MAKALAH
PEMBERHENTIAN SDM
Disampaikan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat
Menempuh Mata Kuliah Manajemen SDM
Pendidikan
Program Studi Magister Administrasi
Pendidikan
PPs FKIP Universitas Bengkulu Semester 2
Tahun Akademik 2013/1014
Dosen Prof. Dr. Bambang Sahono
Oleh
Jon Sastro
PROGRAM
STUDI
MAGISTER
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGRAM
PASCASARJANA FKIP
UNIVERSITAS
BENGKULU
2013
KATA
PENGANTAR
Bismillahirramanirrahim
Assalamualaikum wr.wb
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan Makalah ini
yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Pemberhentian
SDM.”
Makalah
ini berisikan tentang Makna Pemberhentian SDM, Alasan
Pemberhentian SDM, UU dan Konsep Pemberhentian SDM dan Proses Pemberhentian
SDM. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita
semua tentang Manajemen SDM Pendidikan dalam
pengembangan ilmu manajemen pendidikan.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Dalam
penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini,
khususnya kepada dosen mata kuliah Prof. Dr.
Bambang Sahono serta rekan-rekan seperjuangan di
semester 2 Program Studi Magister Administrasi Pendidikan Tahun Akademik
2013/1014.
Akhir
kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin Ya robbal’Alamin.
Wassalamualaikum
wr.mb
|
Bengkulu,
November 2013
Tim penyusun
|
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR
ISI ........................................................................................................... ii
POWERPOINT......................................................................................................... iii
BAB
I. PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang .............................................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah ......................................................................................... 2
C.
Tujuan
........................................................................................................... 2
D.
Manfaat
......................................................................................................... 3
BAB
II. PEMBAHASAN
A.
Makna Pemberhentian SDM ...................................................................... 4
B.
Alasan Pemberhentian SDM.......................................................................... 6
C.
UU dan Konsep Pemberhentian SDM.......................................................... 15
D.
Proses Pemberhentian SDM.......................................................................... 20
BAB
III. PENUTUP
A.
Kesimpulan.................................................................................................... 23
B.
Saran
............................................................................................................. 24
DAFTAR
PUSTAKA ............................................................................................ 25
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah pemberhentian merupakan yang paling
sensitive di dalam dunia ketenagakerjaan dan perlu mendapat perhatian yang
serius dari semua pihak, termasuk oleh manajer sumber daya manusia, karena
memerlukan modal atau dana pada waktu penarikan maupun pada waktu karyawan
tersebut berhenti.
Pada waktu penarikan
karyawan, pimpinan perusahaan banyak mengeluarkan dana untuk pembayaran
kompensasi dan pengembangan karyawan, sehingga karyawan tersebut betul-betul
merasa ditempatnya sendiri dan mengerahkan tenaganya untuk kepentingan tujuan
dan sasaran perusahaan dan karyawan itu sendiri. Demikian juga pada waktu
karyawan tersebut berhenti atau adanya pemutusan hububungan kerja dengan
perusahaan, perusahaan mengeluarkan dana untuk pension atau pesangon atau
tunjangan lain yang berkaitan dengan pemberhentian, sekaligus memprogramkan
kembali penarikan karyawan baru yang sama halnya seperti dahulu harus
mengeluarkan dana untuk kompensasi dan pengembangan karyawan.
Di samping masalah dana yang mendapat
perhatian, juga yang tak kurang pentingnya adalah sebab musabab karyawan itu
berhenti atau diberhentikan. Berbagai alas an atau sebab karyawan itu berhenti,
ada yang didasarkan permentiaan sendiri, tapi ada juga atas alas an karena
peraturan yang sudah tidak memungkinkan lagi karyawan tersebut meneruskan
pekerjaannya.
Akibatnya dari pemberhentian berpengaruh besar
terhadap pengusaha maupun karyawan. Untuk karyawan dengan diberhentikannya dari
perusahaan atau berhenti dari pekerjaan, berarti karyawan tersebut tidak dapat
lagi memenuhi kebutuhan secara maksimal untuk karyawan dan keluarganya. Atas
dasar tersebut, maka manajer sumber daya manusia harus sudah dapat
memperhitungkan berapa jumlah uang yang seharusnya diterima oleh karyawan yang
berhenti.
B.
Indentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada dan untuk
mengetahui gambaran yang lebih jelas, maka penulis mencoba mengidentifikasi
masalah-masalah sebagai berikut:
1.
Apa makna pemberhentian SDM?
2.
Apa alasan pemberhentian SDM?
3.
Bagaimana UU dan konsep pemberhentian SDM?
4.
Bagaimana proses pemberhentian SDM?
C.
Tujuan masalah
Berdasrkan rumusan masalah diatas maka tujuan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui apa makna
pemberhentian SDM
2.
Untuk mengetahui apa alasan
pemberhentian SDM
3.
Untuk mengetahui bagaimana UU
dan konsep pemberhentian SDM
4.
Untuk mengetahui bagaimana
proses pemberhentian SDM
D.
Manfaat
Manfaat pembuatan
makalah ini adalah memberikan informasi tentang Makna Pemberhentian SDM, Alasan
Pemberhentian SDM, UU dan Konsep Pemberhentian SDM serta Proses Pemberhentian
SDM. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang
Manajemen SDM Pendidikan dalam pengembangan
ilmu manajemen pendidikan sehingga dapat memberi manfaat bagi kita semua.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pemberhentian
Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 mengartikan bahwa
Pemberhentian atau Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja
karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban
antar pekerja dan pengusaha. Sedangkan menurut Moekijat mengartikan bahwa
Pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerjas seseorang karyawan dengan suatu
organisasi perusahaan.
Istilah pemberhentian juga mempunyai arti yang sama dengan
separation yaitu pemisahan. Pemberhentian juga bisa berarti Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) karyawan dari suatu organisasi perusahaan. Pemberhentian yang
dilakukan oleh perusahaan harus berdasarkan dengan Undang – undang No 12 Tahun
1964 KUHP dan seijin P4D atau P4P atau seijin keputusan pengadilan.
Pemberhentian juga harus memperhatikan pasal 1603 ayat 1 KUHP yaitu mengenai
“tenggang waktu dan ijin pemberhentian”. Perusahaan yang melakukan
pemberhentian akan mengalami kerugian karena karyawan yang diberhentikan
membawa biaya penarikan, seleksi, pelatihan dan proses produksi berhenti.
Pemberhentian yang dilakuakn oleh perusahaan juga harus dengan baik – baik,
mengingat saat karyawan tersebut masuk juga diterima baik – baik.
Dampak pemberhentian bagi karyawan yang diberhentikan yaitu
dampak secara psikologis dan dampak secara biologis. Pemberhentian yang
berdasarkan pada Undang –undang 12 tahun 1964 KUHP, harus berperikemanusiaan
dan menghargai pengabdian yang diberikannya kepada perusahaan misalnya
memberikan uang pensiun atau pesangon. Pemberhentian juga dapat diartikan sebagai
pemutusan hubungan kerja seseorang karyawan dengan organisasi perusahaan.
Dengan pemberhentian dilakukan berarti karyawan tersebut sudah tidak ada ikatan
lagi dengan perusahaan (Drs. Malayu Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia,2003).
Pemutusan hubungan kerja merupakan fungsi terakhir manajer
sumber daya manusia yang dapat didefinisikan sebagai pengakhiran hubungan kerja
antara pekerja dan pengusaha yang dapat disebabkan oleh berbagai macam alasan,
sehingga berakhir pula hak dan kewajiban di antara mereka (Mutiara Sibarani
Panggabean, Manajemen Sumber Daya Manusia, 2004).
Pemberhentian
pegawai negeri sipil di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979
tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Dimana
pemberhentian terdiri atas :
1. Pemberhentian
sebagai Pegawai Negeri Sipil adalah pemberhentian yang menyebabkan yang
bersangkutan tidak lagi berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
2. Pemberhentian
dari jabatan negeri adalah pemberhentian yang menyebabkan yang bersangkutan
tidak lagi bekerja pada suatu satuan organisasi Negara, tetapi masih
berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Jenis-Jenis
Pemberhentian Sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian sebagai Pegawai
Negeri Sipil terdiri atas pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Pegawai Negeri
Sipil dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pegawai Negeri
Sipil yang diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil menerima
hak-hak kepegawaiannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
antara lain hak atas pensiun. Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan tidak
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, kehilangan hak-hak kepegawaiannya
antara lain pensiun.
B.
Alasan Pemberhentian
Ada beberapa alasan yang menyebabkan seseorang berhenti atau
putus hubungan kerjanya dengan perusahaan, ada yang bersifat karena peraturan
perundang-undangan, tapi ada juga karena keinginan pengusaha, agar tidak
terjadi hal semena-mena yang dilakukan pengusaha, maka pemerintah telah
mengeluarkan beberapa kebijakan yang berkaitan dengan pemberhentian karyawan.
Dalam pengertian ini pemerintah tidak melarang secara umum
untuk memberhentikan karyawan dari pekerjaannya. Jangan karena tidak cocok
dengan pendapat perusahaan atau bertentangan dengan kehendak atau keinginan
pengusaha yang mengharapkan karyawan terus bekerja utuk meningkatkan
produksinya, karyawan tersebut langsung diberhentikan, tanpa melalui prosedur
yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan tanpa dijelaskan alasan-alasannya
kepada karyawan.
Oleh karena demikian, untuk melindungi karyawan dari
tindakan demikian, maka pemerintah telah mendaptkan kebijakannya sebagai
tertuang di dalam undang-undang No. 13 Tahun 2003 bahwa, pengusaha dilarang
melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan:
1.
Pekerja berhalangan masuk karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu
tidak melampaui 12 bulan secara terus menerus.
2.
Pekerja berhalangan Negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
3.
Pekerja mengerjakan ibadah yang diperintahkan agamanya.
4.
Pekerja menikah
5.
Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan atau menyusui bayinya.
6.
Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerjan
lainnya dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
7.
Pekerja mendirikan, mejadi anggota dan atau pengurus serikat pekerja, pekerja
melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja atau di dalam jam kerja
atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam
pernjanjian kerja bersama.
8.
Pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan
pengusaha yang melakukan tindakan pidana kejahatan.
9.
Karena perbedaan yang paham, agama, aliran politik, suku, wana kulit, golongan,
jenis kelami, kondisi fisik atau status perkawinan.
10.
Pekerjaan dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau karena
hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Di samping hal tersebut di atas yang melarang pengusaha
mengadakan pemutusan hubungan kerja dengan karyawannya, tapi ada juga yang
membolehkan pengusaha mengadakan pemutusan kerja dengan karyawan dengan asalan
pekerja telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:
1.
Melakukan penipuan, pencurian atau penggelapan dan/atau uang milik perusahaan.
2.
Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan.
3.
Mabuk, minum-minuman kerjas memabukan, memakai atau mengedarkan narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan karja.
4.
Melakukan perbuatan asusiala atau perjudian di lingkungan karja.
5.
Menyerang menganiaya, mengancam astau mengintimidasi teman sekerja atau
pengusaha di lingkungan kerja.
6.
Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
7.
Dengan ceroboh astau sengaja merusak atau mebiarkan dalam keadaan bahaya barng
milik perusahaan yang menimbulkan rugi bagi perusahaan.
8.
Dengan ceroboh atau membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan
bahaya di tempat kerja.
9.
Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang harusnya dirahasiakan
kecuali untuk kepentingan Negara.
10.
Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana 5
tahun atau lebih Semua kegiatan seperti di atas, baru pengusaha memutuskan
melakukan pemutusan hubungan hubungan kerja dengna karyawan, apabila memang
benar-benar terbukti dengan didukung oleh bukti-bukti, atau tertangkap tasngan
dan adanya pengakuan dari karyawan.
Melayu Hasibuan menyebutkan beberapa alasan karyawan
diberhentikan dari perusahaan yaitu:
1. Undang-Undang
Undang-undang dapat menyebabkan seorang karyawan harus
diberhentikan dari suatu perusahaan, antara lain anak-anak karyawan WNA, karyawan
yang terlibat organisasi terlarang. Pemberhentian terjadi karena perundang –
undangan. Seorang karyawan terpaksa dihentikan dari perusahaan karena terlibat
dengan organisasi terlarang atau karyawan tersebut dihukum akibat perbuatannya.
Seperti contoh karyawan tesebut merupakan salah satu anggota G30S/PKI atau
karyawan tersebut melanggar hukum.
2. Keinginan perusahaan
Pemberhentian berdasarkan keinginan perusahaan dapat terjadi
karena karyawan tersebut berusia lanjut dan tidak memiliki keuntungan lagi bagi
perusahaan. Karyawan tersebut sudah berusia lanjut, kurang cakap atau melakukan
tindakan yang merugikan seperti korupsi.
Keinginan perusahaan memberihentikan karyawan ini
disebabkan:
1. Karyawan tidak mampu mengerjakan
pekerjaannya.
2. Perilaku dan kedisiplinannya
kurang baik.
3. Melanggar peraturan dan tata
tertib perusahaan.
4. Tidak dapat bekerja sama dan
konflik dengan karyawan lainnya.
5. Melakukan tindakan amoral dalam
perusahaan.
Pemberhentian karyawan yang dilakukan atas keinginan
perusahaan melalui tahapan–tahapan:
1. Perundingan antara karyawan
dengan pimpinan perusahaan.
2. Perundingan antara pimpinan
serikat buruh dengan pimpinan perusahan.
3. Perundingan P4D dengan pimpinan
perusahaan.
4. Perundingan P4P dengan pimpinan
perusahaan.
5. Keputusan Pengadilan Negeri.
Karyawan tidak dapat dipecat oleh perusahan secara sewenang
– wenang larena karyawan mendapat perlindungan hukum.
3. Keinginan Karyawan
Pemberhentian karena keinginan karyawan dapat terjadi karena
karyawan tersebut kurang mendapat kepuasan kerja di perusahaan yang
bersangkutan. Misalnya jasanya rendah, lingkungannya kurang baik atau perlakuan
kurang baik. Pemberhentian karena
keinginan karyawan dapat juga terjadi karena:
1. Pindah ke tempat lain untuk
mengurus orang tua
2. Kesehatan yang kurang baik
3. Untuk melanjutkan pendidikan
4. Untuk bewirausaha
5. Bebas jasa terlalu rendah
6. Mendapat pekerjaan yang lebih
baik
7. Suasana dan lingkungan pekerjaan
yang kurang serius
8. Kesempatan promosi yang tidak ada
9. Perlakukan yang kurang adil
4. Pensiun
Undang-undang mempensiunkan seseorang karena telah mencapai
batas usia dan masa kerja tertentu. Usia kerja seseorang karyawan untuk setatus
kepegawaian adalah 55 tahun atau seseorang dapat dikenakan pensiun dini,
apabila menurut keterangan dokter, karyawan tersebut sudah tidak mampu lagi
untuk bekerja dan umurnya sudah mencapai 50 tahun dengan masa pengalaman kerja
minimal 15 tahun.
Pensiun atas keinginan dari karyawan adalah pensiun atas
permintaan sendiri dengan mengajukan surat permohonan setelah mencapai masa
kerja tertentu, dan permohonannya dikabulkan oleh perusahaan. Besar uang
pensiun yang diterima oleh karyawan yang pensiun diatur oleh undang-undang bagi
pegawai negeri yang pembayarannya dilakukan secara periodik, sedangkan bagi
karyawan swasta diatur oleh perusahaan yang bersangkutan biasanya pembayaran
berupa uang pesangon pada saat diberhentikan. Pembayaran uang pensiun merupakan
pengakuan atau penghargaan atas pengabdian seseorang kepada organisasi dan
memberikan sumber kehidupan bagi usia lanjut, sehingga dengan adanya uang
pensiun akan memberikan ketenangan bagi para karyawannya.
5. Kontrak Kerja Berakhir
Karyawan suatu perusahaan akan diberhentikan apabila kontrak
kerjanya berakhir. Pemberhentian yang seperti ini tidak akan menimbulkan
konsekuensi karena telah diatur terlebih dahulu dalam perjanjian saat mereka
diterima oleh perusahaan tersebut. Beberapa perusahaan sekarang ini banyak
mengadakan perjanjian kerja dengan karyawanya di dalam sutau kontrak dimana di
dalamnya, disebutkan masa waktu kerja atau masa kontraknya. Dan ini alasan juga
tidak dilakukan pemutusan hubungan kerja apabila kontrak kerja tersebut di
perpanjang.
6. Meninggal dunia
Karyawan yang meninggal dunia secara otomatis hubungan
kerjanya dengan perusahaan akan terputus. Perusahaan tersebut akan memberikan
pesangon atau uang pensiun bagi keluarga yang ditinggalkannya sesuai dengan
peraturan yang ada. Seorang karyawan yang meninggal dunia saat melaksanakan
tugas, pesangon atau golongannya diatur di dalam undang-undang. Misalnya,
pesangon lebih besar dan golongannya dinaikkan sehingga uang pensiunnya lebih
besar.
7. Perusahaan dilikudasi
Dalam hal perusahaan dilikuidasi masalah pemberhentian
karyawan diatur dengan peraturan perusahaan, perjanjian bersama dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Untuk menentukan apakah benar atau tidak
perusahaan dilikuidasi atau dinyatakan bangkrut harus didasarkan kepada
peraturan perundang-undangan.
Beberapa
alasan Pemberhentian pegawai negeri sipil yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil,
antara lain:
1.
Pemberhentian
atas permintaan sendiri (pasal 2 ayat 1 PP. 32 tahun 1979)
PNS yang
diberhentikan atas permintaan sendiri apabila telah mencapai usia 50 tahun dan
memiliki masa kerja 20 tahun maka akan diberikan pensiun.
2.
Pemberhentian
karena mencapai batas usia pensiun
Batas usia
pensiun bagi PNS adalah 58 tahun,BUP bagi PNS yang menjabat jabatan tertentu
dapat diperpanjang 65 tahun antara lain ahli peneliti madya, hakim pada
mahkamah pelayaran ataupun jabatan lain yang ditetukan Presiden dan 60 tahun
bagi PNS yang memangku jabatan dokter, pengawas sekolah, Aselon I,II jabatan
Stuktural ( psl.4 huruf b. PP. 13 tahun 2013)
3.
Pembehentian
karena adanya penyederhanaan organisasi
Apabila PNS yang
kelebihan karena penyederhanaan satuan organisasi tidak mungkin di salurkan
kepada instansi lain, maka PNS yang kelebihan itu diberhentikan dengan hormat
sbg PNS dengan mendapatkan hak-hak kepegawaian berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.( psl.6. PP. 32 tahun 1979)
4.
Pemberhentian
karena melakukan Pelanggaran/Tidak pidana /Penyelewengan
PNS dapat
diberhentikan karena melanggar Sumpah/Janji atau melakukan pelanggaran PNS ,di
hukum penjara setinggi tingginya 4 tahun atau di ancam pidana yang lebih berat
( psl.8 s.d psl 10 PP. 32 tahun 1979)
5.
Pemberhentian
karena tidak cakap jasmani atau rohani
PNS dapat
diberhentikan dengan hormat karena menderita penyakit atau kelainan yang
berbahaya bagi dirinya sendiri atau lingkungan kerjanya dan oleh Tim Penguji
Kesehatan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri (
psl.11. PP. 32 tahun 1979)
6.
Pemberhentian
karena meninggalkan tugas ( psl.12 PP. 32 tahun 1979)
PNS yang dalam
waktu 6 bulan terus-menerus meninggalkan tugasnya dapat dengan hormat sebagai
PNS dan apabila ada keberatan atas hukuman itu dapat mengajukan keberatan ke
PTUN
7.
Pemberhentian
karena meninggal Dunia
PNS yang
meninggal dunia dengan sendirinya dianggap diberhentikan dengan hormat sebagai
PNS, juga bagi PNS yang hilang telah di anggap meninggal dunia pada akhir bulan
ke 12 sejak ia dinyatakan hilang ( psl.13 PP. 32 tahun 1979).
8.
Pemberhentian
karena hal-hal lain
PNS yang tidak
melaporkan dirinya kepada instansi indukya setelah habis menjalankan cuti di
luar tanggungan negara diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan
mendapatkan hak-hak kepegawaian berdasarkan Peraturan perundangan yang berlaku
( psl.15 PP. 32 tahun 1979).
C.
Undang-undang dan Konsep Pemberhentian
Sejak terbitnya putusan Mahkamah Konsitituasi Republik
Indonesia Perkara Nomor 012 /PUU-I/2003 tanggal 28 Oktober 2004 atas Hak Uji
materiil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, maka PHK oleh pengusaha
kepada pekerja/buruh yang melakukan kesalahan berat hanya dapat lilakukan
setelah adanya putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrachtI).
Pasal 151 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 bahwa PHK oleh pengusaha harus
memperoleh penetapan terlebih dahulu dari lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial. PHK harus dilakukan dengan dasar dan alasan yang kuat,
sebagaimana diatur pada Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003.
Pengusaha dilarang melakukan PHK terhadap pekerja/buruh
(Pasal 153 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003) karena berbagi alasan
pekerja/buruh:
a) Berhalangan masuk karena sakit
menurut keterangan dokter selama waktu tidak melebihi dua belas bulan secara
terus-menerus;
b) Memenuhi kewajiban terhadap negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c) Memenuhi ibadah yang diperintahkan
agamanya;
d) Menikah;
e) Hamil, melahirkan, gugur kandungan,
atau menyusui banyinya;
f) Mempunyai pertalian darah dan atau
ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainya di dalam satu perusahaan, kecuali
diatur lain dalan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanian kerja
bersama;
g) Mendirikan, menjadi anggota dan
pengurus serikat pekerja/serikat buruh,
melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau
di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama;
h) Mengadukan pengusaha kepada yang
berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang dilakukan tindak pidana kejahatan;
i)
Perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit,
atau golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
j)
Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja,
atau sakit karena hubungan kerja menurut keterangan dokter yang jangka waktu
penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Jika pengusaha melakukan PHK karena alasan tersebut, PHK-nya
adalah batal demi hukum (Pasal 170 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003).
pengusaha dapat mem-PHK
pekerja/buruh (Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003) karena
alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:
a) Melakukan penipuan, pencurian, atau
menggelapan barang dan atau uang milik perusahaan;
b) Memberikan keterangan palsu atau
yang dipalsukan sehingga menrugikan perusahaan;
c) Mabuk, meminum minuman keras yang
memabukan; memakai dan atau mengedarkan narkotika, psikotopika, dan zat adiktif
lainya di lingkungan kerja;
d) Melakukan perbuatan asusila dan
perjudian di lingkungan kerja;
e) Menyerang; menganiaya, mengancam, atau
mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;
f) Membujuk teman sekerja ata pengusaha
untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan oeraturan perundang-undangan
g) Dengan ceroboh atau sengaja merusak
atau bembiarkan keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan
kefugian perusahaan
h) Dengan ceroboh atau sengaja
membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
i)
Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang
seharusnya dirahasiakan, kecuali untuk kepentingan negara; atau
j)
Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang
diancam pidana penjara lima tahun atau lebih.
Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil,
antara lain:
1.
Pemberhentian
atas permintaan sendiri (pasal 2 ayat 1 PP. 32 tahun 1979)
2.
Pemberhentian
karena mencapai batas usia pension (
psl.4 huruf b. PP. 13 tahun 2013)
3.
Pembehentian
karena adanya penyederhanaan organisasi ( psl.6. PP. 32 tahun 1979)
4.
Pemberhentian
karena melakukan Pelanggaran/Tidak pidana /Penyelewengan ( psl.8 s.d psl 10 PP.
32 tahun 1979)
5.
Pemberhentian
karena tidak cakap jasmani atau rohani ( psl.11. PP. 32 tahun 1979)
6.
Pemberhentian
karena meninggalkan tugas ( psl.12 PP. 32 tahun 1979)
7.
Pemberhentian
karena meninggal Dunia ( psl.13 PP. 32 tahun 1979).
8.
Pemberhentian
karena hal-hal lain ( psl.15 PP. 32 tahun 1979).
1.
Tabel UU dan Konsep pemberhentian
Sebab-sebab Pemberhentian
|
Alasan-alasan
|
Dasar Hukum
|
Keterangan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
Keinginan
Perusahaan
|
1. Tidak
cakap dalammasa percobaan
|
Pasal 1603 1
KUHP
|
Tidak diberi
pesangon/uang
jasa
|
2. Alasan
mendesak
|
Pasal 1603 0
KUHP
|
Idem
|
|
3. Pegawai
sering
mangkir/tidak
cakap
|
a)
P4/M/57/6388
= mendesak
b)
P4/M/57/6083
= tidak
mendesak
|
Idem
|
|
4. Pegawai
ditahan
oleh negara
|
P4/M/56/4599
|
Selama dalam
tahanan
diberi
tunjangan
|
|
5. Buruh
dihukum olehhakim
|
P4/M/57/6231
|
Bila
bersifat mendesak tidak
diberi
apa-apa; bila tidak, diberi
|
|
|
6. Buruh
sakit-sakitan
|
P4/M/56/4699
P4/M/57/6542
P4/M/57/6150
|
Sakit bulan I
=
100% gaji
Sakit bulan
II =
75% gaji
Sakit bulan
III =
60% gaji
Sakit bulan
IV =
25% gaji
Bulan-bulan selanjutnya,
kebijaksanaan
perusahaan.
|
7. Buruh
berusia lanjut
|
Peraturan
pensiun
perusahaan
|
||
8. Penutupan
badan
usaha/pengurangan
tenaga kerja
|
|||
II. Keinginan
Pegawai
|
1. Tidak cakap
dalam
masa
percobaan
|
Pasal 1603 1
KUHP
|
Tidak diberi
apa-apa
|
2.
Alasan-alasan
mendesak
|
Pasal 1603 p
|
||
3. Menolak
bekerja
pada majikan
baru
|
|||
III.
Sebab-sebab
lain
|
1. Pegawai
meninggal
dunia
|
a) Pasal
1603j
KUHP
|
a) di luar
hubungan
kerja
diberi uang
duka
pada pegawai
tetap
|
b) UU
Kecelakaan
|
b) dalam
hubungan
kerja, ahli
waris
dapat
tunjangan
|
||
2. Berakhir
masa
hubungan
kerja
|
Pasal 1603 1
KUHAP
|
Tidak
diberi apa apa
|
D.
Proses Pemberhentian
Jika pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka
cara yang ditempuh diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1964. pengusaha yang
ingin memutuskan hubungan kerja dengan pekerjanya harus mendapatkan izin
terlebih dahulu dari P4D untuk pemutusan hubungan terhadap sembilan karyawan
atau kurang, dan izin dari P4P untuk pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja
yang jumlahnya sepuluh orang ke atas. Selama izin belum diberikan pemutusan
hubungan kerja belum sah maka kedua belah pihak harus menjalankan kewajibannya.
Pemberhentian karyawan hendaknya berdasarkan peraturan dan
perundang-undangan yang ada agar tidak menimbulkan masalah, dan dilakukan
dengan cara sebaik-baiknya, sebagaimana pada saat mereka diterima sebagai
karyawan. Dengan demikian, hubungan antara perusahaan dan mantan karyawan tetap
terjalin dengan baik. Akan tetapi pada kenyataanya sering terjadi pemberhentian
dengan pemecatan, karena konflik yang tidak dapat diatasi lagi, yang seharusnya
pemecatan karyawan harus berdasar kepada peraturan dan perundang-undangan
karena setiap karyawan mendapat perlindungan hukum sesuai dengan statusnya.
Berikut adalah prosedur/proses pemecatan karyawan:
1.
Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan
2.
Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan
3.
Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan, dan P4D
4.
Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan, dan P4P
5.
Pemutusan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri
Bagi pemutusan hubungan kerja yang bersifat massal yang
disebabkan keadaan perusahaan, maka sebelum pemutusan hubungan kerja pengusaha
harus berusaha untuk meningkatkan efisiensi. Upaya peningkatan efisiensi yang
biasa digunakan adalah dengan:
1.
Mengurangi shift kerja
2.
Menghapuskan kerja lembur
3.
Mengurangi jam kerja
4.
Mempercepat pensiun
5.
Meliburkan atau merumahkan karyawan secara bergilir untuk sementara
Dalam pemberhentian karyawan, apakah yang sifatnya kehendak
perusahaan, kehendak karyawan maupun karena undang-undang harus betul-betul
didasarkan kepada peraturan, jangan sampai pemberhentian karyawan tersebut
menibulkan suatu konflik suatu konflik atau yang mengarah kepada kerugian
kepada dua belah pihak, baik perusahaan maupun karyawan.
Adapun beberapa cara yang dilakukan dalam proses
pemberhentian karyawan:
Bila kehendak perusahaan dengan berbagai alasan untuk
memberhentikan dari pekerjaannya perlu ditempuh terlebih dahulu:
1.
Adakan musyawarah antara karyawan dengan perusahaan.
2.
Bila musyawarah menemui jalan buntu maka jalan terakhir adalah melalui pengadilan
atau instansi yang berwenang memutuskan perkara.
3.
Bagi karyawan yang melakukan pelanggaran berat dapat langsung diserahkan kepada
pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut tanpa meminta ijin lebih dahulu
kepada Dinas terkait atau berwenang.
4.
bagi karyawan yang akan pensiun, dapat diajukan sesuai dengan peraturan.
Demikian pula terhadap karyawan yang akan mengundurkan diri atau atas kehendak
karyawan diatur atas sesuai dengan paraturan perusahaan dan peraturan
perundang-undangan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
Pemberhentian atau pemutusan
hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan.
Pemberhentian harus didasarkan atas
Undang – undang No. 12 Tahun 1964 KUHP, berperikemanusiaan dan menghargai
pengabdian yang diberikannya kepada perusahaa, misalnya memberikan uang pensiun
dan pesangon.
Pemberhentian
pegawai negeri sipil di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979
tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Dimana
pemberhentian terdiri atas :
Pemberhentian
sebagai Pegawai Negeri Sipil dan
Pemberhentian dari jabatan negeri
Ada beberapa alasan yang menyebabkan
seseorang berhenti atau putus hubungan kerjanya dengan perusahaan, diantaranya
disebabkan karena:
Ø Perautaran perundang-undangan
Ø Keinginan perusahaan
Ø Keinginan karyawan
Ø Pensiun
Ø Kontrak kerja berakhir
Ø Meninggal dunia
Ø Perusahaan dilikuidasi
Adapun proses pemberhentian karyawan
sebagai berikut:
Prosedur pemberhentian keryawan :
1.
Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan,
2.
Musyawarah pimpinan buruh serikat dengan pimpinan
perusahaan,
3.
Musyawarah pimpinan buruh serikat, pimpinan perusahaan dan
P4D
4.
Musyawarah pimpinan buruh serikat, pimpinan perusahaan dan
P4P
5.
Pemutusan berdasarkan keputusan pengadilan negeri.
B.
Saran
Dalam hal pemberhentian karyawan, seharusnya perusahaan
bertindak sangat hati-hati dan diperlakukan pertimbangan yang sangat matang karena
pengaruhnya cukup besar bagi perusahaan dan karyawan itu sendiri. Bagi
perusahaan akan berpengaruh sekali terhadap masalah dana konsekuensi lainnya
serta harus disesuaikan dengan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.
Sedangkan dengan adanya pemberhentian karyawan tersebut tentu sangat
berpengaruh sekali terhadap karyawan itu sendiri. Dengan diberhentikan dari
pekerjaannya maka berarti karyawan tersebut tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan
secara maksimal untuk karyawan dan keluarganya. Atas dasar tersebut, maka
manajer sumber daya manusia harus sudah dapat memperhitungkan beberapa jumlah
uang yang seharusnya diterima oleh karyawan yang behenti, agar karyawan
tersebut dapat memenuhi kebutuhannya sampai pada tingkat dianggap cukup.
DAFTAR PUSTAKA
Hasibuan,
Melayu S.P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Moekijat. 2003. Manajemen Tenaga Kerjadaaan
Hubungan Kerja.CV Point Jaya: Bandung.
Panggabean,
Mutiara Sibarani. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia,
Ghalia Indah, Bogor Selatan
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979
tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2013
tentang Perubahan keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1964
tentang Pemutusan Hubungan Kerja
Ruchiat, 2003. Pengantar Manajemen Sumber Daya
Manusia. Majalengka: STIE YPPM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar