KOMPETENSI
SOSIAL PENGAWAS
MAKALAH
Disampaikan
untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat
Menempuh
Mata Kuliah Supervisi Pendidikan
Program
Studi Magister/Manajemen Pendidikan
PPs
FKIP Universitas Bengkulu Semester 2 Tahun Akademik 2013/1014
Dosen
Prof. Dr. Rohiat
Oleh
JON
SASTRO
PROGRAM
STUDI
MAGISTER
ADMINISTRASI/MANAJEMEN PENDIDIKAN
PROGRAM
PASCASARJANA FKIP
UNIVERSITAS
BENGKULU
2013
KATA
PENGANTAR
Bismillahirramanirrahim
Assalamualaikum wr.wb
Pengawas satuan pendidikan memiliki peran dan
fungsi strategis dalam mendorong kemajuan sekolah-sekolah yang menjadi
binaannya. Berbekal pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, mereka dapat
memberikan inspirasi dan mendorong para kepala sekolah, guru serta tenaga
kependidikan lainnya untuk terus mengembangkan profesionalisme dan meningkatkan
kinerja mereka. Bagi kepala sekolah, pengawas layaknya mitra tempat berbagi
serta konsultan tempat meminta saran dan pendapat dalam pengelolaan sekolah.
Sementara itu bagi guru, pengawas selayaknya menjadi konselor dan konsultan
dalam memecahkan problema dan meningkatkan kualitas pembelajaran.
Pengawas dituntut memiliki kompetensi sosial,
khususnya dalam menjalin mitra dengan para kepala sekolah, guru, shareholder dan stakeholder lainnya.
Hal ini karena dalam bekerja pengawas bertemu banyak orang dengan berbagai
latar belakang, kondisi, kepentingan serta persoalan yang dihadapi. Mereka juga
harus mampu bermitra baik dengan individu maupun kelompok, selain itu pengawas
juga berperan untuk mengembangkan jaringan kemitraan dengan berbagai pihak yang
terkait dengan peningkatan mutu sekolah, dan mengembangkan tim kerjasama yang
kokoh di dalam sekolah. Dalam tulisan ini akan dikemukakan tentang kedudukan
dan fungsi komunikasi dan membangun komunikasi yang efektif kaitannya
dengan peran dan tugas pengawas.
Wassalamualaikum
wr.mb
Bengkulu, September 2013
Tim
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR
ISI ........................................................................................................... ii
TABEL
.................................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang .............................................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah ......................................................................................... 2
C.
Tujuan
........................................................................................................... 2
D.
Manfaat
......................................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Kedudukan dan fungsi komunikasi ........................................................... 3
B.
Membangun komunikasi efektif.................................................................... 7
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan.................................................................................................... 12
B.
Saran
............................................................................................................. 12
DAFTAR
PUSTAKA ............................................................................................ 13
KOMPETENSI SOSIAL
No
|
Kompetensi
|
Sub
kompetensi
|
Kondisi
nyata
|
Kondisi
Ideal
|
Ket
|
1
|
Kompetensi
sosial
|
Bekerja sama dengan
berbagai pihak dalam rangka
meningkatkan kualitas diri untuk
dapat melaksanakan
tugas dan
tanggung jawabnya
|
Sangat
sedikit seorang pengawas itu yang mampu membangun kerjasama secara individu
maupun kelompak terhadap mitranya, sehingga mereka banyak meninggalkan kesan
yang kurang bersahabat, seperti kesan yang menakutkan.
|
Seorang
pengawas harus mampu membangun kerjasama khususnya dalam menjalin mitra
dengan para kepala sekolah, guru, shareholder dan stakeholder dan lainnya sehingga para guru
bisa bekerjasama dengan seorang pengawas
|
|
No
|
Kompetensi
|
Sub
kompetensi
|
Kondisi
nyata
|
Kondisi
Ideal
|
Ket
|
2
|
Kompetensi
sosial
|
Aktif dalam kegiatan asosiasi
pengawas satuan pendidikan
|
kebanyakan
pengawas sekolah tidak berhasil dalam memberdayakan guru dan masyarakat untuk berpartisipasi
dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, karena kemampuan berkomunikasi
tidak ada. Padahal Pengawas harus mampu membangun komunikasi efektif.
|
Keberhasilan
komunikasi merupakan kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan hubungan pengawas serta sekolah dengan
masyarakat (communication is a key to successful team effort)
1.Keterbukaan,
2.Empati,
4.Dukungan,
5.Kepositifan,
6.Kesamaan,
(De
Vito,1976,44-46).
|
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengawas sekolah adalah
guru yang diangkat dalam jabatan pengawas yang bertugas melakukan penilaian dan
pembinaan serta melakukan pembimbingan
dan pelatihan profesional guru,
dengan ditopang oleh sejumlah kompetensi yang harus dikuasainya sebagaimana
tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007
tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Pengawas Sekolah, mencakup:
(1) kompetensi kepribadian, (2) kompetensi
supervisi manajerial, (3) kompetensi supervisi akademik, (4) kompetensi
evaluasi, pendidikan, (5) kompetensi penelitian pengembangan, dan (6)
kompetensi sosial. Pengawas sekolah bertanggung jawab untuk melaksanakan
penjaminan mutu dan memberdayakan kepala sekolah dan guru yang menjadi
binaannya.
Kompetensi
sosial pengawas sekolah adalah kemampuan pengawas sekolah dalam membina
hubungan dengan berbagai pihak serta aktif dalam kegiatan organisasi profesi
pengawas (APSI). Kompetensi sosial pengawas sekolah mengindikasikan dua
keterampilan yang harus dimiliki pengawas sekolah yakni(1) keterampilan
berkomunikasi baik lisan atau tulisan termasuk keterampilan bergaul dan(2)
keterampilan bekerja dengan orang lain baik secara individu maupun secara
kelompok/ organisasi.Keterampilan ini mensyaratkan tampilnya sosok pribadi
pengawas yang luwes, terbuka, mau menerima kritik serta selalu memandang
positif orang lain. Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial pengawas
sekolah seba-gaimana dijelaskan di atas hanya tambahan dari kompetensi
kepribadian dan kompetensi sosial guru dan kepala sekolah Karena pengawas
sekolah/madrasah berasal dari guru atau kepala sekolah sehingga kompetensi
kepri-badian dan kompetensi sosial guru atau kepala sekolah sudah melekat pada
dirinya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1.
Bagaimana kedudukan dan fungsi
komunikasi?
2.
Bagaimana membangun komunikasi yang efektif?
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan makalah ini
adalah:
1.
Untuk mengetahui bagaimana kedudukan
dan fungsi komunikasi
2.
Untuk mengetahui bagaimana membangun komunikasi yang
efektif?
D. Manfaat
Manfaat
pembuatan makalah ini adalah memberikan informasi tentang kompetensi social pengawas, yang lebih
rincinya memberikan infomasi tentang kedudukan dan fungsi
komunikasi serta memberikan
informasi bagaimana
membangun komunikasi yang efektif. Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua sehingga makalah ini dapat dipergunakan sebagai referensi bagi yang
membutuhkan secara baik dan benar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.
Kedudukan dan Fungsi
Komunikasi
Organisasi tidak akan
efektif apabila interaksi diantara orang-orang yang tergabung dalam suatu
organisasi tidak pernah ada komunikasi. Komunikasi menjadi sangat penting
karena merupakan aktivitas tempat pimpinan mencurahkan waktunya untuk
menginformasikan sesuatu dengan cara tertentu kepada seseorang atau kelompok
orang. Dengan Komunikasi, maka fungsi manajerial yang berawal dari fungsi
perencanaan, implementasi dan pengawasan dapat dicapai.
Komunikasi tergantung pada
persepsi, dan sebaliknya persepsi juga tergantung pada komunikasi. Persepsi
meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi
mengenai lingkungannya. Baik buruknya proses komunikasi tergantung persepsi
masing-masing orang yang terlibat di dalamnya. Ketidaksamaan pengertian antara
penerima dan pengirim ocial akan menimbulkan kegagalan berkomunikasi. Dalam hal
ini Barnard (1968,175-181) mengemukakan tentang ocial komunikasi yang berperan
dalam menciptakan dan memelihara otoritas yang objektif dalam organisasi
sebagai berikut.
1.
Saluran komunikasi harus
diketahui secara pasti
2.
Seyogyanya harus ada
saluran komunikasi formal pada setiap anggota organisasi
3.
Jalur komunikasi seharusnya
langsung dan sependek mungkin
4.
Garis komunikasi formal
hendaknya dipergunakan secara normal
5.
Orang-orang yang bekerja sebagai
pusat pengatur komunikasi haruslah
6.
orang-orang yang
berkemampuan cakap
7.
Garis komunikasi seharusnya
tidak mendapat gangguan pada saat organisasi sedang berlangsung
8.
Setiap komunikasi haruslah
disahkan.
Dalam memahami komunikasi
menurut perilaku organisasi bahwa komunikasi adalah suatu proses antar orang
atau antar pribadi yang melibatkan suatu usaha untuk mengubah perilaku.
Perilaku yang terjadi dalam suatu organisasi adalah merupakan ocial pokok dalam
proses komunikasi tersebut (Thoha, 1990,167).
Perkembangan teknologi
komunikasi yang sangat cepat, tidaklah mengurangi arti pentingnya komunikasi
diantara orang yang tergabung dalam organisasi. Komunikasi antara orang dengan
orang tidak selalu tergantung pada teknologi, akan tetapi tergantung dari kekuatan
dalam diri orang dan dalam lingkungannya. Komunikasi merupakan suatu proses
interaksi antara orang itu sendiri. Proses yang berjalan dari komunikator yang
menyampaikan pesan (message) melalui jalur tertentu (medium),kemudian
ditangkap oleh penerima (receiver) dan bila memungkinkan
menjadi umpan balik (feedback)kepada komunikator. Gambaran umum
proses komunikasi dijelaskan sebagai berikut.
1.
Tahap Ideasi (Ideation), yaitu
tahap proses penciptaan gagasan, pesan atau informasi. Pada umumnya ideasi
muncul karena ada rangsangan dari luar atau ada kebutuhan untuk berkomunikasi
pada diri peserta.
2.
Tahap Penyandian (Encoding), yaitu
proses penyusunan gagasan atau pesan menjadi suatu bentuk informasi (ocial, ocial,
sandi) yang akan dikirimkan; termasuk pemilihan dan penentuan cara maupun
alat(media)untuk menyampaikannya.
3.
Tahap Pengiriman (Transmitting), merupakan
kegiatan penyampaian pesan atau informasi yang terjadi di antara peserta
komunikasi. Pengiriman pesan ini dapat dilakukan dengan cara berbicara (verbal/lisan),
atau non-verbal dengan tulisan, gambar, warna atau gerakan (kial); disampaikan
secara langsung atau melalui media tertentu.
4.
Tahap Penerimaan (Receiving), yakni
proses penerimaan atau pengumpulan pesan yang terjadi pada para peserta
komunikasi. Penangkapan atau pengumpulan pesan ini dapat terjadi dengan cara
mendengarkan, membaca, mengamati atau memperhatikan, tergantung pada cara dan
alat yang digunakan dalam berkomunikasi tersebut.
5.
Tahap Penafsiran (Decoding), yakni
usaha pemberian arti terhadap informasi/pesan di antara peserta komunikasi.
Peserta komunikasi yang berkepentingan, melalui proses berpikir, berusaha
menginterpretasikan atau menafsirkan informasi yang telah terkumpul dalam
pikirannya. Pengertian “berpikir” di sini diartikan secara luas, baik
menggunakan pikiran manusia (komunikasi manusiawi) maupun naluri binatang
(komunikasi dengan hewan) dan ocial memori mekanis yang terdapat dalam mesin
atau peralatan otomatis.
6.
Tahap Respon (Pemberian
Tanggapan), merupakan tindak lanjut dari penafsiran yang telah dilakukan, yakni
pemberian reaksi terhadap pesan yang telah disampaikan. Jadi para peserta
komunikasi menggunakan arti atau makna suatu pesan sebagai dasar untuk
memberikan reaksi. Apabila respon/reaksi yang diberikan “sesuai” dengan maksud
pengirim pesan berarti terjadi komunikasi yang efektif; dan sebaliknya apabila
“tidak sesuai” berarti terjadi mis-communication.
7.
Tahap Balikan (Feedback), berlangsung
seiring dengan tahap-tahap komunikasi lainnya, yang berupa gejala atau fenomena
yang dapat dijadikan petunjuk keberhasilan atau kegagalan suatu proses
komunikasi. Jadi pengertian feedback ini harus dibedakan dengan hasil
(respons).
Dengan
demikian, komunikasi dapat dipahami sebagai penyampaian pesan, informasi atau
pemikiran ide-ide dari satu orang atau lebih kepada orang lain atau kelompok
orang dengan menggunakan ocial yang sama.
Secara sederhana komunikasi dapat dirumuskan
sebagai proses pengoperasian isi pesan berupa ocial-lambang dari komunikator ke
komunikan. Sekarang timbul pertanyaan, apa yang dinamakan komunikasi antar
pribadi?
Dimensi komunikasi
organisasi mencakup pula komunikasi antar pribadi. Efektivitas komunikasi antar
pribadi sangat tergantung pada pribadi penerima maupun pengirim pesan seperti
yang dijelaskan berikut ini:
1.
Keterbukaan, mencakup aspek
keinginan untuk terbuka bagi setiap orang yang berinteraksi dengan orang lain,
dan keinginan untuk menanggapi secara jujur semua stimulus yang ocial kepadanya
2.
Empati, yaitu merasakan
sebagaimana yang dirasakan oleh orang lain atau mencoba merasakan dalam cara
yang sama dengan perasaan orang lain
3.
Dukungan, adakalanya perlu
diucapkan namun dapat juga tidak diucapkan
4.
Kepositifan, mencakup
adanya perhatian yang positif terhadap diri seseorang, suatu perasaan positif
itu dikumunikasikan, dan mengefektifkan kerjasama
5.
Kesamaan, mencakup kesamaan
suasana dan kedudukan antara orangorang yang berkomunikasi (De
Vito,1976,44-46).
Keberhasilan
komunikasi merupakan kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan hubungan sekolah
dengan masyarakat (communication is a key to successful team
effort). Artinya kalau pengawas sekolah ingin berhasil dalam
memberdayakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan
di sekolah, maka kunci pertama yang harus dikuasai adalah kemampuan
berkomunikasi. Pengawas harus mampu membangun komunikasi efektif.
2. Membangun Komunikasi
Efektif
Komunikasi efektif bagi
pimpinan merupakan keterampilan penting karena perencanaan, pengorganisasian,
dan fungsi pengendalian dapat berjalan hanya melalui aktivitas komunikasi.
Dalam beberapa situasi di dalam organisasi, kadangkala muncul sebuah pernyataan
di antara anggota organisasi, apa yang kita dapat adalah kegagalan komunikasi.
Pernyataan tersebut mempunyai arti bagi masing-masing anggota organisasi, dan
menjelaskan bahwa yang menjadi masalah dasar adalah komunikasi, karena
kemacetan atau kegagalan komunikasi dapat terjadi antar pribadi, antarpribadi
dalam kelompok, atau antar kelompok dalam organisasi.
Komunikasi bagi pimpinan
merupakan aspek pekerjaan yang penting sebagai bagian dari fungsi organisasi.
Masalah oci berkembang serius manakala pengarahan menjadi salah dimengerti;
gurauan yang membangun dalam kelompok kerja malah menyulut kemarahan; atau
pembicaraan informal oleh pimpinan terjadi distorsi (penyimpangan). Dengan kata
lain bahwa masalah komunikasi dalam organisasi adalah apakah anggota
organisasi dapat berkomunikasi dengan baik atau tidak?
Komunikasi merupakan
keterampilan dasar seorang pengawas sekolah, dan merupakan elemen penting dalam
pelayanan, karena menyangkut kompetensi pengawas sekolah sebagai orang yang
melayani kepentingan dan kebutuhan sekolah, utamanya kepala sekolah dan guru.
Keterampilan dasar berkomunikasi bagi seorang pengawas sekolah adalah:
1.
Mampu saling memahami
kelebihan dan kekurangan individu
2.
Mampu mengkomunikasikan
pikiran dan perasaan
3.
Mampu saling menerima,
menolong, dan mendukung
4.
Mampu mengatasi konflik
yang terjadi dalam komunikasi
5.
Saling menghargai dan
menghormati
Mengembangkan keterampilan
berkomunikasi bagi pengawas sekolah dapat dilakukan dengan memperhatikan:
1.
Manfaat dan pentingnya
komunikasi
2.
Penguasaan perilaku
individu
3.
Komponen-komponen
komunikasi,
4.
Praktek keterampilan
berkomunikasi
5.
Bantuan orang lain
6.
Latihan yang terus-menerus
7.
Partner berlatih, untuk
meningkatkan kemampuan adaptif berkomunikasi
Seorang pengawas sekolah
perlu membangun jaringan komunikasi yang sehat, baik dengan Dinas Pendidikan,
pihak sekolah, dunia usaha, maupun lembaga mitra lain. Analisis jaringan
komunikasi dapat dilakukan untuk mengetahui:
1.
Peranan individu (karyawan)
dalam penyaluran informasi organisasi, yang sekaligus juga menunjukkan pola
interaksi antara individu tersebut dengan individu lain
2.
Bentuk hubungan atau
koneksi orang-orang dalam organisasi dan kelompok tertentu (klik)
3.
Keterbukaan/ketertutupan
individu atau kelompok.
Peranan seorang pengawas
sekolah dalam suatu jaringan komunikasi dapat sebagai :
1.
Opinion
leader, individu yang diakui menguasai informasi
(kuantitas dan kualitas) dan dengan informasi tersebut mampu mempengaruhi
perilaku dan keputusan-keputusan yang diambil oleh individu, kelompok, atau
organisasi. Opinion leader tidak selalu memiliki otoritas
formal, bahkan pada umumnya merupakan pimpinan informal.
2.
Gate
keepers, individu yang mengontrol arus informasi di
antara anggota organisasi. Individu yang menentukan apakah suatu informasi
itu penting atau tidak untuk
diteruskan/diberikan kepada pimpinan atau pegawai organisasi.
3.
Cosmopolites, individu
yang menghubungkan organisasi dengan lingkungannya. Mengumpulkan informasi dari
berbagai sumber di lingkungan dan menyampaikan informasi organisasi kepada
lingkungan.
4.
Bridge, anggota
kelompok atau klik dalam suatu organisasi yang menghubungkan kelompok itu
dengan kelompok lain.
5.
Liaison, individu
penghubung antar kelompok, dan bukan sebagai anggota salah satu kelompok
tersebut.
6.
Isolate, anggota
organisasi yang mempunyai kontak minimal dengan orang lain dalam organisasi.
Posisi
atau peranan pengawas sekolah dalam jaringan arus informasi akan mempengaruhi,
antara lain:
1.
Tingkat kekuasaan (power), hubungan
ocial, atau pengaruh individual dalam organisasi.
2.
Partisipasi dalam
pelaksanaan tugas (intensitas dan kuantitas kegiatan organisasi, yang dapat
berimbas pada peningkatan keterampilan/keahlian).
3.
Kepuasan terhadap arus
informasi.
4.
Konsep diri.
Keterampilan
dan sikap dalam berkomunikasi akan sangat menentukan bagaimana pengembangan
kualitas pendidikan oleh pengawas sekolah. Terutama dalam membentuk jaringan
kemitraan denganshare/stake holder dan tim kerjasama untuk melayani
pelanggan. Jaringan kemitraan yang kuat dan saling menguntungkan yang dilayani
oleh anggota tim kerjasama yang saling melayani, sudah pasti akan memperlancar
pengembangan kualitas pendidikan. Pengawas yang berpengalaman dan memiliki
pengetahuan memadai dapat menyelesaikan berbagai masalah di lapangan. Masalah
komunikasi antara lain disebabkan oleh pola birokrasi dan hubungan yang kaku
sehingga tidak terpelihara situasi sesuai harapan pengawas maupun pihak-pihak
yang disupervisi.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kompetensi sosial pengawas sekolah adalah kemampuan
pengawas sekolah dalam membina hubungan dengan berbagai pihak serta aktif dalam
kegiatan organisasi profesi pengawas (APSI). Kompetensi sosial
pengawas sekolah mengindikasikan dua keterampilan yang harus dimiliki pengawas
sekolah yakni(1) keterampilan
berkomunikasi baik lisan atau tulisan termasuk keterampilan bergaul dan (2)
keterampilan bekerja dengan orang lain baik secara individu maupun secara
kelompok/ organisasi. Keterampilan ini mensyaratkan tampilnya sosok
pribadi pengawas yang luwes, terbuka, mau menerima kritik serta selalu
memandang positif orang lain.
B.
SARAN
Sehingga pengawas dituntut memiliki
kompetensi sosial, khususnya dalam menjalin mitra dengan para kepala sekolah,
guru, shareholder dan stakeholder lainnya. Hal ini karena dalam bekerja
pengawas bertemu banyak orang dengan berbagai latar belakang, kondisi,
kepentingan serta persoalan yang dihadapi. Pengawas juga harus mampu bermitra
baik dengan individu maupun kelompok, selain itu pengawas juga berperan untuk
mengembangkan jaringan kemitraan dengan berbagai pihak yang terkait dengan
peningkatan mutu sekolah, dan mengembangkan tim kerjasama yang kokoh di dalam
sekolah.
DAFTAR
PUSTAKA
Hall, C.S., & Lindzey, G. 1978. Theories of
Personality. New York:
Kreitner,
Robert dan Konicki, Angelo. 2004. Organizational Behavior. McGraw
Hill.
Meyer
JP., Allen NJ., dan Smith CA.. 1993. Commitment to Organizations and
Occupations: Extension and Test of Three – Component Conseptualization, Journal
of Applied Psychology, 78 (4), 538-551.
Robbins,
SP. 2002. Organizational Behavior, Concepts, Controversies
Applications, Eight Edition. New Jersey: Prentice-Hall International
Inc.
Sigit Soehardi. 2003. Perilaku Organisasional.Yogyakarta:
Fak. Ekonomi UST.
Suryabrata,
S. 1998. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Steers.
1980. Efektivitas Organisasi, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Steers,
R.M., Porter, L.W. 1983. Motivation and Work Behavior. New
York: McGraw-Hill Book Company.
Harrah's Cherokee Casino Resort - MapYRO
BalasHapusThis 수원 출장샵 casino hotel is located in 안동 출장안마 Cherokee, North Carolina and is 천안 출장마사지 close to 의정부 출장마사지 Harrah's Cherokee Casino. The casino has 영주 출장안마 over 700 slot machines, 10 table