangi level stresnya. Strategi yang bersifat individual yang
cukup efektif yaitu: pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi dan
dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat
menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa.
Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga
mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres
yang dihadapi pekerja perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai
strategi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan mengumpulkan sahabat,
kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi
dirinya.
Kedua pendekatan
organisasional dapat dilihat bahwa beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari
tugas dan peran serta struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh
manajemen, sehingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu
strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengatasi stres
karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain
pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional dan
program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan
memperoleh pekerjaan sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan
yang mereka inginkan serta adanya hbungan interpersonal yang sehat serta
perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.
Gitosurdawo
dalam buku Mulyasa (2011:279) mengemukakan manajemen stres secara individual
dan organisasi sebagai berikut:
Tabel 2.1.
Manajemen Stres
Secara individu
|
Secara organisasi
|
·
Meningkatkan keimanan
·
Meditasi dan pernapasan
·
Olah raga
·
Relaksasi
·
Dukungan social dari teman-teman dan keluarga
·
Menghindari kebiasaan rutin yang membosankan
·
terapi
|
·
memperbaiki iklim keluarga
·
memperbaiki lingkungan fisik
·
menyediakan sarana olah raga
·
melakukan analisis dan kejelasan
tugas
·
mengubah struktur dan proses
organisasi
·
meningkatkan partisipasi dalam
pengambilan keputusan
·
restukturisasi tugas
·
menetapkan konsep manajemen
berdasarkan sasaran
|
Sopiah
(2008:94) berpendapat bahwa ada lima hal yang harus diperhatikan dalam strategi
manajemen stress yang dapat di lihat pada gambar,seperti di bawah ini:
Remove the
stressors
|
Stress management strategies
|
Receive
social support
|
Control
stress consequences
|
Withdraw
from the stressor
|
Change
stress perception
|
Gambar2.1. Strategi
manajemen stress
1.
Remove
the strssors
Ada
banyak cara untuk menghilangkan stress di tempat kerja. Salah satu solusi
terbaik adalah dengan memberdayakan para pegawai sehingga mereka memiliki
control yang lebih atas pekerjaan dan lingkungan pekerjaan mereka. Stress yang
berhubungan dengan tugas dapat diminimumkan lebih efektif melalui seleksi dan
penempatan pegawai sehingga persyaratan pekerjaan sesuai dengan kemampuan
mereka. Selogan the right man on the
right place at the right time cocok diterapkan pada saat seleksi dan
penempatan pegawai.
Family
friendly and work/life initiatives menghilangkan atau mengurangi stressor yang
menyebabkan time based conflict. tiga hal yang paling lazim dalam family
friendly and work/life initiatives yaitu sebagai berikut:
a.
Pengguna
atau pemanfaatan yang fleksibel
Beberapa perusahaan
mengajak pegawainya untuk menentukan kapan mulai dan berakhirnya waktu kerja
sehingga mereka dapat lebih mudah menyesuaikan antara aktivitas pribadi dan
pekerjaan
b.
Job
sharing
Yakni memisahkan
posisi karier antara dua orang sehingga mereka yang mengalami stress time based
lebih sedikit di antara pekerjaan dan keluarga
c.
Telecommuting
Telecommuting
adalah bekerja dari rumah, biasanya dilakukan dengan menghubungkan computer ke
kantor sehingga mudah untuk menukar kegiatan pekerjaan dan bukan pekerjaan.
2.
With
drawing from the stressors
Para pegawai biasanya mengalami stress ketika
tinggal dan bekerja dalam kultur yang berbeda. Tidak cukup dengan asumsi-asumsi
dan harapan yang umum. Para ekspatriat harus membayar kontan bagaimana cara
berfikir, bersikap dan bertindak dipersepsikan atau direspons lingkungannya.
Perlu waktu dan keinginan yang kuat agar mampu beradaptasi dengan cepat dengan
lingkungan baru.
3.
Canging
stress perceptions
Tingkat
stress yang dialami pegawai dalam situasi yang sama mungkin dapat berbeda
antara satu individu dengan yang lain. Hal ini disebabkan adanya perbadaan
persepsi. Oleh karena itu sebenarnya stress dapat diminimumkan melalui
perubahan persepsi atas situasi yang ada. Kita dapat memperkuat sell-efficacy
dan self-esteem kita sehingga dapat menerima pekerjaan sebagai tantangan dan
bukan ancaman.
4.
Controlling
the consequences of stress
Kadang-kadang
para pegawai tidak dapat mengendalikan stress yang dialaminya. Mereka
seringkali membutuhkan bantuan untuk mengatasi stress dengan perilaku
disfungsional seperti mengkonsumsi alcohol dan obat-obatan terlarang. Program
gaya hidup sehat akan membantu pegawai belajar bagaimana gaya hidup yang sehat.
Mengendalikan stress dengan baik tentu sangat bermanfaat, walau tidak semua
orang mampu melakukannya. Kebanyakan orang memerlukan orang lain untuk
membantunya agar dapat mengatasinya dengan baik
5.
Received
social support
Dukungan
lingkungan sekitar dapat mengurangi stress yang dialami seseorang. Dalam suatu
organisasi, ada tiga hal yang bisa dilakukan untuk memberikan dukungan kepada
pegawai yang meengalami stress, yaitu: pertama, memperbaiki persepsi mereka
bahwa mereka bernilai dan berguna. Kedua, menyediakan informasi untuk
membantunya memahami masalah yang sesunggunya yang memungkinkan untuk menghilangkan
stress. Ketiga, dukungan emosional dari yang lain dapat secara langsung
membantu mengurangi stress.
b. Tips
Untuk Kepala Sekolah Dalam Manajemen Stres
Tidak
semua kepala sekolah memiliki kemampuan dalam manajemen stress, bahkan tanpa
pengalaman yang memadai bisa salah langkah dan justru akan menambah masalah. Menurut
Mulyasa (2011:280) ada beberapa tips untuk kepala sekolah dalam penanggulangan
stres kerja, yaitu:
1)
Mengelola
waktu
Waktu bagi
kepala sekolah itu jarang dipakai untuknya sendiri, ia harus mampu berbagi
waktu dengan peserta didik, tokoh masyarakat, dinas pendidikan, organisasi
profesi, dan lembaga swadaya masyarakat. Tak jarang tenaga kependidikan minta
waktu untuk berkonsultasi dengan kepala sekolah ketika sedang bersiap untuk
pulang. Sebagai kepala sekolah yang professional, harus mampu mengelola waktu
sedemikian rupa, agar seluruh tugas dapat diselesaikan secara proporsional,
tepat wantu, dan tepat sasran, termasuk bagaimana berbagi rasa dengan guru-guru
lainnya sehingga kepala sekolah mampu berbaur dengan guru lain.
2)
Mengembangkan
energi
Kepala sekolah
harus tampil beda dan lebih energik dari para tenaga kependidikan yang lainnya,
Karena kepala sekolah sebagai contoh, jika kepala sekolahnya punya semangat
secara tidak langsung itu dapat memotivasi guru lain, selain itu, kepala
sekolah juga sering terpilih menjadi pengurus organisasi yang harus mencurahkan
energy untuk memenuhi berbagai macam harapan, misalnya memberikan sambutan,
mencari pemecahan masalah, merancang penelitian bahkan melakukan ceramah
keagamaan dan hal ini dapat mengurangi tingkat stress pada guru.
3)
Memecahkan
masalah
Kepala sekolah
harus mampu berperan sebagai penyangga di sekolahnya, harus menyerapdan
memahami penderitaan serta masalah yang dialami oleh tenaga kependidikan agar
mereka dapat melaksanakan tugas dengan baik. Tidak sedikit guru yang mengalami
stress karena masalah pembelajaran, disiplin peserta didik, beban yang terlalu
berat, tidak adanya kerja sama dengan guru lain. Tetapi mereka enggan dan
banyak yang merasa takut untuk menyampaikannya. Oleh karena itu kepala sekolah
harus memberikan kesempatan, dan perlakuan yang sama kepada seluruh tenaga
kependidikan, jangan membedakan mereka
karena predikat sebelumnya. Ciptakan suasana yang menyenangkan di antara guru
agar mereka memiliki keberanian untuk mengungkapkan setiap masalah dan mencari
solusinya.
Sedangkan
menurut Higrad dalam buku Badeni (2013) berpendapat bahwa ada beberapa pedoman
untuk menaggulangi stress, yaitu:
1)
Mengelola
waktu
Seorang
kepala sekolah harus mampu menghargai waktu, karena sering terjadi banyak waktu
yang terbuang hanya untuk beberapa kegiatan tertentu. Manejer harus bisa
membagi waktu terutam kapada tenaga kependidikan lainnya, karea tidak sedikit
guru itu yang mengalami stress kerja dan
butuh penanggulangan dari atasan
2)
Seleksi dak Penempatan
Seleksi
dan penempatan sangat mempengaruhi tingkat stress kerja guru, apabila terjadi
seleksi dan penempatan yang tidak sesuai yang bukan kemampuan dia, maka akan
mengakibatkan beban kerja yang terlalu berat. Jadi untuk menanggulangi stress
kerja seleksi dan penempatan harus sesuai dengan pengalaman dan kemampuan.
3)
Penentuan
tujuan
Penentuan
tujuan yang jelas dan tepat dapat merupakan hal penting dalam mengelola stress.
Karena tujuan yang jelas akan memotivasi guru dalam melaksanakan tugasnya
dengan lebih baik.
4)
Rancangan
ulang pekerjaan
Perancangan
ulang pekerjaan yang sesuai dengan tingkat kemampuan, minat dan spesialisasi
serta keinginan idividu pelaksana merupakan salah satu usaha yang mungkin bisa
dilakukan oleh kepala sekolah untuk mengurangi frustasi dan stress guru.
5)
Keterlibatan
guru
Untuk
mengurangi stress guru, kepala sekolah harus melibatkan guru-guru lain dalam
pengambilan-pengambilan keputusan yang langsung terkait dengan kinerjanya.
6)
Komunikasi
Peningkatan
komunikasi dengan dewan guru dapat mengurangi ketidakpastian karena mengurangi
ambiguitas peran dan konflik peran. Kepala sekolah dapat juga
menggunakankomunikasi yang efektif sebagai cara untuk membentuk persepsi guru.
7)
Program
pengembangan
Program pengembangan adalah usaha terencana dalam rangka
memotivasi dan membantu peningkatan kesehata fisik dan mental guru melalui
kegiatan-kegiatan tertentu, misalnya kegiatan olah raga bersama, lokakarya,
menghindari rokok, dan sebagainya.
2. Stres
Kerja
a. Pengertian
stress kerja
Masalah-masalah tentang stres kerja pada dasarnya
sering dikaitkan dengan pengertian stres yang terjadi di lingkungan pekerjaan,
yaitu dalam proses interaksi antara seorang karyawan dengan aspek-aspek
pekerjaannya. Di dalam membicarakan stres kerja ini perlu terlebih dahulu mengerti
pengertian stress secara umum (Rivai dan
Mulyadi, 2010:307).
Menurut Davis yang dikutip oleh Badeni (2013:62),
menyebutkan bahwa:
“Stres adalah kondisi ketegangan emosi pada diri
seseorang yang berproses baik pada pikiran atau mental maupun fisik. Apabila
ini terjadi berlebihan maka akan mengancam kemauannya dalam menghadapi lingkungannya“.
Adapun menurut Robbins dalam bukunya perilaku
organisasi (2003:793) stress adalah suatu kondisi dinamik dimana seorang
individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait
dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak
pasti dan penting.
Stres
berasal dari bahasa latin “stringere“ yang digunakan pada abad XVII untuk
menggambarkan kesukaran, penderitaan dan kemalangan. Stres yang terlalu berat
dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai
akibatnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang
dapat mengganggu kinerja mereka. Stres Kerja menurut Landy seperti dikutip
Rivai dan Mulyadi (2011:308) ”Stres kerja adalah ketidakseimbangan keinginan
dan kemampuan memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi penting bagi dirinya”.
Kemudian menurut Anoraga (2009:108) ” Stres kerja adalah suatu bentuk
tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap suatu perubahan
di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.
Seorang ahli menyebut tanggapan tersebut dengan istilah “fight or fight”. Jadi
sebenarnya stress adalah sesuatu yang amat alamiah”.
Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat
disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah karena adanya ketidakseimbangan
antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek
pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan sehingga dapat
mengakibatkan beberapa dampak positif maupun dampak negatif.
b. Jenis
Stres
Quick dan Quick dalam Rivai dan Mulyadi (2011:308)
mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
1.
Eustress,
yaitu: hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan
konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu
dan juga organisasi yang di asosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas,
kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
2.
Distress,
yaitu: hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan
desduktrif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan
juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat kehadiran
(absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan
dan kematian.
c. Gejala
stress kerja
Akibat
adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan
yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berpikir dan kondisi
fisik individu. Sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan mengalami
beberapa gejala yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
Gejala stres ditempat kerja menurut Rivai &
Mulyadi (2011:309) ada 7, yaitu;
a.
Kepuasan
kerja rendah.
b.
Kinerja
yang menurun,
c.
Semangat
dan energy menjadi hilang,
d.
Komunikasi
tidak lancer,
e.
Pengambilan
keputusan jelek,
f.
Kreativitas
dan inovasi kurang, dan
g.
Bergulat
pada tugas-tugas yang tidak produktif
Sedangkan
menurut Robbins (2003:800) gejala-gejala stres tersebut dapat dikelompokkan menjadi
tiga kategori umum yaitu:
1.
Gejala Fisiologis
Gejala
fisiologis merupakan gejala awal yang bisa diamati, terutama pada penelitian
medis dan ilmu kesehatan. Stress cenderung berakibat pada perubahan metabolisme
tubuh, meningkatnya detak jantung dan pernafasan, peningkatan tekanan
darah,timbulnya sakit kepala, serta yang lebih berat lagi terjadinya serangan
jantung.
2.
Gejala Psikologis
Dari segi psikologis, stres dapat menyebabkan
ketidakpuasan. Hal itu merupakan efek psikologis yang paling sederhana dan
paling jelas. Namun bisa saja muncul keadaan psikologis lainnya, misalnya
ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan, suka menunda-nunda. Bukti
menunjukkan bahwa ketika orang ditempatkan dalam pekerjaan dengan tuntutan yang
banyak dan saling bertentangan atau dimana ada ketidakjelasan tugas, wewenang,
dan tanggung jawab pemegang jabatan , maka stres maupun ketidakpuasan akan
meningkat.
3.
Gejala Perilaku
Gejala
stress yang berkaitan dengan perilaku meliputi perubahan dalam tingkat
produktivitas, absensi, kemangkiran, dan tingkat keluarnya karyawan, juga perubahan
dalam kebiasaan makan, merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah, dan
gangguan tidur.
Menurut Braham dalam buku Rivai dan Mulyadi
(2010:309), gejala stres dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
1.
Fisik,
yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air
besar, adanyagangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung
terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan,
berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan
energi.
2.
Emosional,
yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas,
suasana hati mudah berubah-berubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup,
agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan
kelesuan mental.
3.
Intelektual,
yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk
berkonsentrasi, suka mlamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran
saja.
4.
Interpersonal,
yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun,
mudah mengingkari janji pada oranglain, senang mencari kesalahn orang lain atau
menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara berlebihan, dan mudah
menyalahkan orang lain.
Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu kondisi
ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang di
mana ia terpaksa memberikan tanggapan melebihi kemampuan penyesuaian dirinya
terhadap suatu tuntutan eksternal (lingkungan) yang akan menimbulkan gejala-gejala seperti gejala
fisiologis, gejala psikologis dan gejala prilaku, sehingga akan mempengaruhi
kinerja mereka.
d. Penyebab
atau Sumber Stres Kerja
Pekerjaan bertujuan memenuhi kebutuhan ekonomi kita
dan menunjukan posisi kita dalam masyarakat. Kerja tidak selamanya membuat kita
puas, bahkan sebagian besar pekerjaanlah yang membuat kita stress. Pekerjaan
yang tidak memberikan kepuasan akan meracuni gairah hidup yang akan menimbulkan
berbagai kekacauan dikehidupan kita. Kurangnya penghargaan, tempat kerja yang
penuh gossip, lingkungan fisik yang tidak sehat, pekerjaan tanpa masa depan,
dan atasan kurang menghargai, semua memberikan sumbangan bagi kekacauan dan
stress di tempat kerja (Gibson, 2004:107)
Menurut Dwiyanti dalam Rivai & Mulyadi (2011:310)
Terdapat dua factor penyebab atau sumber munculnya stress kerja, yaitu factor
lingkungan kerja dan factor personal. Factor lingkungan kerja dapat berupa
kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan social di lingkungan pekerjaan.
Sedangkan factor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa atau pengalaman
pribadi maupun kondisi social-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan
mengembangkan diri. Betapa pun factor kedua tidak secara langsung berhubungan
dengan kondisi pekerjaan, namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup
besar, maka factor pribadi ditempatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya
stress. Secara umum penyebab stress dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Penyebab
Stres dari Aspek Perilaku yaitu:
a. Tidak
adanya dukungan sosial. Artinya, stres akan cenderung muncul pada para karyawan
yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka. Dukungan sosial di
sini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga.
Banyak kasus menunjukkan bahwa, para karyawan yang mengalami stres kerja adalah
mereka yang tidak mendapat dukungan (khususnya moril) dari keluarga, seperti
orang tua, mertua, anak, teman dan semacamnya. Begitu juga ketika seseorang
tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya (baik pimpinan maupun bawahan)
akan cenderung lebih mudah terkena sires. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya
dukungan social yang menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan
tugasnya.
b. Tidak
adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di kantor. Hal ini
berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan
pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat
memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewcnangannya. Stres kerja
juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan
keputusan yang menyangkut dirinya.
c. Pelecehan
seksual. Yakni, kontak atau komunikasi yang berhubungan atau dikonotasikan
berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa dimulai
dari yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang sensitif, mengajak
kencan dan semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan, pujian bahkan
senyuman yang tidak pada konteksnya. Dari banyak kasus pelecehan seksual yang
sering menyebabkan stres kerja adalah perlakuan kasar atau pengamayaan fisik
dari lawan jenis dan janji promosi jabatan namun tak kunjung terwujud hanya
karena wanita. Stres akibat pelecehan seksual banyak terjadi pada negara yang
tingkat kesadaran warga (khususnya wanita) terhadap persamaan jenis kelamin
cukup tinggi, namun tidak ada undang-undang yang melindunginya.
2.
Penyebab
Stres dari Aspek Psikis
a.
Kondisi
lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa suhu yang
terlalu panas, terlalu dingin, tcrlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya.
Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam
menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak
hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara.
Di samping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil munculnya stres
kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibanding yang
lain.
b.
Manajemen
yang tidak sehat. Banyak orang yang stres dalam pekerjaanketika gaya
kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang
sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis,
terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa. sehingga mempengaruhi
pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai
bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya,
seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhirnya akan
menimbulkan stress.
c.
Tipe
kepribadian. Seseorang dengan kcpribadian tipe A cenderung mengalami stres
dibanding kepribadian tipe B. Bcbcrapa ciri kepribadian tipe A ini adalah
sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran,
konsentrasi pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak
puas terhadap hidup (apa yang diraihnya), cenderung berkompetisi dengan orang
lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non kompetitif. Dengan begitu, bagi
pihak perusahaan akan selalu mengalami dilema kctika mengambil pegawai dengan
kepribadian tipe A. Sebab, di satu sisi akan memperoleh hasil yang bagus dan
pekerjaan mereka, namun di sisi lain perusahaan akan mendapatkan pegawai yang
mendapat resiko serangan atau sakit jantung.
3.
Penyebab
Stres dari Aspek Kecemasan yaitu:
a.
Peristiwa
atau pengalaman pribadi. Stres kerja sering disebabkan pengalaman pribadi yang
menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal
sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi
masalah (pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stress
paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati pasangannya, sementara
yang paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal.
b.
Disamping
itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, perasaan tidak
aman, juga termasuk kategori ini.
4.
Penyebab
Stres dari Aspek Ketegangan yaitu:
a.
Adanya
tugas yang terlalu banyak. Banyaknya tugas tidak selalu menjadi penyebab stres,
akan menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak. Sebanding dengan
kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi karyawan.
b.
Supervisor
yang kurang pandai. Scorang karyawan dalam menjalankan tugas sehari-harinya
biasanya di hawah bimbingan sekaligus mempertanggung jawabkan kepada
supervisor. Jika seorang supervisor pandai dan menguasai tugas bawahan, ia akan
membimbing dan memberi pengarahan atau instruksi secara baik dan benar.
c.
Terbatasnya
waktu dalam mengerjakan pekerjaan. Karyawan
biasanya mempunyai kemampuan normal menyelesaikan tugas kantor atau perusahaan
yang dibebankan kepadanya. Kemampuan bcrkaitan dengan keahlian, pcngalaman, dan
waktu yang dimiliki. Dalam kondisi tertentu, pihak atasan seringkali memberikan
tugas dengan waktu yang lerbatas. Akibatnya, karyawan dikejar waktu untuk
menyelesaikan tugas sesuai tepat waktu yang ditetapkan atasan.
d.
Kurang
mendapat tanggungjawab yang memadai. Faktor ini berkaitan dengan hak dan
kewajiban karyawan. Atasan sering memberikan tugas kepada bawahannya tanpa
diikuti kewenangan (hak) yang memadai. Sehingga, jika harus mengambil keputusan
harus berkonsultasi, kadang menyerahkan sepenuhnya pada atasan.
e.
Ambiguitas
peran. Agar menghasilkan performan yang baik, karyawan perlu mengetahui tujuan
dari pekerjaan, apa yang diharapkan untuk dikerjakan serta scope dan tanggungjawab
dari pekerjaan mereka. Saat tidak ada kepastian tentang definisi kerja dan apa
yang diharapkan dari pekerjaannya akan timbul ambiguitas peran.
f.
Perbedaan
nilai dengan perusahaan. Situasi ini biasanya terjadi pada para karyawan atau
manajer yang mempunyai prinsip yang berkaitan dengan profesi yang digeluti
maupun prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi (altruisme).
g.
Frustrasi.
Dalam lingkungan kerja, perasaan frustrasi memang bisa disebabkan banyak
faktor. Faktor yang diduga berkaitan dengan frustrasi kerja adalah terhambatnya
promosi, ketidakjelasan tugas dan wewenang serta penilaian/evaluasi staf,
ketidakpuasan gaji yang diterima.
h.
Perubahan
tipe pekerjaan, khususnya jika hal tersebut tidak umum. Situasi ini bisa timbul
akibat mutasi yang tidak sesuai dengan keahlian dan jenjang karir yang di lalui
atau mutasi pada perusahaan lain, meskipun dalam satu grup namun lokasinya dan
status jabatan serta status perusahaannya berada di bawah perusahaan pertama.
i.
Konflik
peran. Terdapat dua tipe umum konflik peran yaitu (a) konflik peran
intersender, dimana pegawai berhadapan dengan harapan organisasi terhadapnya
yang tidak konsisten dan tidak sesuai; (b) konflik peran intrasender, konflik
peran ini kebanyakan terjadi pada karyawan atau manajer yang menduduki jabatan
di dua struktur. Akibatnya, jika masing-masing struktur memprioritaskan
pekerjaan yang tidak sama, akan berdampak pada karyawan atau manajer yang
berada pada posisi dibawahnya, terutama jika mereka harus memilih salah satu
alternative.
Luthans dikutip oleh Rivai dan Mulyadi (2011:313) menyebutkan
bahwa penyebab stres (stresor) terdiri atas empat hal utama, yakni:
1.
Extra
organizational stresors, yakni terdiri dari perubahan social teknologi, keluarga,
relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan
komunitas/tempat tinggal.
2.
Organizational
stresors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan
fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.
3.
Group
stresors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya
dukungan social, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal, dan
intergroup.
4.
Individual
stresors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta
disposisi individu seperti pola kepribadian tipe A, kontrol personal, learned
helplessness, self-efficacy, dan daya tahan psikologis.
Mulyasa
(2011:275) juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa kondisi kerja yang sering
menimbulkan stress, sebagai berikut:
1)
Beban
kerja yang terlalu berat,
2)
Tekanan
atau desakan waktu,
3)
Perbedaan
nilai atau persepsi anggota dan organisasi,
4)
Pemeriksaan
atau supervise yang berlebihan,
5)
Umpan
balik yang tidak memadai,
6)
Konflik
antar pribadi anggota dan kelompok,
7)
Perubahan
yang sulit dipahami,
8)
Wewenang
tidak sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan,
9)
Peranan
yang bertentangan (antagonis), atau mendua (ambiguity),
10) Frustasi atau kecewa berat,
11) Hukuman (punisment) dan penghargaan
(reward) yang tidak memadai.
Copper dan Davidson juga berpendapat yang dikutip
oleh Rivai dan Mulyadi (2011:313) membagi penyebab stres dalam pekerjaan
menjadi dua, yakni:
1. Group stresors, adalah penyebab stres
yang berasal dari situasi maupun keadaan di dalam perusahaan, misalnya
kurangnya kerjasama antara karyawan, konflik antara individu dalam suatu
kelompok, maupun kurangnya dukungan social dari sesame karyawan di dalam
perusahaan.
2. Individual stresor, adalah penyebab
stres yang berasal dari dalam diri individu, misalnya tipe kepribadian
seseorang, control personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi terhadap
diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta
ketidakjelasan peran.
Sedangkan menurut Pahmi (2013:257) stress yang
dialami oleh seseorang biasanya dibagi pada 2 (dua) factor yang menjadi
penyebabnya, yaitu:
a.
Stress
karena tekanan dari dalam (internal factor) dan,
b.
Stress
karena tekanan dari luar (external factor)
Namun sering
juga stress tersebut dialami oleh kedua factor tersebut, yaitu disebabkan oleh
factor internal dan factor eksternal. Kondisi seperti ini biasanya membuat
seseorang betul-betul berada dalam keadaan yang sangat tidak nyaman. Contohnya
ketika didalam keluarga ia merasa sangat tertekan karena berbagai masalah yang
sedang ia hadapi d keluarga, sedangkan di tempat ia kerja, ia juga mendapatkan
tekanan, seperti beban kerja, konflik dengan rekan kerja bahkan konflik dengan
pimpinan. Kasus seperti inilah disebut stress yang dating dari internal factor
dan external factor.
Untuk lebih
jelasnya, dari penjelasan tentang penyebab stress di atas dan sesuai dengan kutipan dalam buku Badeni
(2013:65) bahwa dapat dilukiskan seperti gambar dibawah ini:
STRESSOR
1. Pekerjaan
dan lingkungan kerja
a.
Beban
kerja
b.
Konflik
peran
c.
Wewenang
yang tidak seimbang
d.
Ketidak
jelasan tugas
e.
Lingkungan
kerja yang buruk
f.
Atasan
yang tidak menyenangkan
g.
Rekan
kerja yang tidak menyenangkan
2. Lingkungan
a.
Kematian
anggota keluarga
b.
Perceraian
broken home
c.
Kenakalan
anak-anak
|
S
T
R
E
S
|
Gamabar
2.2. Sumber Stres
Sumber : Marihot Tua Efendi
Harianja (2006) : Prilaku Organisasi
Factor lingkungan
·
Ketidak
pastian ekonomi
·
Ketidakpastian
politik
·
Ketidak
pastian teknologi
|
Faktor Organisasi
·
Factor
tugas
·
Factor
sarana
·
Tuntutan
antar personal
·
Struktur
organisasi
·
Kepemimpinan
organisasi
·
Tahap
perkembangan organisasi
|
Factor individu
·
Masalah
keluarga
·
Masalah
ekonomi
·
kepribadian
|
Perbedaan individu
·
Persepsi
·
Pengalaman
kerja
·
Dukungan
social
·
Percaya
terhadap letak pengawasan
·
permusuhan
|
Gejala Fisiologis
·
Sakit
kepala
·
Tekanan
darah tinggi
·
Sakit hati
|
Gejala Psikhologis
·
Gelisah
·
Depresi
·
Penurunan
Kepuasan Kerja
|
Gejala Perilaku
·
Produktivitas
·
Tidak
hadir
·
perpindahan
|
Pengalaman
Stres
|
Gambar 2.3.
Sumber Stres
Sumber: Stephen P. Robbins(1996):
Organization Behavior
Menurut Rahayu dalam (www.academia.edu) Studi
tentang Penyebab stress pada guru telah dilakukan (Louden 1987, Dinham 1993,
Punch and Tuetteman 1996, Pithers and Soden 1999, Kyriacou 2001,Sinclair and
Ryan 1987, Dinham 1992). Pada studi mereka ini disimpulkan bahwa stress muncul
jika:
a. Hubungan
buruk siswa dan guru
1. Motivasi
siswa dan rasa hormat pada guru rendah
2. Ada
perilaku buruk siswa yang sulit diatasi dan selalu terjadi berulang-ulang di
kelas
3. Ada
kesalah pahaman atau kurang pengertian antara guru dan murid yang berbeda
kemampuan, kelas, etnik, dan latar belakang budaya
b. Waktu
1. waktu
yang kurang untuk persiapan mengajar
2. tuntutan
yang tidak realistis dari administrasi/atasan
3. keputusan
batas waktu (dealine) yang tidak realistis
4. harus
mengerjakan beban kerja yang berlebihan dalam waktu yang pendek
c. Konflik
1. Ada
konflik antara perubahan filosofi pendidikan dengan pandangan guru yang selama
ini telah diyakininya bertahun-tahun
2. Kebijakan
Diknas yang menuntut inovasi dan perubahan
3. Aturan
baru yang harus diterapkan dan dilaksanakan tanpa adanya pelatihan
4. Tuntutan
kelengkapan administrasi kelas yang harus dikerjakan
d. Kondisi
pekerjaan yang memprihatinkan seperti:
1. Fasilitas
dan sarana dan sumber belajar yang kurang
2. Jumlah
siswa yang terlalu besar dalam kelas
3. Lingkungan
sekolah yang mengganggu
4. Letak
sekolah yang terisolasi.
e. Kepemimpinan
sekolah
1. Birokrasi
sekolah yang sangat hierarchical dan ketidak adilan dalammengambil keputusan
2. Kepemimpinan
yang otoriter
f. Buruknya
hubungan teman sejawat seperti
1. Kurang
adanya kepercayaan, kerjasama diantara teman sejawat.
2. Adanya
persaingan yang tidak sehat
g. Perasaan
ketidak mampuan
1. Guru
merasa tidak mampu atau kurang terampil
2. Guru
harus mengajar diluar bidangnya
3. Tidak
adanya reward dari pimpinan akan keberhasilan yang telahdicapai guru
h. Tekanan
ekstra lainnya
1. Sikap
masyarakat yang negative terhadap guru dan sekolah
2. Kehidupan
guru yang tidak stabil dan tidak berkecukupan
e. Dampak
stress
Menurut Rivai dan Mulyadi (2011:316), Dampak
stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun,
pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan
memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
Stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan, konsekuensi
tersebut dapat berupa turunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustasi
dan sebagainya. Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas
kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain diluar pekerjaan, seperti
tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi,
dan sebagainya.
Stress dapat berdampak positif atau membantu
(fungsional), dapat pula berdampak salah (disfungsional) atau merusak prestasi
kerja secara sederhana. Hal tersebut berarti bahwa stress memiliki potensi
untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan kerja, bergantung seberapa besar
tingkat stress tersebut. Jika tidak ada stress tantanan kerja juga kurang, maka
prestasi kerja cendrung biasa-biasa saja, meskipun tidak dapat dikatakan
rendah. Dengan adanya stress prestasi kerja cendrung naik, sampai tingkat
tertentu membantu seseorang untuk mengerahkan segala sumber daya dalam memenuhi
kebutuhan pekerjaan. Mulyasa (2011:277)
Stress yang tidak teratasi menimbulkan gejala
badaniah, jiwa dan gejala social. Dapat ringan, sedang dan berat. Suatu stress
tidak langsung memberi akibat saat itu juga, walaupun banyak di antaranya yang
segera meperlihatkan manifestasinya. Dapat juga bermanifestasi beberapa hari,
minggu, bulan, atau setahun kemudian. Anoraga (2009:109)
Beerhr dan Newman dalam Rivai dan Mulyadi (2011:317)
mengkaji ulang beberapa kasus stress pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala
dari stress pada individu, yaitu:
1.
Gejala
psikologis, meliputi:
Kecemasan,
ketegangan, bingung, marah, sensitif, memendam perasaan, komunikasi tidak
efektif, mengurung diri, depresi, merasa terasing dan mengasingkan diri,
kebosanan, ketidakpuasaan kerja, lelah mental, menurunnya fungsi intelektual,
kehilangan daya konsentrasi, kehilangan spontanitas dan kreativitas, kehilangan
semangat hidup dan menurunnya harga diri dan rasa percaya diri.
2.
Gejala
fisik, meliputi:
Meningkatnya
detak jantung dan tekanan darah, meningkatnya sekresi adrenalin dan noradrenalin,
gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung), mudah terluka, mudah
lelah secara fisik, kematian, gangguan kardiovaskuler, gangguan pernafasan,
lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit, kepala pusing, migrain, kanker,
ketegangan otot, problem tidur (sulit tidur, bahkan terlalu banyak tidur).
3.
Gejala
perilaku, meliputi:
Menunda
atau menghindari pekerjaan atau tugas, penurunan prestasi dan produktivitas,
meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk, perilaku sabotase,
meningkatnya frekuensi absensi, perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan
atau kekurangan), kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan,
meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi seperti berjudi,
meningkatnya agresifitas dan kriminalitas, penurunan kualitas hubungan
interpersonal dengan keluarga dan teman serta kecenderungan bunuh diri.
Tidak jauh berbeda dengan akibat stres kerja menurut
Robbins (2003:800) bahwa dampak stress kerja dikelompokkan dalam tiga kategori
umum, yaitu:
a.
Gejala Fisiologis
Pengaruh
awal stres biasanya berupa gejala-gejala fisiologis. Ini terutama disebabkan
oleh kenyataan bahwa topic stres pertama kali diteliti oleh ahli ilmu kesehatan
dan medis.
b.
Gejala
Psikologis
Stres
dapat menyebabkan ketidakpuasan. Stres yang berkaitan dengan pekerjaan yang
menyebabkan ketidakpuasan terkait dengan pekerjaan. Ketidakpuasan kerja,
kenyataannya, adalah “efek psikologis paling sederhana dan paling nyata” dari
stres.
c.
Gejala
Perilaku
Gejala-gejala stres yang berkaitan dengan perilaku
meliputi perubahan dalam tingkat produktivitas, kemangkiran, dan perputaran
karyawan, selain juga perubahan dalam kebiasaan makan, pola merokok, konsumsi
alkohol, bicara yang gagap, serta kegelisahan dan ketidakteraturan waktu tidur.
3. Kerja
Guru
Guru adalah seseorang yang pekerjaannya mengajar.
Maka, dalam hal ini guru yang dimaksudkan adalah guru yang memberi pelajaran
atau memberi materi pelajaran pada sekolah-sekolah formal dan memberikan
pelajaran atau mengajar materi pelajaran yang diwajibkan kepada semua siswanya
berdasarkan kurikulum uang ditetapkan. Guru adalah seorang figur yang mulia dan
dimuliakan banyak orang. Kehadiran guru di tengah-tengah kehidupan manusia
sangat penting, tanpa ada guru atau seseorang yang dapat ditiru dan diteladani
oleh manusia untuk belajar dan berkembang, manusia tidak akan memiliki budaya,
norma, dan agama.
Berdasarkan Undang-Undang Guru (pasal 1 ayat 1) dalam
buku Supardi (2013:8) dinyatakan bahwa: Guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Dulu, guru berperan sebagai
penyampai materi ajar, pengalihan pengetahuan, pengalih keterampilan, serta
merupakan satu-satunya sumber belajar. Namun kini guru sudah berubah peran
menjadi pembimbing, pembina, pengajar, dan pelatih.
Beratnya tanggung jawab bagi guru menyebabkan
pekerjaan guru harus memerlukan keahlian khusus. Untuk itu pekerjaan guru tidak
dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan. Sekali guru
berbuat salah, maka akan berdampak terhadap tercorengnya dunia pendidikan
secara global. Meskipun guru sebagai pelaksana tugas otonom, guru juga diberikan
keleluasaan untuk mengelola pembelajaran, apa yang harus dikerjakan oleh guru,
dan guru harus dapat menentukan pilihannya dengan mempertimbangkan semua aspek
yang relevan atau menunjang tujuan yang hendak dicapai. Dalam hal ini guru
bertindak sebagai pengambil keputusan. (Faidah.blogspot.com, 2012).
Depdiknas (2005) Dalam proses belajar
mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi
fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan. Penyampaian materi
pelajaran hanyalah merukan salah satu dari kegiatan dalam belajar sebagai suatu
proses yang dinamis dalam segala fase dan proses perkembangan siswa. Tugas guru
perpusat pada:
1. Mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan
baik jangka pendek maupun panjang.
2. Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalaui pengalaman belajar yang memadai.
3.
Membantu perkembangan aspek- aspek
pribadi, seperti sikap, nalai- nilai, dan penyesuaian diri.
Sedangkan menurut
Himalaya dalam hafizhimala.blogspot.com (2012)
menjelaskan bahwa tugas guru itu meliputi:
1. Tugas pengajaran atau guru sebagai
pengajar
Sepanjang sejarah keguruan, tugas guru yang sudah
tradisional adalah mengajar. Karenanya sering orang salah menduka, bahwa tugas
guru hanyalah semata-mata mengajar. Sebagai pengajar, guru bertugas membina
perkembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Guru mengetahui bahwa pada
akhir setiap satuan pelajaran kadang-kadang hanya terjadi perubahan dan
perkembangan pengetahuan saja. Mungkin pula guru telah bersenang hati bila
telah terjadi perubahan dan perkembangan dibidang pengetahuan dan
keterampialan, karena dapat diharapkannya efek tidak langsung melalui proses
transfer, bagi perkembangan dibidang sikap dan minat murid.
2. Tugas bimbingan atau guru sebagai pembimbing
dan pemberi bimbingan
Guru sebagai pembimbing dan pemberi bimbingan adalah dua
macam peranan yang mengandung banyak perbedaan dan persamaannya. Keduanya
sering dilakukan oleh guru yang ingin mendidik dan yang ingin bersikap
mengasihi dan mencintai murid.
3. Tugas administrasi
Guru bertugas pula sebagai tenaga administrasi, bukan
berarti sebagai pegawai kantor, melainkan sebagai pengelola kelas atau
pengelola (manager) interaksi belajar mengajar. Terdapat dua Aspek dari masalah
pengelolaan yang perlu mendapat perhatian yaitu:
a.
Membantu perkembangan murid sebagai individu dan kelompok
b.
Memelihara kondisi kerja dan kondisi belajar yang
sebaik-baiknya didalam maupun di luar kelas.
Guru akan menunaikan tugasnya dengan baik atau dapat
bertindak sebagai tenaga pengajar yang efektif, jika padanya terdapat berbagai
kompetensi keguruan, dan melaksanakan fungsinya sebagai guru. Pada dasarnya
guru harus memiliki tiga kompetensi yaitu:
1. Kompetensi kepribadian
Setiap guru memiliki kepribadiannya sendiri-sendiri yang
unik. Tidak ada guru yang sama, walaupun mereka sama-sama memiliki pribadi
keguruan. Jadi pribadi keguruanpun unik pula, dan perlu diperkembangkan secara
terus menerus agar guru itu terampil dalam:
a.
Mengenal dan mengakui harkat dan potensi dari setiap
individu atau murid yang diajarkannya.
b.
Membina suatu suasana social yang meliputi interaksi belajar
mengajar sehingga amat bersifat menunjang secara moral atau batiniah terhadap
murid bagi terciptanya kesepahaman dan kesamaan arah dalam fikiran serta
perbuatan murid dan guru
c.
Membina suatu perasaan saling menghormati, saling
bertanggung jawab dan saling mempercayai antara murid dan guru.
2.
Kompetensi penguasaan atas bahan
pengajaran
Penguasaan yang meliputi bahan bidang studi sesuai dengan
kurikulum dan bahan pendalaman aplikasi bidang studi. Kesemuanya itu amat perlu
dibina karena selalu dibutuhkannya dalam:
a.
menguraikan ilmu pengetahuan atau kecakapan dan apa-apa yang
harus diajarkannya kedalam bentuk komponen – komponen dan informasi-informasi
yang sebenarnya dalam bidang ilmu atau kecakapan yang bersangkutan
b.
Menyusun komponen atau informasi itu sedemikian rupa baiknya
sehingga akan memudahkan murid untuk mempelajari pelajaran yang diterimanya.
3.
kompetensi dalam cara-cara mengajar
Kompetensi dalam cara-cara mengajar atau keterampilan
mengajar sesuatu bahan pengajaran sangat diperlukan guru khususnya keterampilan
dalam:
a.
Merencanakan atau menyusun setiap program suatu pelajaran,
demikian pula merencanakan dan menyusun keseluruhan kegiatan untuk satu
kesatuan waktu (catur wulan/semester atau tahun ajaran).
b.
Mempergunakan dan mengembangkan media pendidikan (alat Bantu
atau alat peraga) bagi murid dalam proses belajar yang diperlukan.
c.
Mempergunakan dan mengembangkan semua metode-metode
pengajaran sehingga terjadilah kombinasi –kombinasi dan variasinya yang
efektif.
Ketiga aspek kompetensi tersebut diatas harus berkembang
secara selaras dan tumbuh terbina dalam kepribadian guru. Dengan demikian itu
dapat diharapkan dari padanya untuk mengerahkan segala kemampuan dan
keterampilan dalam mengajar secara professional dan efektif.
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang
berhubungan dengan stress kerja guru antara lain sebagai berikut:
1.
Rahmat Kurnia (2011), meneliti tentang hubungan antara
stress kerja dan motivasi berprestasi dengan kinerja guru SMA Negeri di Kabupaten
Bengkulu Selatan, dalam penelitiannya terdapat hasil yang pertama, bahwa terdapat hubungan yang cukup signifikan antara
stress kerja dengan kinerja guru SMA Negeri Bengkulu Selatan, kedua terdapat hubungan yang sangat
signifikan antara motivasi berprestasi dengan kinerja guru SMA Negeri di
Bengkulu Selatan, dan yang ketiga,
secara bersama-sama tidak terdapat hubungan antara motivasi berprestasi sangat
signifikan dengan kinerja guru, dan tidak terdapat hubungan antara stress kerja
dengan motivasi berprestasi
2.
Akif Khilmiyah (2012) meneliti tentang stres kerja guru
perempuan di kecamatan kasihan bantul Yogyakarta. Hasil dari penelitiannya Pertama, perempuan menjadi guru karena;
aktualisasi diri, bersosialisasi, pendapatan dan kebahagiaan. Kedua, bentuk-bentuk stres; fisik dan
psikis. Ketiga, peyebab stres; (1).
Tugas rumah dan kantor bersamaan, (2). disiplin ketat, (3). tuntutan karir,
(4). menjemput anak, (5). punya bayi, (6). atasan otoriter, (7). suasana kantor
tidak nyaman, (8). kenaikan pangkat atau jabatan. Keempat, Faktor ketidakadilan gender; (1). beban ganda, (2).
direndahkan (3). anggapan guru perempuan irasional, (4). kekerasan psikis atau
kekerasan verbal (5). peminggiran atau pemiskinan. Kelima, Solusi; (1). saling menghormati (2). sabar, terbuka,
bertanggung jawab, saling pe- duli, atau menghindar dari kedekatan dengan yang
berwatak keras dan menya- kitkan. (3). sakit ringan tetap kerja dan curhat pada
teman dekat, tetapi sakit berat minta ijin (5). membuat skala prioritas
pekerjaan.
3.
Syamsul Rizal (2013) meneliti tentang Stres Kerja dan
Kinerja Guru di SMA Negeri I Lamno. Penelitian ini menemukan bahwa stres kerja
yang didasarkan pada gejala fisiologis, gejala psikologis dan gejala perilaku
berpengaruh negatif terhadap kinerja guru pada SMA Negeri 1 Lamno. Semakin
tinggi intensitas stres kerja seseorang guru yang terlihat dari gejala
fisiologis, psikologis dan gejala perilaku, semakin rendah kinerja guru
tersebut.
4.
Da’ud Nur Solichin (2013) meneliti tentang pengaruh stres kerja
dan kompensasi terhadap kepuasan kerja guru di sekolah mutiara hati bandung.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa stres kerja dan kompensasi pada sekolah
Mutiara Hati Bandung secara umum telah berjalan dengan baik. Stres kerja dan
kompensasi memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap kepuasan
kerja baik secara simultan maupun parsial. Kontribusi kedua variabel bebas
tersebut dalam menjelaskan kepuasan kerja guru mencapai 52,8% yang berarti
masuk kategori cukup kuat dan 47,2% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan dalam model. Sedangkan secara parsial variabel stres kerja sebesar
12,8% dan sisanya kompensasi sebesar 40,02% berpengaruh terhadap kepuasan kerja
Guru.
C. Paradigma Penelitian
Paradigma
penelitian merupakan kerangka acuan bertindak untuk menjawab permasalahan
penelitian. Paradigma penelitian ini juga berfungsi sebagai acuan filosofis
yang mengarahkan penelitian untuk menyelesaikan penelitian secara operasional.
Untuk
lebih jelas paradigma penelitian ini dapat di gambarkan melalui gambaran pola
manajemen stress kerja guru sebagai berikut:
Manajemen
Stres
|
Stres
kerja guru
|
Faktor
penyebab stress kerja guru
|
Upaya
Kepala sekolah dalam Manajemen Stres Kerja Guru
|
Hasil
dari Manajemen Stres Kerja Guru
|
Gambar 2.4. Paradigma Penelitian
Sesuai dengan paradigma penelitian di
atas tentang manajemen stress hal yang pertama dilakukan peneliti yaitu mencari
tahu faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan stress kerja guru di SMP N 4
Kota Bengkulu, setelah itu peneliti melihat bagaimana upaya kepala sekolah
dalam mengatasi stress kerja guru yaitu melihat bagaimana perencanaannya, dan
bagaimana pelaksanaannya, dan yang terakhir melihat hasil dari upaya kepala
sekolah dalam mengatasi stress kerja guru
di SMP N 4 Kota Bengkulu, yaitu bagaimana evaluasi yang dilakukan kepala
sekolah setelah melaksanakan manajemen stress kerja guru.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan
Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif.
Menurut Sugiono (2013:09) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti
adalah instrument kunci. Penelitian deskriptif merupakan penelitian untuk
membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga penelitian ini
berkehendak mengadakan akomolasi data dasar belaka.
Menurut Arikunto
(2010:234) penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk
mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan
gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Moleong (2007:06)
juga berpendapat bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian,
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan, secara holistic dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Pengertian
tersebut memberikan gambaran tentang adanya kekhasan penelitian kulitatif.
Dengan berbagai karakteristik khas yang dimiliki, penelitian kualitatif
memiliki keunikan sendiri.
Sesuai dengan permasalahan
yang akan diteliti, penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kulitatif
dengan desain studi kasus. penelitian studi kasus merupakan penelitian mengenai
sebuah unit terpisah yang tunggal seperti sebuah kelompok. Penelitian studi
kasus mencoba menggambarkan subjek penelitian penelitian didalam keseluruhan
tingkah laku, yakni tingkah laku itu sendiri beserta hal-hal yang
melingkunginya, hubungan antara tingkah laku dengan riwayat timbulnya tingkah
laku (Arikunto, 2010:238).
Dalam studi
kasus peneliti mencoba untuk mencermati individu atau sebuah unit secara
mendalam. Peneliti mencoba menemukan semua variabel penting yang
melatarbelakangi timbulnya serta perkembangan variabel tersebut. Tekanan dari
penelitiannya adalah. (1) mengapa individu tersebut bereaksi demkian. (2) apa
wujud tindakan itu, dan (3) bagaimana ia bertindak bereaksi terhadap
lingkungannya. Jadi penelitian studi kasus ini bertujuan untuk meneliti suatu
kasus yang terjadi pada tempat dan wamtu tertentu dengan mencari materi kontekstual
tentang seting kasus tersebut serta mengumpulkan material yang banyak dari
sumber-sumber informasi yang banyak untuk mendapatkan gambaran kasus yang
detail (Satori, 2013:36).
Metode ini
digunakan peneliti yaitu metode deskriptif kualitatif karena berdasarkan judul
tesis peneliti yaitu Manajemen Stres Kerja Guru Di SMP Negeri 4 Bengkulu,
peneliti tertarik untuk memecahkan kasus atau permasalahan yang terdapat di
sekolah tersebut yaitu dengan melihat bagaimana
manajemen stress kerja guru, Faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan
terjadinya stress kerja guru, seperti apa perencanaan kepala sekolah untuk
memperkecil tingkat stress kerja guru, langkah-langkah pelaksanaan manajemen
stres dalam mengatasi stress kerja guru serta bagaimana hasil yang Nampak dari
upaya manaajemen stress kerja guru yang di lakukan oleh kepala sekolah SMP N 4
Bengkulu.
B. Subjek
Penelitian
Menurut Arikunto (2010:89) subjek
penelitian adalah benda, hal atau orang, tempat data untuk variabel melekat,
dan yang dipermasalahkan. Subjek penelitian tidak selalu berupa orang melainkan
dapat berupa benda, berupa kegiatan serta dapat berupa tempat. Jadi yang
menjadi subjek penelitian ini adalah kepala sekolah beserta wakil sebagai
mananer di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu, dan seluruh guru yang ada di SMP Negeri
4 Kota Bengkulu.
C. Teknik
Pengumpulan Data dan Pengembangan Instrumen Penelitian
1. Teknik
Pengumpulan Data
Menurut
Sugiono (2013:224) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak
akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.
Pengumpulan
data dapat dilakukan dalam berbagai setting, barbagai sumber, dan berbagai
cara. Bila dilihat dari settingnya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah
(natural setting). Bila dilihat dari sumbernya, maka pengupulan data dapat
menggunakan sumber primer, dan sumber skunder. Sumber primer adalah suber data
yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder
merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data.
Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka
teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan),
interview (wawancara), kuesioner (angket), dan dokumentasi.
TEKNIK PENGUMPULAN
DATA
|
WAWANCARA
|
DOKUMENTASI
|
OBSERVASI
|
Gambar
3.1. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan apa
yang akan peneliti teliti yaitu berkaitan dengan Manajemen Stres Kerja Guru,
maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan
metode observasi, wawancara dan dokumentasi sebagai prosedur pengumpulan data.
Dalam pengamatan ini peneliti menggunakan bentuk observasi non partisipatif
dimana peneliti datang di tempat kegiatan orang diamati, tetapi tidak ikut
terlibat dalam kegiatan tersebut. Selanjutnya wawancara yang digunakan yaitu
wawancara terstruktur dan tidak terstruktur, sehingga dimana pihak yang diajak
wawancara juga dapat diminta pendapat dan ide-idenya. Kemudian peneliti juga
melakukan dokumentasi untuk melengkapi data yang bersumber bukan dari orang.
Berikut ini adalah uraian prosedur
pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan menggunakan teknik pengumpulan
data sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi
dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti pengamatan atau peninjauan secara
cermat. Dalam buku Satori (2013:104) ada beberapa para ahli memberikan
pemahaman observasi sebagai berikut:
Alwasilah
C (2003) menyatakan bahwa, observasi adalah penelitian atau pengamatan
sistematis dan terencana yang diniati untuk perolehan data yang dikontrol
validitas dan leliabilitasnya. Nasution
(2003) observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat
bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh
melalui observasi. Syaodih N (2006) mengatakan bahwa observasi atau pengamatan
merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan
pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Margono (2005)
berpendapat bahwa observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Hadi S
(Sugiono:2005) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang
komplek, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan
psikologis. Dua diantaranya yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan
ingatan. Bungin (2007) observasi adalah metode pengumoulan data yang digunakan
untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindaran.
Dari
semua pendapat tersebut terdapat satu kesamaan pemahaman bahwa observasi adalah
pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik secara langsung maupun
secara tidak langsung untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam
penelitian. Secara langsung adalah terjun kelapangan terlibat seluruh panca indra.
Secara tidak langsung adalah pengamatan yang dibantu melalui media visual atau
audio visual. Namun yang terakhir ini dalam penelitian kualitatif berfungsi
sebagai alat bantu karena sesungguhnya observasi adalah pengamatan langsung
pada natural setting bukan setting yang sudah direkayasa. Dengan demikian
pengertian observasi penelitian kualitatif adalah pengamatan langsung terhadap
objek, situasi, konteks dan maknanya dalam upaya mengumpulkan data penelitian.
Dalam
observasi ini peneliti menggunakan bentuk observasi non partisipatif dimana
peneliti mengamati perilaku dari jauh tanpa ada interaksi dengan subjek yang
sedang diteliti. Observasi non partisipatif sama dengan pengamatan biasa
diamana peneliti tidak diperbolehkan terlibat dalam hubungan-hubungan emosi
pelaku yang menjadi sasaran penelitian. Sehingga peneliti hanya mengamati
bagaimana manajemen stress kerja guru di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu.
b. Wawancara
Wawancara
merupakan teknik pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian
kualitatif. Melaksanakan teknik wawancara berarti melakukan interaksi
komunikasi atau percakapan antara pewawancara dan terwawancara dengan maksud
menghimpun informasi dari wawancara. Wawancara dapat digunakan sebaga teknik
pengumpulan data apabila peneliti menemukan permasalahan yang harus diteliti,
dan peneliti berkeinginan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan
informan lebih mendalam. Sebagai pegangan peneliti dalam penggunaan metode
interview adalah bahwa subjek adalah informan yang tahu tentang dirinya
sendiri, tentang tindakannya secara ideal yang akan diinformasikan secara benar
dan dapat dipercaya. Dengan demikian mengadakan wawancara atau interview pada
prinsipnya merupakan usaha untuk menggali keterangan yang lebih dalam dari
sebuah kajian dari sumber yang relevan berupa pendapat, kesan, pengalaman,
pikiran dan sebagainya.
Beberapa
definisi wawancara dikemukakan beberapa ahli dalam buku Satori (2013:129)
sebagai berikut:
Berg
(2007), membatasi wawancara sebagai suatu percakapan dengan suatu tujuan,
khususnya tujuan untuk mengumpulkan informasi. Sudjana (2000) wawancara adalah
proses pengumpulan data atau informasi melalui tatap muka antara pihak pennya
dengan pihak yang ditanya atau penjawab. Esterberg (2002) wawancara merupakan
suatu pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab
sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topic tertentu.
Dari
beberapa pengertian dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa wawancara
adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali
dari sumber data langsung melalui percakapan atau Tanya jawab. Wawancara dalam
penelitian kualitatif sifatnya mendalam karena ingin mengekplorasi informasi
secara holistic dan jenis informan.
Estenberg
dalam Sugiyono (2013:233) mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu
wawancara terstruktur, semistrutur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara
yang digunakan oleh peneliti adalah jenis wawancara terstruktur dan wawancara tidak
terstruktur, dimana dalam wawancara terstruktur peneliti telah menyiapkan
instrument penelitian sebagai pedoman yang berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis
yang alternative jawabannya pun sudah disiapkan. Sedangkan wawancara tidak
terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan
pedoman wawancara yang telah tersususun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya. Pedoman yang digunakan hanya berupa garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan.
c. Dokumentasi
Studi
dokumentasi yaitu mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam
permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan
menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian. Hasil observasi dan
wawancara akan lebih kredibel atau dapat dipercaya kalau didukung oleh dokumen
yang terkait dengan focus penelitian Satori (2013:149).
Sugiono
(2013:240) berpendapat bahwa dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental
dari seseorang. Sedangkan menurut Satori (2013:148) dengan teknik dokumentasi
ini, peneliti dapat memperoleh informasi bukan dari orang sebagai narasumber,
tetapi mereka memperoleh informasi dari macam-macam sumber tertulis atau dari
dokumen yang ada pada informan dalam bentuk peninggalan budaya, karya seni dan
karya piker. Studi dokumen dalam penelitian kulitatif merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara.
2. Pengembangan
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih
dan dapat digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar
kegiatantersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Instrumen merupakan
alat bantu bagi penelit didalam menggunakan metode pengumpulan data. Dengan
demikian terdapat kaitan antara metode pengumpulan data kadang-kadang dapat
memerlukan lebih dari satu jenis instrumen. Sebaliknya satu jenis instrument
dapat digunakan untuk berbagai macam metode (Arikunto, 2010:101).
Menurut
Kartowagiran dalam (staff.uny.ac.id) ada lima langkah untuk mengembangkan
instrumen sebagai alat ukur, yaitu: 1) Menyusun spesifikasi alat ukur termasuk
kisi-kisi dan indicator, 2) Menulis pertanyaan, 3) Menelaah pertanyaan, 4) Menganalisis
butir instrument, dan 5) Merakit instrument.
Berdasarkan
langkah-langkah pengembangan instrument di atas peneliti telah menyiapkan kisi-kisi
instrument berdasarkan jenis teknik pengumpulan data, sebagai berikut: 1)
instrument observasi, peneliti melakukan observasi langsung ke lokasi tentang
hal-hal yang perlu diamati berdasarkan kisi-kisi. 2) instrument wawancara,
peneliti telah menyiapkan pedoman wawancara dalam bentuk susunan pertanyaan
berdasarkan kisi-kisi dan 3) instrument dokumentasi, peneliti telah menyiapkan
kamera, laporan-laporan, buku, data-data dan alat dokumentasi pendukung lainnya. Kisi-kisi
pengembangan instrumen dapat dilihat pada tabel, sebagai berikut:
Tabel 3.1. Kisi-kisi
pengembangan instrumen.
No
|
Rumusan
Masalah
|
Indikator
|
Teknik
Pengumpulan Data
|
Sumber
Data
|
||
OBS
|
WCR
|
DOK
|
||||
1
|
Faktor-faktor apa saja yang dapat
menyebabkan terjadinya stress kerja guru?
|
·
Penyebab
fisik
·
konflik
·
Beban kerja
·
Sifat
pekerjaan
·
Lingkungan
kerja
·
Kebebasan
·
Kesulitan
·
Kepemimpinan
·
Hubungan
kerja
·
Tekanan ekstra lainnya
|
√
|
√
|
√
|
Ka. Sekolah dan
Guru
|
2
|
Bagaimana upaya kepala sekolah dalam
manajemen stress kerja guru?
|
·
Pendekatan individu
·
Pendekatan organisasi
·
Mengelola waktu
·
Seleksi dan penempatan
·
Penentuan tujuan
·
Rancangan ulang pekerjaan
·
Keterlibatan guru
·
Komunikasi
·
Program pengembangan
|
√
|
√
|
|
Ka. Sekolah dan Waka. sekolah
|
3
|
Bagaimana hasil dari manajemen stress
kerja guru?
|
·
Tindakan apa yang dilakukan atas keberhasilan
manajemen stress
·
Tindakan apa yang dilakukan atas
kegagalan manajemen stress
|
√
|
√
|
|
Ka. Sekolah dan Waka. sekolah
|
D. Teknik
Analisis Data
Teknik
analisis data adalah proses pengumpulan data secara sistematis untuk
mempermudah peneliti dalam memperoleh kesimpulan. Analisis data menurut Bogdan
dalam Sugiyono, (2013: 244) yaitu proses mencari dan menyusun secara sistematik
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan
lain sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada
orang lain. Analisis data kualitatif bersifat induktif, yaitu analisis
berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan
tertentu atau menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan
berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara
berulang-ulang sehingga dapat disimpulkan apakah hipotesis dapat diterima atau
ditolak berdasarkan data yang terkumpul. Bila hipotesis dapat diterima maka
berkembang menjadi teori.
Analisis
data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan,
selama dilapangan, dan setelah selesai dilapangan. Menurut Nasution yang
dikutip Sugiono (2013:244) menyatakan analisis telah mulai sejak merumuskan dan
menjelaskan masalah, sebelum terjun kelapangan, dan berlangsung terus sampai
penulisan hasil penelitian. Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih
difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Dalam
kenyataannya analisis data kualitatif berlangsung selama proses pengumpulan
data dari pada setelah selesai pengumpulan data.
1.
Analisis sebelum dilapangan
Penelitian kualitatif telah
melakukan analisis data sebelum peneliti memasuki lapangan. Analisis dilakukan
terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder, yang akan digunakan
untuk menentukan focus penelitian. Namun demikian focus penelitian ini masih
bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di
lapangan.
2.
Analisis data di lapangan
Analisis data dalam penelitian
kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah
selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti
sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang
diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan
melanjudkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu hingga diperoleh data yang
dianggap kredibel.
Menurut Miles dan Huberman (2007:16) analisis data terdiri
dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersama-sama yaitu pengumpulan
data, reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Adapun siklus dari keseluruhan proses analisis data oleh Miles dan Huberman digambarkan
dalam skema berikut:
Data collection
|
Data display
|
Data reduction
|
Verifiying
|
Gambar3.2. Komponen-Komponen Analisis Data:
Model Interaktif (Miles dan Huberman, 2007)
1. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai
proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan
transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di
lapangan. Reduksi data berlangsung terus menerus selama
penelitian di lapangan. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadi tahapan
reduksi selanjutnya membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat
gugus-gugus, membuat partisi, menulis memo. Reduksi data atau proses
transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan
akhir lengkap tersusun.
2.
Penyajian Data
Langkah
selanjutnya sesudah mereduksi data adalah menyajikan data. Teknik penyajian
data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti
table, grafik, dan sejenisnya. Lebih dari itu, penyajian data bisa dilakukan
dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan
sejenisnya. Dengan demikian yang paling sering digunakan untuk menyajikan data
dalam penelitian adalah dengan teks naratif.
3.
Menarik Kesimpulan atau Verifikasi
Langkah ketiga yaitu penarikan kesimpulan sebagai dari satu kegiatan
dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi merupakan
tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan dengan peninjauan kembali sebagai
upaya untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain.
Singkatnya, makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenaranya, kekokohannya
dan kecocokannya yakni yang merupakan validitasnya.
E. Pertanggungjawaban
Peneliti
1.
Keabsahan data
Satori (2013:164)
mengatakan bahwa penelitian kualitatif dinyatakan absah apabila memiliki:
a.
keterpercayaan
(kredibilitas) yaitu ukuran kebenaran data yang dikumpulkan, yang menggambarkan
kecocokan konsep peneliti dengan hasil penelitian. Dikarenakan penelitian
berangkat dari data, maka kredibilitas data diperiksa melalui kelengkapan data
yang diperoleh dari berbagai sumber. Sehingga peneliti akan memberikan data
yang akurat dan lengkap sebagai kredibilitas penelitian ini.
b.
keteralihan
(transferabilitas), suatu penelitian yang nilai transferabilitasnya tinggi
senantiasa dicari orang lain untuk dirujuk, dicontoh, dipelajari lebih lanjut
untuk diterapkan di tempat lain. Sehingga peneliti akan membuat laporan ini
yang baik agar terbaca dan memberikan informasi yang lengkap, jelas, sistematis
dan dapat dipercaya.
c.
kebergantungan
(dependabilitas) dalam penelitian kualitatif digunakan criteria kebergantungan
yaitu bahwa suatu penelitian merupakan refresentasi dari rangkaian kegiatan
pencarian data yang dapat ditelusuri jejaknya. Jadi dalam penelitian ini
peneliti benar-benar terjun kelapangan untuk mencari data.
d.
Kepastian
(confirmabilitas) dalam praktiknya konsep konfirmabilitas dilakukan melalui
member check, triangulasi, pengamatan ulang atas rekaman, pengecekan kembali,
melihat kejadian yang sama di lokasi atau tempat kejadian sebagai konfimasi.
Sehingga keberadaan data dapat ditelusuri secara pasti dan penelitian dikatakan
objektif bila hasil penelitian telah disepakati banyak orang.
2.
Orisinalitas penelitian
Untuk
menjaga orisinalitas penelitian ini, peneliti menyatakan bahwa proposal ini
sepenuhnya karya sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat
dari karya orang lain dan peneliti tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan
dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam
masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, peneliti siap menanggung
resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada peneliti apabila kemudian ditemukan adanya
pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya peneliti ini, atau ada klaim
dari pihak lain terhadap keaslian karya peneliti ini.
3.
Kejujuran, keterpercayaan dan kebenaran
proses dan hasil penelitian
Dalam pencarian
kebenaran ilmiah peneliti menjunjung sikap ilmiah: 1) kritis, yaitu pencarian
kebenaran yang terbuka untuk diuji; 2) logis, yaitu memiliki landasan berpikir
yang masuk akal dan betul, dan 3) empiris, yaitu memiliki bukti nyata dan
absah. Sehingga tidak ada usaha peneliti untuk memanipulasi data dan peneliti
akan menampilkan data yang sebenar-benarnya.
4.
Kaidah karya ilmiah
Kaidah penulisan
proposal ini berpedoman pada pedoman penulisan karya ilmiah yang merupakan
terbitan dari program pascasarjana administrasi pendidikan universitas Bengkulu
tahun 2011. Serta peneliti juga berpedoman dari sumber lain seperti buku Prof.
Dr. Arikunto yang berjudul manajemen Penelitian (2010) dan sebagainya. Sehingga
penulisan karya ilmiah ini sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah.
5.
Kemandirian peneliti
Penelitian ini bersifat
mandiri, Karena seluruh kegiatan penelitian ini murni kegiatan ilmiah dalam
rangka penulisan proposal untuk menuju penulisan tesis sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Magister Administrasi Pendidikan Universitas Bengkulu. Segala
biaya yang ditimbulkan dalam kegiatan penelitian inimerupakan beban
tanggunganbagi peneliti sehinggapenelitian iniakan lebih mandiri dan
independen.
6.
Inovasi, produk dan sumbangan penelitian
Produk dari
hasil penelitian ini merupakan suatu inovasi dalam dunia pendidikan yaitu
masalah manajemen stress kerja guru, diharapkan dapat memberikan kegunaan dan
sumbangsi bagi setiap sekolah dalam mengatasi permasalahan yang ada dalam
organisasi sekolah tersebut terutama dalam mengatasi masalah stress kerja guru.
BAB
IV
AGENDA
PENELITIAN
Agenda
penelitian merupakan rencana kegiatan yang akan dilakukan peneliti untuk
menyelesaikan keseluruhan rangkaian penelitian secara sistematis dan terukur.
Dalam agenda ini peneliti menuliskan langkah-langkah yang akan dilakukan,
menentukan waktu penyelesaian, dan fasilitas pendukung. Agenda mencakup dua
rencana, yaitu jadwal penelitian dan dukungan fasilitas.
A.
Jadwal
Penelitian
Jadwal penelitian berisikan tentang
kegiatan yang dirancang secara sistematis sebagai panduan menyelesaiakn
penelitian. Jadwal mencakup rincian kegiatan mulai dari persiapan, pelaksanaan,
penyusunan laporan, dan ujian tesis
Untuk lebih jelas jadwal penelitian
dibuat dalam bentuk Gann-chart sebagai berikut:
Tabel 4.1. Gann-Chart Jadwal Penelitian
No
|
KEGIATAN
|
Bulan
ke :
|
|||||||
|
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
A
|
PERSIAPAN
|
|
|||||||
1
|
Memperbaiki desain penelitian
|
X
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Mengurus izin Penelitian
|
|
X
|
|
|
|
|
|
|
3
|
Menyusun instrument penelitian
|
|
X
|
|
|
|
|
|
|
B
|
PELAKSANAAN
|
|
|||||||
1
|
Pengumpulan data
|
|
X
|
X
|
X
|
|
|
|
|
2
|
Analisis data
|
|
|
X
|
X
|
|
|
|
|
C
|
PENYUSUNAN LAPORAN
|
|
|||||||
1
|
Penyusunan draft tesis
|
|
|
X
|
X
|
|
|
|
|
2
|
Penyusunan konsep tesis akhir
|
|
|
|
|
X
|
|
|
|
D
|
UJIAN TESIS
|
|
|||||||
1
|
Progress report
|
|
|
|
|
|
X
|
|
|
2
|
Ujian tahap 1
|
|
|
|
|
|
X
|
|
|
3
|
Ujian tahap 2
|
|
|
|
|
|
|
X
|
|
B. Dukungan
Fasilitas
Dalam penelitian
ini peneliti membutuhkan fasilitas yang berupa sarana dan prasarana sebagai
mendukung kelancaran dalam penyelesaian penyusunan tesis. Fasilitas tersebut
yaitu:
1.
Notebook
2.
Kamera
digital
3.
Referensi
(Buku, jurnal, dst)
4.
Jaringan
internet
5.
Tape
recorder
DAFTAR
PUSTAKA
Anoraga, Panji. 2009. Psikologi Kerja. Jakarta: Renika Cipta
Arikunto,
Suharsimi. 2010. Manajemen Penelitian.
Jakarta: PT. Renika Cipta
Badeni.
2013. Kepemimpinan dan Perilaku
Organisasi. Bandung: Alfabeta
Daft,
Richard, L. 2010. New Era of Management.
New York: Cengage Learning
Fahmi,
Irham. 2013. Perilaku Organisasi.
Bandung: CV. Alfabeta
Faidah, Lulu. 2012. Peran Guru sebagai pendidik, pembimbing, pengajar dan pelatih.
http://lolo-faidah.blogspot.com (diunduh 15 Mei
2014)
Gibson,
Katherine. 2004. Reducing Stress Creating
Harmony. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer
Kartowagiran, Badrun. 2009. Instrumen Pengukuran Kinerja.
http://staff.uny.ac.id (diunduh
25 Mei 2014)
Khilmiyah,
Akif. 2012. Stres Kerja Guru Perempuan di Kecamatan Kasihan
Bantul Yogyakarta. Yogyakarta: FAI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Kurnia,
Rahmat. 2011. Hubungan Antara Stres Kerja
dan Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Guru SMA Negeri di Bengkulu Selatan.
Tesis. Bengkulu: Prodi MAP PPs FKIP Universitas Bengkulu
Miles,
M.B. & Huberman, A.M. 2007. Analisis
Data Kualitatif. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Moleong,
L.J. 2005. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
Mulyasa.
2011. Manajemen & kepemimpinan kepala
sekolah. Jakarta: Bumi Aksara
Muzamiroh,
Mida Latifatul. 2013. Kupas Tuntas
Kurikulum 2013. Jakarta: Kata Pena
Sasongko,
Rambat Nur, Dkk. 2011. Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah. Bengkulu: Prodi MAP PPs FKIP Universitas Bengkulu
Rivai,
Veithzal dan Mulyadi, Deddy. 2011. Kepemimpinan
dan Perilaku Organisasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Rizal,
Syamsul. 2013. Stres Kerja dan Kinerja
Guru di SMA Negeri I Lamno. Aceh: FE Universitas Muhamadiyah Aceh
Robbins,
Stephen P. 2003. Organization Behevior.
New Jersey: Prentice-Hall
Satori,
Djam’an dan Komariah, Aan. 2013. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Solichin,
Da’ud Nur. 2013. Pengaruh Stres Kerja Dan
Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja Guru Di Sekolah Mutiara Hati Bandung. Bandung:
FE Universitas Pasundan Bandung
Sopiah.
2008. Perilaku organisasi.
Yogyakarta: CV. Andi Offset
Sugiyono.
2013. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sunyoto,
Danang. 2013. Teori, Kuesioner, dan
Analis Data Sumber Daya Manusia. Jakarta: Buku Seru
Supardi.
2013. Kinerja Guru. Jakarta:
RajaGrafindo Persada
Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 31 Tentang Pendidikan.
Jakarta: Kemendiknas
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Kemendiknas
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Kemendiknas
KISI-KISI PENGEMBANGAN INSTRUMEN
MANAJEMEN
STRES KERJA GURU
(Studi
Deskriptif Kualitatif di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu)
No
|
Rumusan
Masalah
|
Indikator
|
Teknik
Pengumpulan Data
|
Sumber
Data
|
||
OBS
|
WCR
|
DOK
|
||||
1
|
Faktor-faktor apa saja yang dapat
menyebabkan terjadinya stress kerja guru?
|
·
Penyebab
fisik
·
konflik
·
Beban kerja
·
Sifat
pekerjaan
·
Lingkungan
kerja
·
Kebebasan
·
Kesulitan
·
Kepemimpinan
·
Hubungan
kerja
·
Tekanan ekstra lainnya
|
√
√
√
√
√
|
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
|
√
|
Ka. Sekolah dan
Guru
|
2
|
Bagaimana upaya kepala sekolah dalam
manajemen stress kerja guru?
|
·
Pendekatan individu
·
Pendekatan organisasi
·
Mengelola waktu
·
Seleksi dan penempatan
·
Penentuan tujuan
·
Rancangan ulang pekerjaan
·
Keterlibatan guru
·
Komunikasi
·
Program pengembangan
|
√
√
√
√
√
√
√
|
√
√
√
√
√
√
√
√
√
|
|
Ka. Sekolah dan Waka. sekolah
|
3
|
Bagaimana hasil dari manajemen stress
kerja guru?
|
·
Tindakan apa yang dilakukan atas
keberhasilan manajemen stress
·
Tindakan apa yang dilakukan atas
kegagalan manajemen stress
|
√
√
|
√
√
|
|
Ka. Sekolah dan Waka. sekolah
|
PEDOMAN WAWANCARA
MANAJEMEN
STRES KERJA GURU
(Studi
Deskriptif Kualitatif di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu)
Responden :
Jabatan :
Hari/tanggal :
Waktu :
Lokasi :
Bentuk wawancara :
BUTIR
PERTANYAAN
|
SUBJEK
|
1.
Bagaimana
manajemen stress kerja guru di SMP N 4 kota Bengkulu?
2.
Apakah
ada guru di sekolah ini yang mengalami stress kerja?
3.
Bagaimana
tingkat stress yang dialami guru anda?
4.
Apakah
ada gejala-gejala yang nampak dari guru yang mengalami stress kerja?
5.
Gejala-gejala
seperti apa yang biasanya nampak saat guru itu sedang stress??
6.
Bagaimana
kepuasan kerja saat guru mengalami stress kerja?
7.
Bagaimana
pengaruhnya dengan kinerja guru saat guru mengalami stress kerja ?
8.
Bagaimana
semangat dan energy kerja guru saat guru mengalami stress kerja?
9.
Bagaimana
pola guru dalam mengambil keputusan saat guru mengalami stress kerja?
10. Bagaimana pengaruhnya terhadap
kreativitas guru saat guru mengalami stress kerja ?
11. Bagaimana pengaruh terhadak
produktifitas guru saat guru mengalami stress kerja ?
12. Apakah stress perlu dikelola?
13. Bagaimana strategi anda dalam
menglola stress kerja guru?
|
Ka. Sekolah
|
14. Apakah anda sering mengalami
konflik di sekolah?
15. Apakah anda pernah mengalami
stress kerja?
16. Bagaimana bisa terjadinya stress
kerja?
17. Apa saja yang menyebabkan anda
stress kerja?
18. Apakah anda selalu terbebani
dengan tugas anda sebagai guru?
19. Apakah anda sering mengalami
kesulitan saat diberi tugas dari kepala sekolah?
20. Bagaimana kondisi lingkungan
kerja anda?
21. Apakah pekerjaan anda sering
menempatkan dalam kondisi tidak sehat (polusi, bising, gersang dll)? Kenapa?
22. Apa saja akibat dari stress kerja
yang anda alami?
23. Apa dampak yang anda terima saat
sedang mengalami stress kerja?
24. Bagaimana menurut anda dengan
kepemimpinan saat ini?
25. Bagaimana hubungan anda dengan
atasan anda?
26. Apakah sering mendapat dukungan dari
atasan?
27. Bagaimana hubungan anda dengan
teman kerja anda?
28. Bagaimana hubungan anda dengan
siswa anda?
|
Ka. Sekolah, waka sekolah dan Guru
|
29. Bagaimana
upaya anda dalam manajemen stres dalam mengatasi stress kerja guru di SMP N 4
Kota Bengkulu?
30. Langkah-langkah apa
saja yang dilakukan dalam membuat perencanaan untuk memperkecil tingkat
stress kerja guru di SMP N 4 Kota Bengkulu?
31. Bagaimana
perencanaan manajemen stress kerja dengan pendekatan individu?
32. Bagaimana
perencanaan manajemen stress kerja dengan pendekatan organisasi?
33. Bagaimana cara anda dalam
Mengelola waktu?
34. Bagaimana strategi anda dalam
Seleksi dan Penempatan guru?
35. Bagaimana strategi anda dalam penentuan
tujuan?
36. Apakah ada rancangan ulang pekerjaan?
37. Bagaimana langkah anda dalam
membuat rancangan ulang pekerjaan?
38. Bagaimana cara anda dalam melibatan
guru dalam pengambilan keputusan?
39. Seperti apa Komunikasi yang anda
bangun di sekolah?
40. Apakah ada program pengembangan
yang anda lakukan di sekolah guna mengurangi tingkat stress kerja guru?
41. Program pengembangan yang seperti
apa yang anda laksanakan?
|
Ka. Sekolah
|
42. Bagaimana
hasil dari pelaksanaan manajemen stress di SMP N 4 Kota Bengkulu?
43. Apakah
evaluasi manajemen stress perlu dilakukan?
44. Apa
yang anda lakukan jika manajemen stress kerja guru berhasil dalam mengatasi stress
kerja guru?
45. Apa
yang anda lakukan jika manajemen stress kerja guru kurang efektif dalam
mengatasi stress kerja guru?
|
Ka. Sekolah
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar