Inovasi Pendidikan
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Disusun Oleh:
Jon
Sastro
Dosen:
Dr.
Puspa Djuwita, M.Pd
PROGRAM STUDI
MAGISTER ADMINISTRASI/MANAJEMEN
PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA FKIP
UNIVERSITAS BENGKULU
2013
KATA
PENGANTAR
Bismillahirramanirrahim
Assalamualaikum wr.wb
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan Makalah ini
yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “PENDIDIKAN MULTIKULTURAL”
Makalah ini berisikan
informasi tentang Pendidikan multikultural atau yang lebih khususnya membahas
sejarah, pengertian konsep, hakikat, tujuan metode dan pendekatan, serta kelebihan dan kekurangan pendidikan
multicultural. Diharapkan Makalah
ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang pendidikan
multikultural.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Dalam
penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada dosen mata kuliah Dr. Puspa Djuwita, M.Pd serta rekan-rekan
seperjuangan di semester 1 Program Studi
Magister/Manajemen Pendidikan Tahun Akademik 2012/1013.
Akhir
kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin Ya robbal’Alamin.
Wassalamualaikum wr.mb
Bengkulu, April 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ..................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C.
Tujuan .................................................................................................. 2
D.
Manfaat ................................................................................................ 2
BAB II. PEMBAHASAN
A.
Sejarah Pendidikan
Multikultural......................................................... 3
B.
Pengertian Pendidikan
Multikultural ................................................... 4
C.
Konsep Pendidikan Multikultural......................................................... 6
D.
Hakikat Pendidikan
Multikultural........................................................ 7
E.
Tujuan Pendidikan Multikultural........................................................ 11
F.
Metode Pendekatan Pendidikan
Multicultural................................... 12
G.
Kelebihan dan Kekurangan serta
Solusinya........................................ 17
BAB III. PENUTUP
A.
Kesimpulan ........................................................................................ 20
B.
Saran................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 21
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada
prinsipnya, pendidikan multikultural adalah pendidikan yang mengharagai perbedaan.
Pendidikan multikultural senantiasa menciptakan struktur dan proses dimana
setiap kebudayaan bisa melakukan ekspresi, tentu saja untuk mendesain
pendidikan multicultural secara praksis itu tidak mudah. Tetapi paling tidak
kita mencoba melakukan ijtihad untuk mendesain sesuai dengan prinsip-prinsip
pendidikan multikulturalisme.
Dalam
pendidikan multikultural, setiap peradapan dan kebudayaan yang ada berada dalam
posisi yang sejajar dan sama tidak ada kebudayaan yang lebih tinggi atau
dianggap lebih tinggi (superior) dari kebudayaan yang lain, dialog meniscayakan
adanya persamaan dan kesamaan diantara pihak-pihak yang terlibat. Anggapan
bahwa kebudayaan tertentu lebih tinggi dari kebudayaan yang lain akan
melahirkan fasisme, nativisme, dan chauvinism. Dengan dialog, diharapkan
terjadi sumbang pemikiran yang pada gilirannya akan memperkaya kebudayaan atau
peradaban yang bersangkutan. Di samping sebagai pengkayaan, dialog juga sangat
penting untuk mencari titik temu antar peradaban dan kebudayaan yang ada,
pendidikan multikultural dapat dirumuskan sebagai wujud kesadaran tentang
keanekaragaman kultural, hak-hak asasi manusia serta pengurangan atau
penghapusan berbagai jenis prasangka atau prejudise untuk membangun
suatu kehidupan masyarakat yang adil dan maju.
B. Rumusan Masalah
1. Sejarah pendidikan multicultural?
2. Apa itu pengertian, konsep, hakikat dan tujuan pendidikan multikultural?
3. Bagaimana Metode dan Pendekatan Pendidikan Multikultural?
4. Apa
kelebihan dan kekurangan pendidikan multicultural?
C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana Sejarah
pendidikan multicultural?
2. Mengetahui pengertian, konsep, hakikat dan tujuan pendidikan multikultural?
3. Mengetahui Metode dan Pendekatan Pendidikan Multikultural?
4. Mengetahui
kelebihan dan kekurangan pendidikan multicultural?
D. Manfaat
Supaya bisa mengetahui tentang
pendidikan multicultural lebih jelas dan terinci.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Pendidikan Multikultural
Dalam sejarahnya, pendidikan multikultural sebagai
sebuah konsep atau pemikiran tidak muncul dalam ruangan kosong, namun ada
interes politik, sosial, ekonomi dan intelektual yang mendorong kemunculannya.
Wacana pendidikan multikultural pada awalnya sangat bias Amerika karena punya akar
sejarah dengan gerakan hak asasi manusia (HAM) dari berbagai kelompok yang
tertindas di negeri tersebut. Banyak lacakan sejarah atau asal-usul pendidikan
multikultural yang merujuk pada gerakan sosial Orang Amerika keturunan Afrika
dan kelompok kulit berwarna lain yang mengalami praktik diskriminasi di
lembaga-lembaga publik pada masa perjuangan hak asasi pada tahun 1960-an.
Di antara lembaga yang secara khusus disorot karena
bermusuhan dengan ide persamaan ras pada saat itu adalah lembaga pendidikan.
Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, suara-suara yang menuntut lembaga-lembaga
pendidikan agar konsisten dalam menerima dan menghargai perbedaan semakin
kencang, yang dikumandangkan oleh para aktivis, para tokoh dan orang tua.
Mereka menuntut adanya persamaan kesempatan di bidang pekerjaan dan pendidikan.
Momentum inilah yang dianggap sebagai awal mula dari konseptualisasi pendidikan
multikultural.
Secara generik, pendidikan multikultural memang
sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang
pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan
kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural
adalah untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan
ketrampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin
pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi,
negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta
sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama.
Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan
pendidikan multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak adanya kebijakan
yang menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan terhadap ras, etnis
dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan terhadap perbedaan budaya,
di antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan kesukaan. Selain itu, juga
memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan hari-hari besar umat beragama
serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh terlibat dalam pengambilan
keputusan secara demokratis.
B.
Pengertian pendidikan multikultural
Pengertian
Pendidikan Multikultural Menurut James. A. Banks Pendidikan multikultural
adalah konsep, ide atau falsafah sebagai suatu rangkaian kepercayaan (set of
believe) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya
dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi,
kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara. Secara
umum pendidikan multicultural mempunyai arti:
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan dan mengembangkanpotensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian
diri,kepribadian,akhlak mulia dan keterampilanyang diperlukan dirinya,masyarakat,bangsa
dan Negara.
Multikultur
adalah berbagai macam status social budaya meliputi latar belakang, tempat, agama,
ras, suku dll.
Jadi
pendidikan multicultural adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian
didalam dan diluar sekolah yang mempelajari tentang berbagai macam status
sosial, ras, suku, agama agar tercipta kepribadian yang cerdas dalam menghadapi
masalah-masalah keberagaman budaya.
Para ahli
juga mempunyai pendapat lain tentang definisi pendidikan multicultural, antara
lain:
Nieto
(1992) menyebutkan bahwa pendidikan multibudaya adalah pendidikan yang bersifat
anti rasis; yang memperhatikan ketrampilan-ketrampilan dan pengetahuan dasar
bagi warga dunia; yang penting bagi semua murid; yang menembus seluruh aspek
sistem pendidikan; mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang
memungkinkan murid bekerja bagi keadilan sosial; yang merupakan proses dimana
pengajar dan murid bersama-sama mempelajari pentingnya variabel budaya bagi
keberhasilan akademik; dan menerapkan ilmu pendidikan yang kritis yang memberi
perhatian pada bangun pengetahuan sosial dan membantu murid untuk mengembangkan
ketrampilan dalam membuat keputusan dan tindakan sosial.
Menurut
Sosiolog UI Parsudi Suparlan,Pendidikan Multikulturalis adalah pendidikan yang
mampu menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan
termasuk perbedaan kesukubangsaan dan suku bangsa dalam masyarakat yang
multikultural. Perbedaan itu dapat terwadahi di tempat-tempat umum, tempat
kerja dan pasar, dan sistem nasional dalam hal kesetaraan derajat secara
politik, hukum, ekonomi, dan sosial.
Gibson(1984)
mendefinisikan bahwa pendidikan multikultural adalah suatu proses pendidikan
yang membantu individu mengembangkan cara menerima, mengevaluasi, dan masuk ke
dalam sistem budaya yang berbeda dari yang mereka miliki.
C.
Konsep Multikultural
Gerakan multicultural
muncul pertama kali sekitar tahun 1970-an di Kanada dan Australia, kemudian di
Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan lain-lain. Dalam multikulturalisme
menegaskan bahwa dengan segala perbedaannya itu mereka adalah sama di dalam
ruang public sehingga dibutuhkan kesediaan menerima kelompok lain secara sama
sebagai kesatuan tanpa memperdulikan perbedaan budaya, atnik, gender, bahasa
ataupun agama.
Multikulturalisme akan
menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan, termasuk
perbedaan-perbedaan kesukubangsaan dan suku bangsa dalam masyarakat yang
multicultural.
Multicultural
merupakan suatu komsep yang ingin membawa masyarakat dalam kerukunan dan
perdamaian, tanpa ada konflik dan kekerasan, meski didalamnya ada kompleksitas
perbedaan.
Prinsip
multikulturalisme mengajar kepada kita untuk mengakui berbagai potensi dan
legitimasi keragaman dan perbedaan sosio-kultural tiap kelompok etnis.
Berangkat dari prinsip demikian maka individu maupun kelompok dari berbagai
etnik dalam pandangan ini bisa bergabung dalam masyarakat, terlibat daam societal
cohesion tanpa harus kehilangan identitas etnis dan budaya mereka,
sekaligus tetap memperoleh hak-hak mereka untuk berpartisipasi penuh dalam
berbagai bidang kegiatan masyarakat. Sehingga keberagaman budaya yang ada di
belakang, di depan dan disekeliling kita bisa memberikan sumbangan yang paling
berharga bagi semua orang
D.
Hakikat Pendidikan Multikultural
Pendidikan
multicultural bisa didefinisikan sebagai pendidikan tentang keragaman
kebudayaan dalam meresponi perubahan demografis dan kultur lingkungan
masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan (global).
Pendidikan
multicultural (Multicultural Education) merupakan respons terhadap perkembangan
keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap
kelompok. Dalam dimensi lain, pendidikan multicultural merupakan pengembangan
kurikulum dan aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah,
prestasi dan perhatian terhadap orang-orang non Eropa (Hilliard, 1991-1992).
Sedangkan secara luas, pendidikan multicultural itu mencakup seluruh siswa
tanpa membedakan kelompok-kelompoknya seperti gender, etnik, ras, budaya,
strata social dan agama. Pendidikan multicultural sebenarnya merupakan sikap
“peduli” dan mau mengerti (difference), atau politics of recognition (politik
pengakuan terhadap orang-orang dari kelompok minoritas).
Paparan di atas juga
member dorongan dan spirit bagi lembaga pendidikan nasional untuk mau
menanamkan sikap kepada peserta didik untuk menghargai orang, budaya, agama,
dan keyakinan lain. Paradigma multicultural secara implisit
juga menjadi salah satu concern dari pasal 4 UU No.
20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa
pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dalam
menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai cultural dan kemajemukan bangsa.
Sedangkan tujuan utama dari pendidikan multicultural adalah untuk menanamkan
sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya
yang berbeda.
Salah satu tujuan
penting dari konsep pendidikan multicultural adalah untuk membantu semua siswa
agar memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam
menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik
serta diperlukan untuk berinteraksi, bernegosiasi, dan komunikasi dengan warga
dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang
berjalan untuk kebaikan bersama.
Menurut James A. Banks
tujuan pendidikan multicultural adalah pendidikan untuk kebebasan. Pendidikan
multikulturalisme dimaksukan untuk membantu para siswa untuk mengembangkan
pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam berpartisipasi dalam masyarakat yang
bebas dan demokrasi. Pendidikan multicultural mengembangkan kebebasan,
kemampuan dan ketrampilan dalam menerobos batas-batas budaya dan etnis dalam
berpartisipasi dengan kebudayaan dan kelompok lain.
Nasih menurut James,
substansi pendidikan multicultural adalah pendidikan untuk kebebasan (as
“education for freedom”) sekaligus sebagai penyebar luasan gerakan inklusif
dalam rangka memperoleh hubungan antar sesame (as inclusive and cementing
movement). Pendidikan multicultural bersifat antirasis, mendasar, penting
(berguna) ntuk semua siswa, pervasive (dapat meresap/menembus/merembes), untuk
keadilan social serta merupakan sebuah proses dan pedagogi kritis.
Jika dijabarkan lebih
rinci, pendidikan multicultural sekurang-kurangnya memiliki lima tujuan.
Pertama, meningkatkan pemahaman diri dan konsep diri secara baik. Kedua,
meningkatkan kepekaan dalam memahami orang lain, termasuk terhadap berbagai
kelompok budaya di negaranya sendiri dan Negara lain. Ketiga, meningkatkan
kemampuan untuk merasakan dan memahami kemajemukan, interpretasi kebangsaan dan
budaya yang kadang-kadang bertentangan menyangkut sebuah peristiwa, nilai dan
perilaku. Keempat, membuka pikiran ketika merespon isu. Kelima, memahami latar
belakang munculnya pandangan klise atau kuno, menjauhi pandangan stereotype dan
mau menghargai semua orang.
Kurikulum pendidikan
multicultural hendaknya mencakup subjek-subjek seperti: toleransi, tema-tema
tentang perbedaan etno-kultural dan agama, bahaya diskriminasi, penyelesaian
konflik dan mediasi, HAM, demokrasi dan pluralitas, multikulturalisme,
kemanusiaan universal dan subjek-subjek lain yang relevan.
Dalam implementasinya,
paradigma pendidikan multicultural dituntut untuk berpegang pada prinsi-prinsip
berikut ini:
1. Pendidikan
multicultural harus menawarkan beragam kurikulum yang merepresentasikan
pandangan dan perspektif orang banyak.
2. Pendidikan
multicultural harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada penafsiran tunggal
terhadap kebenaran sejarah
3. Kurikulum dicapai
sesuai dengan penekanan analisis komparatif dengan sudut pandang kebudayaan
yang berbeda-beda
4. Pendidikan
multicultural harus mendukung prinsip-prinsip pokok dalam memberantas pandangan
klise, tentang ras, budaya dan agama.
Nilai dasar dalam
pendidikan multicultural adalah toleransi. Menurut Gay’s, prinsip-prinsip
penting dalam menerapkan pendidikan multicultural adalah kurikulum berdasarkan
sejarah dan berpusat pada keragaman, berorientasi pada perbaikan, pengajaran
mengarah pada keragaman, kurikulum tegantung pada konteks, bersifat menyerap
keragaman dan dapat diterapkan secara luas dan bersifat komprehensif dan
mencakup semua level pendidikan. Jadi, isi dari pendekatan, dan evaluasi
kurikulum harus menghargai perbedaan dan tidak diskriminatif. Isi dan bahan
ajar di sekolah perlu dipilih yang sungguh menekankan pengenalan dan
penghargaan terhadap budaya dan nilai lain.
Sesuai prinsip
pendidikan multicultural, maka aktivitas pembelajaran di sekolah disarankan
untuk memberi perhatian pada kompleksitas dinamis dari berbagai factor yang
mempengaruhi interaksi manusia, seperti fisik, mental, kemampuan, kelas, gender,
usia, politik, agama dan etnisitas.
Pendidikan
multicultural biasanya mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
a. Tujuannya membentuk
“manusia budaya” dan menciptakan “masyarakat berbudaya (berperadaban)”
b. Materinya mengajarkan
nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai kelompok
etnis (cultural)
c. Metodenya demokratis,
yang menghargaiaspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok
etnis (multikulturalis)
d. Evaluasinya ditentukan
pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi persepsi,
apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya
E.
Tujuan Pendidikan Multikultural
Tujuan
pendidikan multikultural ada dua, yakni tujuan awal dan tujuan akhir. Tujuan
awal merupakan tujuan sementara karena tujuan ini hanya berfungsi sebagai
perantara agar tujuan akhirnya tercapai dengan baik.
Pada dasarnya
tujuan awal pendidikan multikultural yaitu membangun wacana pendidikan,
pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan dan mahasiswa jurusan ilmu
pendidikan ataupun mahasiswa umum. Harapannya adalah apabila mereka mempunyai
wacana pendidikan multikultural yang baik maka kelak mereka tidak hanya mampu
untuk menjadi transormator pendidikan multikultural yang mampu menanamkan
nilai-nilai pluralisme, humanisme dan demokrasi secara langsung di sekolah
kepada para peserta didiknya.
Sedangkan
tujuan akhir pendidikan multikultural adalah peserta didik tidak hanya mampu
memahami dan menguasai materi pelajaran yang dipelajarinya akan tetapi
diharapakan juga bahwa para peserta didik akan mempunyai karakter yang kuat
untuk selalu bersikap demokratis, pluralis dan humanis. Karena tiga hal
tersebut adalah ruh pendidikan multikultural Ainul Yaqin (2005).
F.
Metode dan Pendekatan Pendidikan Multikultural
Sebagai sebuah
konsep yang harus dituangkan ke dalam sistem kurikulum, biasanya pendidikan
multikultural secara umum digunakan metode dan pendekatan (method and
approaches) yang beragam. Adapun metode yang dapat digunakan dalam
pendidikan multikultural adalah sebagai berikut:
1.
Metode
Kontribusi
Dalam penerapan
metode ini pembelajar diajak berpartisipasi dalam memahami dan mengapresiasi
kultur lain. Metode ini antara lain dengan menyertakan pembelajar memilih buku
bacaan bersama, melakukan aktivitas bersama. Mengapresiasikan even-even bidang
keagamaan maupun kebudayaan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Pebelajar
bisa melibatkan pembelajar didalam pelajaran atau pengalaman yang berkaitan
dengan peristiwa ini. Namun perhatian yang sedikit juga diberikan kepada
kelompok-kelompok etnik baik sebelum dan sesudah event atau signifikan budaya
dan sejarah peristiwa bisa dieksplorasi secara mendalam.
Namun metode
ini memiliki banyak keterbatasan karena bersifat individual dan perayaan
terlihat sebagai sebuah tambahan yang kenyataannya tidak penting pada wilayah
subjek inti.
2. Metode Pengayaan
Materi
pendidikan, konsep, tema dan perspektif bisa ditambahkan dalam kurikulum tanpa
harus mengubah struktur aslinya. Metode ini memperkaya kurikulum dengan
literatur dari atau tentang masyarakat yang berbeda kultur atau agamanya.
Penerapan metode ini, misalnya adalah dengan mengajak pembelajar untuk menilai
atau menguji dan kemudian mengapresiasikan cara pandang masyarakat tetapi
pembelajar tidak mengubah pemahamannya tentang hal itu, seperti pernikahan, dan
lain-lain.
Metode ini juga
menghadapi problem sama halnya metode kontributif, yakni materi yang dikaji
biasanya selalu berdasarkan pada perspektif sejarahwan yangmainstream.
Peristiwa, konsep, gagasan dan isu disuguhkan dari perspektif yang dominan.
3. Metode
Transformatif
Metode ini
secara fundamental berbeda dengan dua metode sebelumnya. Metode ini
memungkinkan pembelajar melihat konsep-konsep dari sejumlah perspektif budaya,
etnik dan agama secara kritis. Metode ini memerlukan pemasukan perspektif-perspektif,
kerangka-kerangka referensi dan gagasan-gagasan yang akan memperluas pemahaman
pembelajar tentang sebuah ide.
Metode ini
dapat mengubah struktur kurikulum, dan memberanikan pembelajar untuk memahami
isu dan persoalan dari beberapa perspektif etnik dan agama tertentu. Misalnya,
membahas konsep “makanan halal” dari agama atau kebudayaan tertentu yang
berpotensi menimbulkan konflik dalam masyarakat. Metodeini menuntut pembelajar
mengolah pemikiran kritis dan menjadikan prinsip kebhinekaan sebagai premis
dasarnya.
4. Metode Pembuatan
Keputusan dan Aksi Sosial
Metode ini
mengintegrasikan metode transformasi dengan aktivitas nyata dimasyarakat, yang
pada gilirannya bisa merangsang terjadinya perubahan sosial. Pembelajar tidak
hanya dituntut untuk memahami dan membahas isu-isu sosial, tapi juga melakukan
sesuatu yang penting berkaitan dengan hal itu.
Metode ini
memerlukan pembelajar tidak hanya mengeksplorasi dan memahami dinamika
ketertindasan tetapi juga berkomitmen untuk membuat keputusan dan mengubah
sistem melalui aksi sosial. Tujuan utama metode ini adalah untuk mengajarkan
pembelajar berpikir dan kemampuan mengambil keputusan untuk memberdayakan
mereka dan membantu mereka mendaptkan sense kesadaran dan kemujaraban
berpolitik.
Pendekatan-pendekatan
yang mungkin bisa dilakukan di dalam pendidikan kultural adalah sebagai
berikut:
a.
Pendekatan
Historis
Pendekatan ini
mengandaikan bahwa materi yang diajarkan kepada pembelajar dengan menengok
kembali ke belakang. Maksudnya agar pebelajar dan pembelajar mempunyai kerangka
berpikir yang komplit sampai ke belakang untuk kemudian mereflesikan untuk masa
sekarang atau mendatang. Dengan demikian materi yang diajarkan bisa ditinjau
secara kritis dan dinamis.
b.
Pendekatan
Sosiologis
Pendekatan ini mengandaikan
terjadinya proses kontekstualisasi atas apa yang pernah terjadi di masa
sebelumnya atau datangnya di masa lampau. Dengan pendekatan ini
materi yang diajarkan bisa menjadi aktual, bukan karena dibuat-buat tetapi
karena senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman yang terjadi, dan tidak
bersifat indoktrinisasi karena kerangka berpikir yang dibangun adalah kerangka
berpikir kekinian. Pendekatan ini bisa digabungkan dengan metode kedua, yakni
metode pengayaan.
c.
Pendekatan
Kultural
Pendekatan ini menitikberatkan
kepada otentisitas dan tradisi yang berkembang. Dengan pendekatan ini
pembelajar bisa melihat mana tradisi yang otentik dan mana yang tidak. Secara
otolatis pebelajar juga bisa mengetahui mana tradisi arab dan mana tradisi yang
datang dari islam.
d.
Pendekatan
Psikologis
Pedekatan ini
berusaha memperhatikan situasi psikologis perseorangan secara tersendiri dan
mandiri. Artinya masing-masing pembelajar harus dilihat sebagai manusia mandiri
dan unik dengan karakter dan kemampuan yang dimilikinya. Pendekatan ini
menuntut seorang pebelajar harus cerdas dan pandai melihat kecenderungan
pembelajar sehingga ia bisa mengetahui metode-metode mana saja yang cocok untuk
pembelajar.
e.
Pendekatan
Estetik
Pendekatan
estetik pada dasarnya mengajarkan pembelajar untuk berlaku sopan dan santun,
damai, ramah, dan mencintai keindahan. Sebab segala materi kalau hanya didekati
secara doktrinal dan menekan adanya otoritas-otoritas kebenaran maka pembelajar
akan cenderung bersikap kasar. Sehingga mereka memerlukan pendekatan ini untuk
mengapresiasikan segala gejala yang terjadi di masyarakat dengan melihatnya
sebagai bagian dari dinamika kehidupan yang bernilai seni dan estetis.
f.
Pendekatan
Berprespektif Gender
Pendekatan ini
mecoba memberikan penyadaran kepada pembelajar untuk tidak membedakan
jenis kelamin karena sebenarnya jenis kelamin bukanlah hal yang menghalangi
seseorang untuk mencapai kesuksesan. Dengan pendekatan ini, segala bentuk
konstruksi sosial yang ada di sekolah yang menyatakan bahwa perempuan berada di
bawah laki-laki bisa dihilangkan.
Keenam
pendekatan ini sangat memungkinkan bagi terciptanya kesadaran multikultural di
dalam pendidikan dan kebudayaan. Dan tentu saja, tidak menutup kemungkinan
berbagai pendekatan yang lainnya, selain enam yang disebutkan tadi di atas,
sangat mungkin untuk diterapkan. Agar terwujudnya pendidikan yang multikultural
di negeri kita Indonesia.
G. Kelebihan dan
Kekurangan Serta Solusinya
1. Kelebihan
Pendidikan Multikultural
Dalam
pendidikan multikultural, ada dimensi-dimensi yang harus diperhatikan. Menurut
James Blank (2003) ada lima dimensi pendidikan multikultural yang saling
berkaitan, yaitu sebagai berikut:
a. Mengintegrasikan
berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi,
dan teori dalam mata pelajaran.
b. Membawa
siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran.
c. Menyesuaikan
metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi
akademik.
d. Mengidentifikasi
karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajarannya.
e. Melatih
kelompok untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, berinteraksi dengan
seluruh siswa dan staf yang berbeda ras dan etnis untuk menciptakan budaya
akademik.
2. Kekurangan
Pendidikan Multikultural dan Solusinya
Mengimplementasikan
pendidikan multikultural di sekolah mungkin saja akan mengalami hambatan atau
kendala dalam pelaksanaannya. Ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian
dan sejak awal perlu diantisipasi antara lain sebagai berikut:
a. Perbedaan
Pemaknaan terhadap Pendidikan Multikultural
Perbedaan
pemaknaan akan menyebabkan perbedaan dalam mengimplementasikannya.
Multikultural sering dimaknai orang hanya sebagai multi etnis sehingga bila di
sekolah mereka ternyata siswanya homogen etnisnya, maka dirasa tidak perlu
memberikan pendidikan multikultural pada mereka. Padahal pengertian pendidikan
multikultural lebih luas dari itu. H.A.R. Tilaar (2002) mengatakan bahwa
pendidikan multikultural tidak lagi semata-mata terfokus pada perbedaan etnis
yang berkaitan dengan masalah budaya dan agama, tetapi lebih luas dari itu.
Pendidikan multikultural mencakup arti dan tujuan untuk mencapai sikap
toleransi, menghargai keragaman, dan perbedaan, menghargai HAM, menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan, menyukai hidup damai, dan demokratis. Jadi,
tidak sekadar mengetahui tata cara hidup suatu etnis atau suku bangsa tertentu.
b. Munculnya Gejala
Diskontinuitas
Dalam
pendidikan multikultural yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan dan
kebersamaan sering terjadi diskontinuitas nilai budaya. Peserta didik memiliki
latar belakang sosiokultural di masyarakatnya sangat berbeda dengan yang
terdapat di sekolah sehingga mereka mendapat kesulitan dalam beradaptasi di
lingkungan sekolah. Tugas pendidikan, khususnya sekolah cukup berat. Di
antaranya adalah mengembangkan kemungkinan terjadinya kontinuitas dan
memeliharanya, serta berusaha menyingkirkan diskontinuitas yang terjadi. Untuk
itu, berbagai unsur pelaku pendidikan di sekolah, baik itu guru, kepala
sekolah, staf, bahkan orangtua dan tokoh masyarakat perlu memahami secara
seksama tentang latar belakang sosiokultural peserta didik sampai pada tipe
kemampuan berpikir dan kemampuan menghayati sesuatu dari lingkungan yang ada
pada peserta didik. Sekolah memiliki kewajiban untuk meratakan jalan untuk
masuk ke jalur kontinuitas.
c. Rendahnya
Komitmen Berbagai Pihak
Pendidikan
multikultural merupakan proses yang komprehensif sehingga menuntut komitmen yang
kuat dari berbagai komponen pendidikan di sekolah. Hal ini kadang sulit untuk
dipenuhi karena ketidaksamaan komitmen dan pemahaman tentang hal tersebut.
Berhasilnya implementasi pendidikan multikultural sangat bergantung pada
seberapa besar keinginan dan kepedulian masyarakat sekolah untuk
melaksanakannya, khususnya adalah guru-guru.
Arah kebijakan
pendidikan di Indonesia di masa mendatang menghendaki terwujudnya masyarakat
madani, yaitu masyarakat yang lebih demokratis, egaliter, menghargai
nilai-nilai kemanusiaan dan persamaan, serta menghormati perbedaan.
d. Kebijakan-kebijakan
yang Suka Akan Keseragaman
Sudah sejak
lama kebijakan pendidikan atau yang terkait dengan kepentingan pendidikan
selalu diseragamkan, baik yang berwujud benda maupun konsep-konsep. Dengan
adanya kondisi ini, maka para pelaku di sekolah cenderung suka pada keseragaman
dan sulit menghargai perbedaan. Sistem pendidikan yang sudah sejak lama
bersifat sentralistis, berpengaruh pula pada sistem perilaku dan tindakan
orang-orang yang ada di dunia pendidikan tersebut sehingga sulit menghargai dan
mengakui keragaman dan perbedaan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengertian
“Multikultural” mencakup pengalaman yang membentuk persepsi umum terhadap usia,
gender, agama, status sosial ekonomi, jenis identitas budaya, bahasa, ras dan
berkebutuhan khusus. Pendidikan Multikultural merupakan ide, gerakan
pembaharuan pendidikan dan proses pendidikan yang tujuan utamanya adalah untuk
mengubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa baik pria maupun wanita,
siswa berkebutuhan khusus dan siswa merupakan anggota dari kelompok ras, etnis,
dan kultur yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatan yang sama untuk
mencapai prestasi akademis. Negara Indonesia merupakan negara yang terdiri dari
berbagai pulau, ras, suku dan kebudayaan-kebudayaan lain. Untuk itu sebagai
warga Negara yang cinta tanah air kita harus menjaga keanekaragaman kebudayaan
kita. Kita dianjurkan untuk hidup saling berdampingan satu sama lain sehingga
tidak ada pertengkaran dan perpecahan kebudayaan.
B.
Saran
Pada
sekolah dasar sampai perguruan tinggi saat ini seharusnya diadakan pembelajaran
yang berbasis budaya agar budaya milik negara kita tidak punah atau di klaim
oleh bangsa lain.
DAFTAR PUSTAKA
Mahfud Choirul,2011,”Pendidikan
Multikultural,penerbit pustaka pelajar
www.google.pendidikan multikultutural
Tidak ada komentar:
Posting Komentar