UJIAN
AKHIR SEMESTER
INOVASI
DAN PARADIGMA PENDIDIKAN
Disampaikan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat
Menempuh Mata Inovasi dan Paradigma
Pendidikan
Program Studi Magister/Manajemen
Pendidikan
PPs FKIP Universitas Bengkulu Semester 1
Tahun Akademik 2012/1013
Dosen Dr. Osa Juarsa, M.Pd
Oleh
JON
SASRTO
NIM
A2K012116
PROGRAM STUDI
MAGISTER ADMINISTRASI/MANAJEMEN
PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA FKIP
UNIVERSITAS BENGKULU
2013
1.
Factor
yang mendasari reformasi dan inovasi pedidikan:
a.
Kegagalan
yang telah dilaksanakan sebelumnya
Suatu
kegagalan adalah hal yang tidak bisa di hindari trutama dalam hal pendidikan,
sehingga dapat menjadi acuan untuk menuju paradigma pendidikan yang baru,
kegagalan tersebut didasari oleh Definisi tujuan yang buruk, Buruknya
mensejajarkan aksi untuk mencapai tujuan, Buruknya partisipasi anggota tim,
Buruknya pengawasan produk dan Buruknya komunikasi dan akses informasi.
Bukti
dari kegagalan sebelumnya dalam reformasi dan inovasi pendidikan yaitu
kurikulum, mengapa? Karena kurikulum di Indonesia selalu gonta ganti karena
merasa kurikulum tersebut kurang pas, dan bisa dikatakan kurikulum gagal,
sehingga terjadi lah inovasi-inovasi dalam perbaikan system pendidikan di
Indonesia dengan menyesuaikan dengan zaman dan kebutuhan dalam dunia
pendidikan.
b.
Perkembangan
perekonomian dunia yang membuka akses pasar global
Perkembangan
perekonomian dunia yang membuka akses pasar global adalah salah satu factor
yang mendasari reformasi dan inovasi pendidikan karena apa pasar global merupakan pasar internasonal, karena
ruanglingkupnya meliputi word universal, meliputi dua negara atau meliputi
beberapa Negara sehingga menuntut para pendidik harus lebih inovasi dalam
pendidikan untuk menyesuaikan dengan perkembangan dunia agar paradigm pendidkan
kita dan di sejajarkan dengan pendidikan international.
Buktinya yaitu
masuknya perdagangan internasional di Indonesia menuntut SDM di Indonesia untuk
lebih maju. Sehingga pemerintah telah menerapkan sekolah bertarap international
untuk menciptakan SDM yang bekelas internasional..
c.
Percepatan
peningkatan kwalitas dan kwantitas pendidikan
Begitu
cepat dan pesatnya peningkatan mutu pendidikan di dunia membuat Indonesia
ketar-ketir dalam mengejar ketertinggalan dari Negara-negara maju, sehingga ini
menjadi PR yang berat seorang pendidik dan Dinas Pendidikan Nasional maupun Daerah
dalam meningkatkan kwalitas dan kwantitas pendidikan
Buktinya
yaitu Pendanaan, karena untuk meningkatkan kwalitas dan kwantitas pendidikan
harus adanya pendanaan yang memadai, sehingga saat ini pemerintah telah mulai
untuk meningkatkan anggaran dana untuk pendidikan.
d.
Mengakomodasikan
aspirasi masyarakat dan perkembangan zaman
Dengan perkembangan zaman banyaknya permintaan
masyarakat kepada pemerintah dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
Sehingga pemerintah memberikan program bahwa 12 tahun wajib sekolah.
Buktinya adalah meningkatnya 9 tahun wajib sekolah
menjadi 12 tahun wajib sekolah, ini diharapkn anak-anak bangsa Indonesia
minimal berpendidikan SMA/sderajat karena menyesuikan dengan zaman.
e.
Perintah
hukum
Didalam pendidikan pun akan tampak membaik jika ada hukum
yang tertulis dalam mengatur system pendidikan. Dan hukumpun juga membutuhkan
suatu pendidikan dalam perkembangannya.
Buktinya adalah adanya UU yang melindungi dan mengatur
pengadaan pendidikan yaitu “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional” Dimana pelaksanaan, pengadaan pendidikan
dan propesi pendidik menjadi terlindungi dengan adanya UU tentang pendidikan
tersebut. Hal ini sebagaimana azaz dan
fungsi hukum yang di dalamnya terdapat a tool of social control, a tool of social engineering,
sebagai symbol, a political instrument dan sebagai integrator.
2.
Pengalaman
jepang dalam merombak masyarakatnya lewat pendidikan, bisa “dilirik” untuk di
pelajari sungguh-sungguh oleh Indonesia dalam merencanakan masa depannya.
a.
Bagaimana
system pendidikan di jepang?
Sistem pendidikan Jepang sebelum Perang Dunia
II memakai system banyak jalur (multi-tracts) yang mendiversifikasikan mata pelajaran
mulai dari anak usia 12 tahun ;yaitu disaat anak-anak menyelesaikan
pendidikannya di sekolah dasar. Sistem ini diganti seluruhnya dalam reformasi
pendidikan sesudah perang.
v
Taman Kanak-Kanak
Sebagian besar anak-anak di Jepang memasuki
Taman Kanak-Kanak, bahkan juga mulai dari Nursery School. Taman Kanak-Kanak
adalah institusi pendidikan dibawah Kementerian Pendidikan untuk anak-anak
berusia 3-5 tahun, sedangkan Nursery School bagi anak-anak sampai 5 tahun.
Aktivitas pada Nursery School bagi anak-anak usia 3 tahun atau lebih, tidak
banyak berbeda dengan yang diberikan pada Taman Kanak-Kanak.
v
Pendidikan Dasar
Pada Usia 6 tahun, anak-anak mulai masuk
sekolah dasar yang wajib bagi semua orang. Sekolah Dasar adalah institusi
pendidikan yang berlangsung selama 6 tahun, memberikan pendidikan dasar kepada
anak-anak yang sesuai dengan perkembangan fisik dan mentalnya.
Jumlah jam pelajaran per tahun adalah 1015,
bervariasi dari 850 jam pelajaran bagi grade 1 sampai 1015 bagi grade 4-6.
Kenaikan kelas dari grade 1 ke grade
berikutnya berlangsung secara otomatis.Hampir seluruh anak umur sekolah
terdaftar mengikuti pendidikan tingkat dasar ini, dan 97% berada di sekolah negeri.
v
Pendidikan Menengah
Sekolah menengah tingkat pertama adalah wajib
dan berlangsung selama tiga tahun. Promosi dari sekolah dasar kesekolah
menengah tingkat pertama berjalan secara otomatis dalam lingkungan sekolah
negeri.
Setelah menempuh pendidikan selama 9 tahun,
anak-anak dapat memsuki sekolah menengah tingkat atas selam 3-4 tahun setelah
diselksi melalui ujian masuk.
v
Pendidikan Tinggi
Pada
prinsipnya sistem pendidikan di Jepang mengikuti pola penjenjangan yang mirip
dengan yang ada di Indonesia yaitu pola penjenjangan dengan sistem 6-3-3-4, yaitu enam tahun pendidikan
dasar, masing-masing tiga tahun pendidikan menengah pertama dan menengah atas
serta empat tahun pendidikan tinggi kecuali bidang kedokteran, kedokteran hewan
dan dokter gigi. Untuk jenjang pendidikan pasca sarjana Jepang juga mengikuti
pola 2-3, yaitu dua tahun untuk Program Magister dan tiga tahun untuk Program
Doktor.
b.
Paradigma
pendidikan yang berlaku di jepang
Sebelum
masuk ke pembahasan yang lebih dalam, setidaknya ada dua pemahaman di Jepang yang digunakan untuk merubah
tatanan pendidikan sebagai salah satu pembentuk karakter bangsa, karena dalam
konteks ini karakter bangsa bisa dibentuk bukan hanya melalui pendidikan saja,
tetapi salah satunya adalah pendidikan itu. Pertama,adalah
pemahaman radikal yang meyakini bahwa perubahan pendidikan hanya bisa dilakukan
dengan cara perombakan secara simultan. Keduaadalah
pemahaman konservatif yang meyakini bahwa perubahan pendidikan hanya bisa
dilakukan dengan ikut serta dalam sistem yang ada sekarang.
Membahas tentang pendidikan
Jepang adalah dengan melihat perkembangan paska PDII. Setelah PDII, Jepang
melakukan pembangunan pendidikan yang intensif. Saat arus pembangunan
pendidikan yang begitu derasnya, disayangkan saat itu Jepang berada dalam rezim
yang konservatif, sehingga rezim menentang keras terhadap perubahan-perubahan
yang diusung dalam pendidikan. Saat itu juga kemudian mulai timbul banyak
orang yang meragukan jika melalui perombakan pendidikan ini akan mampu mengubah
masyarakat. Akan tetapi justru sebaliknya, penolakan rezim kemudian dilawan
dengan gigih oleh persatuan guru di Jepang(Nikkyoso). Perubahan yang diusung adalah
pendidikan Jepang yang egalitarian (persamaan derajat dan kognitif). Yang
dimaksud adalah dalam pendidikan Jepang mengabaikan perbedaan latar belakang,
semua dianggap sama dan tidak diskrimninasi antara keluarga kaya dengan miskin,
dalam memuji murid yang (dianggap) pandai dengan yang (dianggap) bodoh.
Semuanya adalah sama. Dalam hal biaya pendidikan, praktis tidak ada perbedaan
biaya yang dikeluarkan oleh setiap murid dalam jenjang yang sama,
meskipun yang satu berada dalam sekolah yang ada teknologi TV, LCD,
komputer dan yang satu hanya menggunakan papan tulis biasa. Akan tetapi Jepang
sudah menetapkan infrastruktur minimal yang harus ada pada setiap sekolah dan
Jepang sudah memenuhi hal tersebut.
Sesudah siswa-siswa tamat
dari bangku sekolah, mereka masuk ke dalam lembaga-lembaga masyarakat dan
mendesakkan ide egalitarian itu sehingga terpaksalah lembaga-lembaga tersebut
menuruti desakan-desakan yang diusung. Boleh jadi Jepang adalah negara yang
paling egaliter setelah PDII.
Untuk lebih memberikan
gambaran mengenai pendidikan Jepang, maka berikut ini adalah hal-hal yang
nampak khas dan menonjol dalam pendidikan Jepang selain nilai egalitarian
tersebut :
1. Perhatian pada pendidikan
datang dari berbagai pihak
Dari pihak pemerintahan,
elit politis hingga masyarakatnya sama-sama meyakini bahwa pendidikan adalah
sangat penting dalam melatih tenaga terampil dan ahlii, untuk membentuk elit
politik selanjutnya dan mengejarkan kebudayaan bagi seluruh rakyat Jepang.
Para orang tua sangat yakin
menitipkan anak-anaknya ke pendidikan jepang dan respon terhadap pendidikan
anak-anaknya sangat menakjubkan
2. Sekolah di Jepang tidak
Mahal
Pemerintah telah
mengeluarkan berbagai peraturan tentang pendidikan salah satunya adalah mereka
memberikan subsidi kepada orang-orang tidak mampu untuk makan siang disekolah
dan kegiatan-kegiatan belajar lainnya. Perlu diketahui bahwa 46,5% biaya total
pendidikan di Jepang adalah dari pemerintah.
3. Di Jepang tidak ada diskriminasi
terhadap sekolah
Selain yang telah
dijelaskan di atas tentang pembiayaan yang sama, jepang juga mendorong
orang-orang terpencil untuk dapat menikmati pendidikan yang sama dengan yang
lain, yakni dengan memberikan subsidi transportasi. Begitu pula untuk
guru-gurunya. Guru yang cakap dan mau bekerja ditempat yang jauh (merantau)
juga akan diberikan tunjangan.
4. Kurikulum di Jepang amat
berat
Karena pendanaan pemerintah
dalam pendidikan cukup besar, maka peran pemerintah dalam menentukan kebijakan pendidikan
juga besar. Pemerintah pusat merencanakan kurikulum secara rinci dan
terstruktur dan memeriksa buku-buku pelajaran yang dijual untuk menjamin
isi buku sesuai dengan standar, baik isi maupun alur kurikulumnya.
Dari segi variasi materi
lebih banyak dan kedalaman materi juga lebih (Menteri Pendidikan, 1971:
56-63). Agar kurikulum tersebut tercapai, maka tiap sekolah memberikan
pelajaran sekurang-kurangnya 240 hari dalam setahun, sedangkan jika
dibandingkan dengan Amerika hanya 180 hari saja dalam setahun. Sebagai
tambahan, Jepang setelah PDII menyediakan setengah jam lebih banyak untuk
pelajarannya di kelas dibanding sebelum PDII
5. Guru terjamin tidak akan
kehilangan jabatan
Jabatan guru di Jepang
merupakan jabtatan terhormat. Guru mendapat status sosial dan gaji yang layak,
dan kebanyakan mereka ingin menjadi guru seumur hidup. Persatuan guru yang
anggotanya mencakup tiga perempat dari jumlah total guru di Jepang selalu
memperjuangakan hak-hak dan nasib guru di Jepang jika terjadi ketidakadilan.
Adanya Persatuan Guru
Jepang sangat memberikan pengaruh dalam dinamika nasional Jepang, sudah
dibilang perannya bisa disandingkan/disejarajarkan dengan elit politis yang ada
di setiap negara. Jika ada pemerintahan/rezim yang berpikir
tradisional/konservatif, maka mereka menentang tegas dan menyatakan bahwa
sistem pendidikan mampu mengembangkan tokoh-tokoh besar serta kemampuan
berpikir yang kritis yakni dengan egalitarian. Dan bisa jadi mereka menggalang
dukungan dari semua pihak untuk menggulingkan rezim berkuasa jika perlu.
6. Guru di Jepang penuh
dedikasi
Disekolah ada semacam
mekanisme sehingga guru-guru berkerja dengan sebaik-baiknya. Misalnya seperti
adanya pertemuan setiap pagi sebelum pengajaran, pertemuan staff sepekan
sekali, pertemuan penelitian dua pekan sekali, pertemuan seminar tiap bulan
sekali. Disamping itu pada tingkat yang sama, jika mereka menghadapi soal-soal
mereka selesaikan dengan pembahasan secara bersama-sama, pengaruh timbal balik
antar guru ini akan memberikan pengaruh yang baik dan setiap guru akan merasa
wajib untuk mengikuti mekanisme yang ada secara sadar dengan sendirinya.
Untuk komunikasi dengan
orang tua murid, maka setidaknya guru mengunjungi orang tua murid sekali dalam
setahun, dengan kujungan ini guru akan mengetahui keadaan siswanya di
rumah. Dari sini akan menjadi dasar tindakan guru saat mengajar
murid-muridnya. Selain itu, sebulan sekali orang tuanya diminta datang ke
sekolah untuk melihat perkembangan anaknya, dan tiga bulan sekali ada
kesempatan untuk membicarakan kemajuan anaknya dengan guru. Mereka diberi nomor
telpon guru dan diminta untuk melakukan panggilan jikga ada kesulitan tertentu.
Dengan ini maka respect orang
tua akan sangat terbangun.
7. Guru Jepang merasa wajib
memberi pendidikan “orang seutuhnya”
Selain mengacu pada
perkembangan kognitif, pendidikan sekolah di Jepang ialah untuk membentukan
anak untuk memiliki hati yang bersih dan lapang, jasmani yang kuat lagi sehat,
merangsang bersedia untuk menderita apa saja dalam segala usahanya, menyadarkan
kepada siswanya untuk saling melengkapi dengan teman-teman sekelasnya.
Pendidikan orang seutuhnya
itu tampak jelas pada pendidikan tingkat dasar, disitu guru bekerja keras untuk
menciptakan tata tertib dan mengajak siswa-siswanya belajar dalam kelas. Jika
ada orang tua yang mengantarkan anaknya, maka saat memasuki wilayah sekolah
orang tua tidak boleh membawakan tas atau barang lain dari anaknya, guru akan
menyuruh agar anaknya membawa sendiri barang-barangnya kemudian diletakkan
secara rapi ditempat-tempat yang telah disediakan. Hal ini mengajarkan betapa
pentingnya kemandirian. Disamping itu mereka merasa wajib untuk memberikan
pendidikan moral, tiga hal yang ditonjolkan adalah : egalitarianisme,
“individualisme” dan partisipasi. Selain itu juga diajarkan nilai-nilai
konvesional seperti persahabatan, keramah-tamahan, kerjasama dan disiplin.
8. Guru di Jepang bersifat
adil
Suasana berjuang yang
dialami guru Jepang dan di mana mereka bekerja membuat mereka secara ideologis
menjadi lebih masak. Pertikain terus menerus antara Pemerintah Pusat dan
Perserikatan Guru menunjukkan adanya aksi dari golongan guru.
Sejak dahulu pemerintah
memandang pendidikan sebagai alat untuk menemukan bakat dan mengembangkannya,
sebab itu menganjurkan pada guru untuk menemukan bakat siswa dan memberi
pelajaran menurut bakat dan kelompok. Tetapi perserikatan guru menentang
pengelompokan menurut bakat, alasannya hal itu akan merusak keserasian kelas
dan rasa persatuan yang telah terpupuk diantara anak-anak yang sebaya. Kata
yang kerap dipakai oleh Perserikatan Guru dalam oposisinya itu ialah kata
“diskriminasi”. Pada pendapat mereka pengelompokan menurut bakat akan
menghasilkan anak-anak yang termasuk golongan rendah dan golongan minoritas dan
akan hanya cocok buat pekerjaan rendah selam-lamanya.
Guru-guru peka sekali
terhadap soal itu dan hal itu berpengaruh pada tindakan mereka. Dalam ruang
kelas mereka berusaha keras agar tiap siswa ikut secara aktif, punya sikap yang
positif terhadap pekerjaan di sekolah. Tidak banyak guru yang menunjukkan sikap
sayang yang berlebih-berlebihan kepada siswanya yang terpandai, sebaliknya
mereka juga tidak mencela siswa yang lemah. Mereka berbuat apa yang dapat
mereka lakukan untuk membimbing siswa menyelesaikan kurikulum dalam waktu yang
sudah ditetapkan.
Itulah gambaran tentang
sistem pendidikan yang diterapkan di Jepang sebagai salah satu komponen untuk
membangun karakter Jepang yang sekarang ini. Nilai-nilai kemandirian, harga
diri, persamaan derajat, kedisiplinan, dll telah ditanamkan sejak dini. Dan tugas
mulia ini menjadi kesadaran kolektif, tidak hanya untuk para guru pengajar di
bangku sekolah, tetapi dari pihak masyarakat luas dan pemerintah sangat respect akan
tugas mulia ini.
Terakhir adalah, dimanakah
dan seberapa besar posisi pendidikan Jepang dalam mebangun karakter bangsa
Jepang yang sekarang ini ? Dalam bukunya William
K. Cumming yang berjudul Edication and Equality in Japanhalaman
4 menyebutkan bahwa “Mula-mula
ada revolusi politik yang dicetuskan oleh golongan elite berpolitik, kemudian
dilakukan perubahan-perubahan sosial yang menuju egalitarianisme dan pendidikan
dikerahkan untuk menunjang pembaharuan itu”. Sehingga untuk mendapatkan
pemahaman yang komprehensif dan mengakar, diperlukan studi lanjutan mengenai
dinamika politik yang terjadi dalam sejarah Jepang.
c.
Pelajaran
yang dapat di ambil dari pendidikan di jepang untuk membangun pendidikan di
Indonesia
Bagaimana
Jepang berhasil dalam merombak masyarakat melalui pendidikan? Menurut Wiliam K.
Cummings, beberapa faktor yang mendukung adalah sebagai berikut. Pertama,
perhatian pada pendidikan datang dari pelbagai macam pihak. Kedua, sekolah
Jepang tidak mahal. Ketiga, di Jepang tidak ada diskriminasi terhadap sekolah.
Keempat, kurikulum sekolah Jepang amat berat. Kelima, sekolah sebagai unit pendidikan.
Keenam, guru terjamin tidak akan kehilangan jabatan. Ketujuh, guru Jepang penuh
dedikasi. Kedelapan, guru Jepang merasa wajib memberi pendidikan “manusia
seutuhnya”. Terakhir, guru Jepang bersikap adil. Sehingga beberapa faktor di
atas dapat kita ambil untuk dijadikan landasan pendidikan di Indonesia.
3.
Analisis
tentang kesalahan paradigma pendidikan yang di pakai sekarang, sehingga
pendidikan di Indonesia di nilai tertinggal
diwilayah Negara-negara asia
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Siswa
SMA di negeri kita “diharuskan” menjadi manusia super yang menguasai seluruh
ilmu, baik sains, sosial dan juga bahasa. Ya, mereka memang mempelajarinya
namun tidak banyak yang bisa mengaplikasikan ilmu yang telah didapat. Hal ini
bisa dilihat dari lulusan SMA yang bisa dikatakan tidak memiliki kemampuan
untuk bekerja.
Kualitas pendidikan
Indonesia dianggap masih rendah oleh banyak kalangan. Hal ini bisa dilihat
dari lulusan dari sekolah dan perguruan tinggi yang belum siap memasuki
dunia kerja. Menurut pengamat ekonomi, Dr. Berry Priyono, bekal kecapakapan
yang diperoleh dari lembaga pendidikan tidak memadai untuk digunakan secara
mandiri. Sebab yang dipelajari di lembaga pendidikan hanya terfokus pada teori
sehingga mengakibatkan peserta didik kurang kreatif dan inovatif. Indikator
rendahnya kualitas pendidikan Indonesia ini diperparah dengan data dari
Badan Pusat Statistik yang menyebutkan penduduk usia 15 tahun ke atas yang
bekerja berjumlah 111,28 juta penduduk dan 55,12 juta diantaranya adalah
tamatan SD. Artinya 50 persen pekerja Indonesia adalah tamatan pendidikan
dasar.
Jika dibangdingkan dengan
Negara ASEAN, Singapura memiliki presentase kelulusan terbanyak di secondary
sebanyak 24,6 persen dan lulusan pergurutan tinggi sebanyak 11,7 persen.
Berdasarkan QS World Universities Ranking, ranking perguruan tinggi negeri kita
juga kalah dengan Singapura, Malaysia dan Thailand. Kita berada di peringkat 50
Asia dan 217 Dunia. Kalah jauh dibanding Singapura yang memperoleh peringkat 3
(NUS) dan 58 (NTU). Di Asia tenggara perguruan tinggi kita kalah dengan
Singapura, Malaysia dan Thailand. Indonesia juga menurun poinnya tahun ini di
EDI (Education Development Index). Kemerosotan ini dipengaruhi oleh kualitas
dan paradigm pendidikan di negeri kita.
B. Rumusan Masalah
Apa yang menyebabkan
kesalahan dari paradigma pendidikan Indonesia?
C. Tujuan
Untuk mengetahui
penyebab-penyebab buruknya atau salahnya dari paradigma pendidikan Indonesia.
PEMBAHASAN
A.
Kesalahan Paradigma Pendidikan Indonesia
Rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia timbul dengan adanya isu kecurangan Ujian Nasional yang
selalu diperbincangkan setiap tahun, sebab ini dapat menjadi tolak ukur
jalannya system pendidikan Indonesia yang masih jauh dari keempurnaan.
Penugasan anggota kepolisian guna memantau jalannya Ujian Nasional serta
penggunaan kamera pemantau untuk mengawasi jalannya UN di sekolah-sekolah
menjadi hal yang justru tidak pernah terjadi di negeri lain. Selain itu,
Indonesia berada di urutan 12 se-Asia dibawah Vietnam dan Thailnad terkait
kualitas system pendidikan yang dikaitkan dengan daya saing tenaga kerja pada
12 negara di Asia. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas lulusan sarjana di
negeri kita belum mampu di letakkan secara sejajar dengan negara-negara lain bahkan
dengan Vietnam sekalipun. Kondisi ini menyebabkan bahwa ada ketidakpercayaan
publik terhadap system dan kualitas pendidikan di Indonesia serta paradigma
yang keliru terhadap pendidikan di negeri ini.
Pada tahun 1872, Jepang
menerbitkan Fundamental code of education dimana ditegaskan komitmen dari
masyarakat harus berpendidikan dan tidak boleh ada yang buta huruf. Pada tahu
1910 hampir seluruh anak muda Jepang sudah menyenyam pendidikan. Pada tahun
1913 mash banyak orang miskin, maka jepang kemudian menerbitkan lebih banyak
buku. Penerbitan yang ada di Eroap dan Amerika dalam waktu satu minggu sudah
harus ada di Jepang dan sudah diterjemahkan di Jepang untuk mempermudah
masyarakat mempelejari ilmu tadi serta hal ini berdampak pada kemajuan ekonomi
dan kesejahteraan social. Kita ingat pula ketika Jepang terkena bom atom,
pertanyaan kaisar jepang saat itu bukan berapa banyak warga yang menjadi
korban, tetapi berapa guru baik yang masih hidup.
Di Singapura, pemerintah
memberikan fasilitas setiap tahun kepada kepala sekolah untuk mengadakan studi
banding di luar negeri. Begitu laporan hasil diterima oleh menteri pendidikan
Singapura, hasilnya langsung diteruskan ke parlemen untuk mendapat tindak
lanjut. Malaysia pada awalnya meng-import guru-guru dari Indonesia karena
tarifnya masih reatif murah, tetapi mahasiswanya langsung dalam jumlah besar
melanjutkan ke luar negeri (Inggris dan USA) atas biaya negara. Pada waktu
perang dunia kedua di Inggris, Sir Winston Churchill menekankan parlemen untuk
menambah anggaran pendidikan negara tersebut. Selain itu kurikulum teknologi
yang dipakai di Inggris, sudah diberika di Grade 1 (usia 5 tahun) sampai Grade
10, sudah pula diajarkan pola fikir untuk menjadikan anak didik di Inggris
dapat mandiri/memiliki life skill sebagai dasar dari entrepreneur, sehingga
lulus SMU tak tergantung lagi pada orangtua.
Dari beberapa contoh
diatas, kita bisa menraik benang merah kesalahan paradigma pendidikan yang
dipakai sekarang adalah, pertama: mempersiapkan anak didik yang “siap pakai”.
Hal ini secara mendasar telah membentuk budaya Employye. Kita seharusnya
mempersiapkan anak didik yang “siap memakai”. Kita sadar bahwa sebagai employye
nasibnya ditentukan oleh orang lain, bukan menentukan nasib orang lain. Sasaran
pendidikan dari paradigma SIAP PAKAI adalah keterampilan khusus seperti
akuntan, hokum dan lainnya. Kemudian dengan kursus singkat yang diharapkan
memimpin bebagai macam disiplin keilmuan, atau bermain diluar bidang
keahliannya,. Kita lihat dampaknya sekarang, mismanajemen dalam birokrasi sebab
tidak ada standar kompetensi sebagai Patoka untuk menjadi pimpinan.
Ini sejalan dengan
penjelasan Bukhori Nasution, bahwa “untuk waktu yang mungkin tidak terlalu lama
jepang bercita-cita agar di Negara tersebut tidak lag memiliki industri yang
menghasilkan limbah berbahaya, semuanya akan di letakkan di luar jepang, dengan
saham terbesar tetap dimiliki oleh jepang, dan mereka mempersiapkan anak
bangsanya untuk menjadi pemikir atau bergerak dalam hal desain serta
perdagangan, sedangkan pekerjaan dirty/kotor, dangerous/berbahaya
pelaksanaannya serta difficult work akan diserahkan kepada orang lain di luar
negaranya.” Dan ternyata China, Korea dan Taiwan telah sejak awal
menyadari serta mengikuti jejak jepang. ini indikasi bahwa mereka mempersiapkan
anak bangsanya siap memakai dan siap mempekerjakan,
Kedua:Pemerintah dalam hal
ini dianggap tdak pernah berbuat salah dan tidak boleh dianggap salah membuat
keputusan merugikan rakyat seperti ujian dengan system multiple choices yang
menyebabkan anak didik kurang mampu menganalisa, standar untuk lanjut
pendidikan tergantung nilai NEM sehingga anak didik selalu mentok di ranah
kognitifnya. Bukan itu saja, tapi konsep menghafal yang sudah menjadi konsep
dasar pendidikan, learning by memorizing bukan dengan learning by doing
sehingga menurut pakar pendidikan Bukhori Nasuiton, anak didik tidak
mendapatkan haqqul yaqin.
Ketiga:Kekeliruan paradigma
pendidikan kita yang lain adalah adanya standar Terdaftar, Diakui, Disamakan,
yang ditentukan oleh pemerintah padahal terdapat sekolah swasta yang memiliki
gedung yang lebih baik dari sekolah negeri namun sangat sulit mendapat status
disamakan,sementara sekolah negeri dengan kondisi gedung yang memperihatinkan,
langsung mendapatkan predikat disamakan. Selain itu, pendidikan harus
mempergunakan buku paket hingga perpustakaan pun hanya di isi dengan buku paket
akhirnya berdampak hilangnya budaya baca anak didik karena buku paket yang
dibagikan sama dengan yang ada di perpustakaan.
Dan keempat: sistem
pendidikan kita belum mampu mengakomodir perbedaan potensi dan kemampuan setiap
individu anak bangsa ini. Seluruh kejanggalan yang sudah muncul di public
maupun yang menunggu giliran menjadi indikasi bahwa tidak ada komitmen secara
nasional untuk memperioritaskan pendidikan seperti di Jepang dan negara lain.
Baru sejak tahun 2002 anggaran pedidikan mulai di naikkan untuk memenuhi amanat
UU pendidikan nasional. Itupun masih menunggu optimalisasi pemerataan anggaran
ke seluruh satuan pendidikan.
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan di atas
dapat di simpulkan bahwa ada beberapa factor yang menyebabkan salahnya paradigma
pendidikan di Indonesia yang pertama: mempersiapkan anak didik yang “siap
pakai”. Hal ini secara mendasar telah membentuk budaya Employye. Kita
seharusnya mempersiapkan anak didik yang “siap memakai”. Kedua:Pemerintah dalam
hal ini dianggap tdak pernah berbuat salah dan tidak boleh dianggap salah
membuat keputusan merugikan rakyat seperti ujian dengan system multiple choices
yang menyebabkan anak didik kurang mampu menganalisa. Ketiga:Kekeliruan
paradigma pendidikan kita yang lain adalah adanya standar Terdaftar, Diakui,
Disamakan, yang ditentukan oleh pemerintah padahal terdapat sekolah swasta yang
memiliki gedung yang lebih baik dari sekolah negeri namun sangat sulit mendapat
status disamakan. Dan terakhir: sistem pendidikan kita belum mampu mengakomodir
perbedaan potensi dan kemampuan setiap individu anak bangsa ini.
B. Saran
Diharapkan kepada para
pengambil kebijakan, guru dan stakeholder pendidikan lainnya seperti orang tua
dan LSM, agar bisa fokus untuk memperbaiki kesalahan paradigma tentang
pendidikan yang terjadi di negeri ini serta turunan masalahnya. agar nasib
bangsa ini lebih baik dan bermartabat.
4.
Factor
yang berpengaruh terhadap pembangunan pendidikan
1. Perkembangan Iptek dan Seni
a. Perkembangan Iptek
Hubungan antara pendidikan dan iptek itu
misalnya suatu teknologi baru yang digunakan dalam suatu proses produksi
menimbulkan kondisi ekonomi sosial baru lantaran perubahan persyaratan kerja,
dan juga penguraian jumlah tenaga kerja atau jam kerja, kebutuhan bahan-bahan
baru. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi perubahan isi pendidikan dan
metodenya.
b. Perkembangan seni
Dilihat dari segi tujuan pendidikan
yaitu terbentuknya manusia seutuhnya aktifitas kesenian mempunyai andil yang
besar karena dapat mengisi pengembangan dominant efektif khususnya emosi yang
posiutif dan konstruktif serta keterampilan disamping dominant kognitif yang
sudah digarap melalui program/bidang studi yang lain.
2. Laju Pertumbuhan Penduduk
Masalah
kependudkkan dan kependidikan diantaranya pertumbuhan penduduk dengan
bertambahnya penduduk sarana dan prasarana pendidikan beserta komponen
penunjang terselenggaranya pendidikan harus bertambah, serta penyebaran
penduduk seperti digambarkan menimbulkan kesulitran dalam penyediaan sarana
pendidikan.
3. Aspirasi Masyarakat
Aspirasi
masyarakat dalam banyak hal yang meningkat,khususnya dalam aspirasi terhadap
pendidikan, hidup yang sehat aspirasi terhadap pekerjaan kesemuanya ini
mempengaruhi peningkatan aspirasi terhadap pendidikan dan pendidikan memberikan
jaminan untuk memperoleh pekerjaanb yang layak dan menetap itu.
4. Keterbelakangan Budaya dan Sarana
Kehidupan
Keterbelakangan
budaya adalah salah satu istilah yang diberikan oleh sekelompok masyartakat
(yang menganggap dirinya sudah maju) bagi masyarakat pendukung budaya,
kebudayaannya pasti dipandang sebagai sesuatu yang bernilai baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar