UJIAN
AKHIR SEMESTER
“PERENCANAAN
PENDIDIKAN”
Disampaikan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat
Menempuh Mata Perencanaan Pendidikan
Program Studi Magister/Manajemen
Pendidikan
PPs FKIP Universitas Bengkulu Semester 1
Tahun Akademik 2013/1014
Dosen Dr. Manap Somantri, M.Pd
Oleh
JON SASTRO
NIM A2K012116
PROGRAM
STUDI
MAGISTER
ADMINISTRASI/MANAJEMEN PENDIDIKAN
PROGRAM
PASCASARJANA FKIP
UNIVERSITAS
BENGKULU
2013
Soal
A
Pelajari kasus kasus di bawah ini,
pilih dua kasus yang menarik minat saudara untuk mengelaborasi permasalahannya.
Jawaban berisi uraian dasar pertimbangan
situasional, rencana kegiatan, dan program peningkatan atau pemecahan masalah.
A.
Kasus
1: Ujian Nasional (UN)
1.
Fenomena
UN SD, SMP, SMA/K saat ini sudah tepat ditinjau dari segi tujuan, manfaat,
prosedur, dan maknanya
Dari tahun ke tahun penyelenggaraan Ujian Nasional selalu
diwarnai dengan pro-kontra. Di satu pihak ada yang meyakini bahwa Ujian
Nasional sebagai syarat kelulusan siswa masih tetap diperlukan. Tetapi di lain
pihak, tidak sedikit pula yang menyatakan menolak Ujian Nasional sebagai syarat
kelulusan siswa. Masing-masing pihak tentunya memliki argumentasi tersendiri.
Dalam Ujian Nasional timbul suatu pertanyaan. “Buat apa
sebenarnya nilai UN dibatasi? Apakah siswa yang mendapatkan nilai tinggi akan
terkategori sebagai siswa pandai? Dan siswa yang mendapat nilai rendah
terkategori siswa bodoh?” satire sekali ya pertanyaan itu. Tapi benar juga sih,
cobalah Anda baca poin VI. kriteria kelulusan ujian nasional dalam POS UN 2011 yang dikeluarkan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan yang bunyinya semakin membuat kita bingung bahkan
sampai pada level takut : nilai US diperoleh dari gabungan antara nilai sekolah
dengan bobot 60 persen dan nilai rapor dengan bobot 40 persen dari semester 1
sampai semester 5 untuk SMP sederajat dan semester 3 sampai semester 5 untuk
SMA sederajat. Sedangkan NA menentukan kelulusan peserta didik dalam UN.
Kriterianya dilihat dari gabungan antara nilai sekolah dari mata pelajaran yang
diujinasionalkan dan nilai UN dengan pembobotan 40 persen untuk nilai sekolah
untuk mata pelajaran yang diujinasionalkan dan 60 persen untuk UN. Peserta
didik dinyatakan lulus apabila nilai rata-rata dari semua NA mencapai paling
rendah 5,5 dan nilai setiap mata pelajaran paling rendah 4,0.
Sebagai pelaku pendidikan, kita patut mempertanyakan maksud
pemerintah mengedepankan peraturan tersebut. Sebenarnya mau dibawa ke mana
pendidikan dan anak-anak bangsa ini. Pembobotan yang diberikan untuk menyatakan
siswa berhasil dalam perjalanan akademisnya sejauh ini, tidak menjadikan
kualitas pendidikan kita makin baik, tetapi justru semakin membuat kualitas
pendidikan kita terpuruk. Bagaimana tidak. Ingatlah! Apa yang terjadi setiap UN
dilaksanakan, KECURANGAN di mana-mana. Dengan berbagai alibi dan yang pasti
demi harga diri sekolah. Bukankah itu bukti nyata “bobroknya” wajah pendidikan.
Belum lagi, adanya program “kewajiban” pemberian jam tambahan
kepada guru dan siswa dengan tujuan menggenjot dan mengatrol nilai UN supaya
sampai pada standar yang diinginkan. Yang ternyata hasilnya bukan menambah
motivasi dan semangat belajar siswa, tetapi justru membuat siswa dan guru
“terlihat jenuh” dan hanya berfokus pada kesuksesan UN. Padahal dalam dunia
pendidikan. Peran guru bukan Cuma sebagai mesin pencetak siswa yang bisa
berhasil lulus UN, tetapi juga orang tua, pembimbing, dan pendamping siswa
untuk bisa sampai pada kualitas lulusan yang baik dan pada akhirnya akan
terbentuklah anak-anak bangsa yang berkualitas, bermental positif, dan dapat
menjadi tumpuan perbaikan kehidupan sosial, ekonomi, moral, hukum, dan politik
bangsa ke depan. Akan tetapi, apapun fakta dan opini yang lahir di
tengah-tengah kita. Ujian Nasional sudah ‘terlanjur’ menjadi proyek nasional
dan mau tidak mau sebagai bagian dari pelaku pendidikan, kita berkewajiban
melaksanakannya.
2.
Permasalahan
terkait dengan UN
Ujian nasional
2013 menimbulkan banyak permasalahan dalam pelaksanaannya. Bahkan tiada hari
tanpa masalah, dan sepertinya pantas kalau ujian nasional dikatakan kacau
balau. Betapa tidak karut marut ini mulai terjadi sejak proses pengandaan
naskah soal, pendistribusian naskah soal, sampai pada pengerjaan oleh siswa
peserta ujian di kelas. Bahkan akan sampai pada pemeriksaan atau proses pemindaian
hasil ujian pada LJUN
Proses
penggandaan bermasalah dengan terlambatnya penyelesaian dari pihak percetakan
untuk 11 propinsi yakni pada wilayah bagian tengah Indonesia. Untuk masalah ini
terjadi saling tuding dari pihak percetakan, Kemdikbud, BSNP, dan pengawas
perguruan tinggi. Namun pak Menteri Dikbud (Prof. M. Nuh) menyatakan orang yang
paling bertanggung jawab terhadap problem UN 2013, meski enggan mundur karena
hal itu.
Ketika
pengerjaan soal berlangsung ternyata masih banyak pula masalah yang di alami
oleh siswa dan panitia penyelenggaraan sekolah. Beberapa sekolah tidak
mendapatkan jatah soal UN, Soal tidak cukup untuk semua peserta, dan kertas
LJUN yang tipis sehingga mudah sobek. Ketika naskah soal tidak tersedia
dan/atau soal tidak cukup, panitia terpaksa berinisiatif untuk mengadakan
naskah soal dan LJUN dengan memfoto kopi sendiri untuk sejumlah siswa di
sekolahnya.
Problem naskah
soal dan LJUN yang foto copy-an ini lah yang akan menimbulkan masalah lanjutan
pada proses pemeriksaan hasil ujian. LJUN foto copy-an hanya berupa LJUN
sementara, dan petugas teknis harus memindahkan data dan jawaban siswa pada
LJUN sementara ke LJUN komputer yang semestinya. LJUN komputer/LJK yang digunakan
harus disesuaikan dengan barcode soal yang digunakan siswa dalam UN. Oleh
karena itu, prosesnya akan butuh waktu lebih lama atau yang lebih mudah
dilakukan dengan cara manual.
Sebagaimana
telah ditetapkan oleh BSNP bahwa untuk menjaga keotentikan hasil ujian
nasional, maka naskah soal dan LJUN memiliki barcode yang sama. LJUN-pun
menyatu dengan naskah soal. Ketika siswa hendak mengerjakan ujian, terlebih
dahulu harus memisahkan LJUN dari naskah soal agar tidak kusut atau rusak.
Namun sebuah kasus kecerbohan pengawas terjadi pada sebuah sekolah
penyelenggara ujian nasional.
3.
Penyebab
permasalahan
Penyebab
permasalahan yang terjadi pada UN yang paling utama yaitu lemahan di manajerial
Kemendikbud yang mengakibatkan perencanaan pengadaan UN jadi kacau balau
sehingga tidak sesuai dengan yang di harapkan. Yang kedua lemahnya manajerian
percetakan yang mengakibatkan banyak terjadi permasahan seperti keterlambatan
soal, kurangnya jumlah soal serta buruknya kualitas kertas yang digunakan
sehingga LJUN tersebut mudah robek. Yang ketiga yaitu terjadi kegagalan dalam
memeriksa LJUN melalui computer, inti permasalahnya yaitu terjadi kekacaun
hasil dari pemeriksaan, dikarenakan banyak terdapat LJUN yang hasil fotocopyan
yang di sebabkan beberapa sekolah kekurangan LJUN, sehingga pemeriksaan
dilakukan secara manual dan memakan waktu cukup lama.
4.
Rencana
pemecahan masalah
Intinya ujian
nasional dari tahun ke tahun memiliki suatu masalah, jadi tidak aneh lagi jika
pelaksanaan ujian nasional itu bermasalah, jadi menurut saya ada beberapa yang
wajib di lakukan dalam merencanakan pemecahan masalah, seperti: yang pertama
seorang pengambil kebijakan harus mengetahui Pemahaman Pada Masalah yang terjadi sebelumnya. Kedua, membuat Rencana Pemecahan Masalah. Ketiga,
Melaksanakan Rencana, terakhir, Lihatlah kembali dan kritisi hasilnya. Tetapi
untuk melaksanakan rencana ini dengan baik membutuhkan seorang manajerial yang
mumpuni dan professional, sehingga perencanaan tersebut trutama dalam Ujian
Nasional dapat berjalan sebagaimana mestinya.
B.
Kasus-3:
sarana dan prasarana pendidikan
1. Kondisi, fakta, dan
fenomena sarana dan prasarana
Sarana
pendidikan merupakan sarana penunjang bagi proses belajar-mengajar yang telah
di atur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24
Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).
Di
Indonesia jumlah kelembagaan dan
fasilitas (sekolah) semakin
menurun pada jenjang
pendidikan yang semakin
tinggi. Terdapat 114,228
sekolah dasar di
Indonesia, 28,777 sekolah
menengah pertama dan
hanya 18,354 sekolah
menengah. Hal ini
mencerminkan kondisi terbatasnya
sarana dan prasarana
pendidikan di Indonesia
Kondisi ruang
kelas di Indonesia, relatif masih
memprihatinkan dan membutuhkan
bantuan dana untuk
perbaikan dan peningkatan
kualitas. Kondisi ruang
kelas terburuk dialami
oleh tingkatan pendidikan
sekolah dasar yang
hampir 45% (44.84%),
ruang kelasnya dalam
kondisi rusak (ringan
+ berat).
Persentase sekolah
yang memiliki fasilitas
laboratorium IPA, Biologi,
Kimia, Fisika, Bahasa,
Multimedia, Komputer dan
IPS masih rendah.
Kondisinya adalah semakin
rendah tingkatan pendidikannya, maka
fasilitas laboratorium sekolah
yang tersedia juga
relatif semakin memprihatinkan. Data
menunjukkan bahwa pada
tingkatan Sekolah Dasar
tidak memiliki fasilitas
laboratorium untuk mendukung
kegiatan belajar mengajar.
Persentase sekolah
yang memiliki fasilitas
perpustakaan dan ruang
komputer juga masih
rendah. Semakin rendah
tingkatan pendidikannya, maka
fasilitas sekolah yang
tersedia juga relatif
semakin memprihatinkan /
kurang diperhatikan. Data
menunjukkan bahwa pada
tingkatan Sekolah Dasar
tidak memiliki fasilitas
perpustakaan dan ruang
komputer. Hanya 35.16%
SMP yang memiliki
fasilitas perpustakan dan
21.27% SMP yang
memiliki fasilitas komputer.
Sedangkan, 64.40% SMA sudah
dapat menikmati fasilitas
perpustakaan dan 27.42%
SMA yang dapat
memiliki fasilitas ruang
komputer.
2. Permasalahan yang di
hadapi
Ada 3 permasalahan yang terjadi di
dunia pendidikan yang sedang di hadapi oleh Indonesia masalah sarana dan
prasarana, yaitu:
1. Fasilitas Yang Minim
Sarana
dan prasarana yang minim masih mejadi permasalahan utama disetiap sekolah di
Indonesia. Terutama di daerah pedesaan yang jauh dari perkotaan. Kasus seperti
ini dapat menimbulkan kesenjangan mutu pendidikan. Banyak peserta didik yang
berada di desa tidak bisa menikmati kenyamanan dan kelengkapan fasilitas
seperti peserta didik di Kota.
2. Alokasi dana yang terhambat
Banyaknya
kasus penyalahgunaan dana adminitrasi
sekolah, membuat sara dan prasarana sekolah tidak terwujud sesuai dengan
harapan, adanya permainan uang dalam adminitrasi membuat pendidikan semakin
tidak cepat mencapai titik kebehasilan.
3. Perawatan yang Buruk
Kurangnya
pedulian dari sekolah terhadap perawatan fasilitas yang ada menjadikan buruknya
sarana dan prasarana.
3. Penyebab masalah
Setelah kita lihat dan pelajari dari
fenomena-fenomena sarana dan perasaranan di Indonesia saat ini, penyebab
permasalahan ini adalah sangat jauhnya dari keperhatian pemerintah terhadap
sarana dan prasarana. Terutama sarana dan prasarana yang banyak tidak sesuai
standar atau tidak layak. Selain itu banyaknya sekolah-sekolah yang berada di
pelosok tidak terjangkau atau terjamah oleh pemerintah, sehingga pengalokasi
dananya terhambat, di tambah lagi banyaknya oknum-oknum yang tidak bertanggung
jawab sehingga banyak dana yang di kucurkan pemerintah tidak sesuai dengan
tujuan awal atau menyimpang. Inilah alasan mengapa pendidikan di Indonesia
tidak berkembang, bahkan semakin menurun. Kenyamanan peserta didik dalam
mengikuti pembelajaran juga didasari pada fasilitas yang memadai dan layak guna.
4. Rencana pemecahan
masalah
Langkah pertama untuk mengatasi
permasalahan ini adalah mengadakan perencanaan kebutuhan sarana pendidikan.
Hal-hal yang perlu dilakukan oleh seorang manajerial dalam mengatasi masalah
sarana dan prasarana adalah sebagai berikut:
a. Menganalisis
kebutuhan sarana pendidikan yang disesuaikan dengan kurikulum yang telah
disusun sebelumnya.
b. Apabila
kebutuhan sarana pendidikan melebihi daya beli sekolah atau daya pembuatan,
maka harus diadakan seleksi menurut skala prioritas.
c. Mengadakan
inventarisasi terhadap sarana pendidikan yang dimiliki.
d. Mencari
data. Dalam tahap ini menentukan dana dari mana yang harus dipakai untuk
pengadaan sarana pendidikan.
e. Menunjuk
orang yang tepat untuk bertanggung jawab dalam melaksanakan pengadaan sarana
pendidikan.
Soal
B
Jawab 5 soal
dari enam di bawah ini:
1.
Ada
empat pendekatan utama dalam perencanaan pendidikan yaitu:
a.
Social
demand approach
Menekankan
pada tujuan pendidikan yang mengandung misi pembebasan, yakni pembebasan
masyarakat dari kebodohan dan kemiskinan, seperti keperluan akan pendidikan
yang memadai, yang implementasinya antara lain tertuang dalam bentuk kebijakan
wajib belajar dan pembebasan biaya pendidikan.
b.
Manpower
planning approach
Menekankan
pada kesesuaian atau relevansi antara lulusan (output) satuan pendidikan dengan
keperluan akan tenaga kerja di berbagai bidang kehidupan, implementasinya
tertuang dalam kebijakan “link and match”, kurikulum berbasis kompetensi,
penerapan konsep life skill, dan sejenisnya.
c.
Rate of return approach
Menekankan
pada analisis untung rugi yang lebih bersifat ekonomis dan berlandaskan pada
konsep investment in human capital. menghindari Pendidikan dipandang sebagai investasi
sumberdaya manusia yang akan mendatangkan keuntungan yang dapat diukur dengan
nilai moneter.
d.
Cost efectiveness analysis approach
Lebih
menekankan pada kegunaan dana dan fasilitas yang secermat mungkin, untuk
mencapai hasil yang optimal, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Pertimbangan utama dalam pendekatan efektivitas biaya adalah berapa banyak
budget yang tersedia untuk suatu proses pendidikan.
2.
Ada
lima langkah pnting dalam memformulasikan masalah perencanaan
1.Mengidentifikasikan
berbagai kebijakan yang berpengaruh terhadap system pendidikan. 2.Mengevaluasi
dan mempertimbangkan alternative metode pendidikan dalam kaitannya dengan
masalah-masalah khusus pendidikan. 3.menemukan masalah-masalah kritis yang memerlukan
penelitian dan pengembangan lebih seksama. 4.mengevaluasi keunggulan dan
kelemahan system pendidikan yang ada. Dan 5. Melaksanakan pengkajian terhadap
system pendidikan tertentu beserta komponen-komponennya.
3.
Implementasi perencanaan membutuhkan:
a.
adanya kegiatan penyusunan program
yaitu
melakukan rancangan terhadap beragam kebutuhan atau taksiran yang diperlukan
dalam proses pembangunan atau pelayanan pembelajaran di setiap satuan
pendidikan.
b.
membuat legalitas kelembagaan
melakukan kerjasama dengan pihak
penentu kebijakan untuk melakukan legalitas dan status hukum sebuah lembaga
karena legalitas kelembagaan sangat
perlu dibuat untuk
memperkuat instansi tersebut
c.
mengorganisir unit-unit organisasi
Mengelolah setiap
unit – unit organisasi agar organisasi berjalan dengan sesuai dengan tujuan
awal
melalui rumusan prioritas
kebijakan ini harus dijabarkan kedalam strategi dasar layanan pendidikan yang
jelas, agar memudahkan dalam pencapaian tujuan
d.
memantau pelaksanaan rencana
memantau pelaksanaan perencanaan pendidikan
yang mewujudkan tujuan pendidikan dengan dilakukan uji kelayakan sumber daya manusia, iklim
kerja, dan pengawasan kegiatan.
e.
mengevaluasi pelaksanaan rencana
yaitu menilai untuk melihat tingkat
keberhasilan pelaksanaan program sebai feedback, selanjutnya dilakukan revisi
program untuk rencana layanan pendidikan berikutnya yang lebih baik
f.
menyesuaikan rencana dan menata ulang rencana
dilakukan berdasarkan hasil evaluasi
rencana. Revisi bertujuan untuk memperbaiki rencana yang akan datang
berdasarkan dari hasil evaluasi.
4.
perencanaan pendidikan dapat di aplikasikan dalam berbagai dimensi, waktu,
cakupan wilayah, ruang lngkup, aspek/komponen, tingkatan dan jenis kelembagaan
pendidikan. Oleh karena itu, ada beberapa jenis perencanaan
pendidikan, diantaranya adalah: (1) Perencanaan Strategis, (2) Perencanaan
Komprehensif, (3) Perencanaan Institusional, (4) Perencanaan Jangka Menengah,
(5) Perencanaan Operasional. Jelaskan masing-masing jenis perencanaan tersebut,
sehingga nampak beda satu dengan yang lainnya.
a.
Perencanaan strategis
Perencanaan
yang disusun berdasarkan skala prioritas, sehingga berbagai sumber daya yang
ada dapat diatur dan dimanfaatkan secermat dan seefisien mungkin guna mencapai
visi dan misi organisasi. Perencanan
strategis di bidang pendidikan menutamakan adanya prioritas dalam
penyelenggaraan dan pembangunan pendidikan.
b.
Perencanaan
komprehensif
Perencanaan
pendidikan yang disusun secara sistematik, rasional, objectif yang menyangkut
keseluruan konsep penting dalam layanan pendidikan.
c.
Perencanaan
institusional
Yaitu
perencanaan pendidikan yang bersifat menyeluruh, umum, dan bersifat nasional,
yang berlaku di seluruh Indonesia dari jejang pendidikan dasar sampai ke
perguruan tinggi.
d.
Perencanaan
jangka menengah
Adalah perencanaan yang mencakup kurun waktu pelaksanaan 5
– 10 tahun. Perencanaan ini penjabaran dari rencana jangka panjang, tetapi
sudah lebih bersifat operasional.
e.
Perencanaan
oprasional
Yaitu perencanaan yang memusatkan perhatian pada apa yang akan
dikerjakan pada tingkat pelaksanaan di lapangan dari suatu rencana strategi.
Perencanaan ini bersifat spesifik dan berfungsi untuk memberikan petunjuk
konkret tentang bagaimana suatu program atau proyek khusus dilaksanakan menurut
aturan, prosedur, dan ketentuan lain yang ditetapkan secara jelas sebelumnya.
5.
ada keterkaitan antara renstra, renop 5 tahunan, rencana tahunan dan system
peyusunan perencanaan dan penganggaran program (SP4)
Rencana strategis
yang dirumuskan dalam jabaran visi, misi, isu utama dan strategi pengembangan
harus dijadikan sebagai pedoman dalam mengembangkan rencana operasional 5
tahunan. Dalam rencana operasinal 5
tahunan antara lain tercakup program kerja/kegiatan, sasaran dan
pentahapannya. Dari rencana operasional
5 tahunan kemudian dipilah–pilah menjadi rencana operasional tahunan yang
berisi proyek atau kegiatan, sasaran dan data atau alasan pendukungnya. Untuk mendapatkan anggaran bagi
proyek/kegiatan tahunan tersebut tiap instansi terlebih dahulu harus mengisi
formulir daftar isian proyek (DIP) dan daftar isian kegiatan (DIK) sesuai
dengan mata anggran masing – masing.
Model formulir tersebut dikenal dengan istilah sistem penyusunan
perencanaan dan penganggaran proyek (SP4).
Untuk keperluan SP4 telah tersedia formulir sesuai dengan mata anggaran
dan sumber pembiayaannya. Sumber
pembiayaan dalam SP4 dapat berupa anggaran pembangunan (AP), anggaran rutin
(AR), dan dana–dana yang bersumber dari masyarakat (DM).
Dalam perkembangan terakhir (mulai tahun 2005/2006)
praktik pengisian SP4 dan format pendukungnya disusun dalam bentuk daftar isian
pagu anggaran (DIPA) dan RKAKL.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar