PENGAJARAN
BAHASA INGGRIS DI SEKOLAH DASAR
JON SASTRO
PENDAHULUAN
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
060/U/1993 tanggal 25 Pebruari 1993 Kurikulum Pendidikan Dasar yang dilengkapi
dengan Lampiran I yang memuat hal-hal pokok tentang landasan yang dijadikan
pedoman dalam pengembangan kurikulum, tujuan pendidikan pada Sekolah Dasar dan
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, program pengajaran yang mencakup isi program
pengajaran, lama pendidikan dan susunan program pengajaran; pelaksanaan
pengajaran; penilaian; dan pengembangan kurikulum selanjutnya, di tingkat nasional
dan di tingkat daerah.
Karya tulis ini disusun untuk mendekati permasalahan
pengajaran bahasa Inggris di tingkat Sekolah Dasar yang menggunakan pendekatan
psikologi bahasa sebagai satu usaha akademis untuk bisa mendekati permasalahan
pengajaran bahasa Inggris dan sekaligus memberikan saran-saran yang bersifat
tentative dalam menghadapi kenyataan-kenyataan di lapangan khususnya di
Sekolah-sekolah Dasar di Kalimantan Selatan yang mencoba memberi pelajaran
Bahasa Inggris sebagai muatan lokal.
Sepengetahuan penulis, belum pernah dilakukan pengkajian
yang menggunakan dasar-dasar psikologi bahasa untuk menyusun program pengajaran
bahasa Inggris di Sekolah Dasar. Yang ada ialah program pengajaran bahasa
Inggris yang disusun berdasarkan pendekatan kebermaknaan dan pendekatan ini
sebenarnya bermuara pada linguistik pragmatik (Baradja, 1997 : 16). Pendekatan
yang bermuara pada linguistik pragmatik ini mengandung perbagai implikasi yang
perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Tulisan ini mencoba menampilkan
uraian yang objektif dengan menggunakan landasan-landasan fikiran yang secara
ilmiah teoritik aplikatif dapat dipertanggung jawabkan, mengingat pentingnya
pemahaman terhadap pengajaran bahasa Inggris di SekolahDasar.
METODE PENULISAN
Tulisan ini bersifat deskriptif kualitatif. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode
penelitian kepustakaan yaitu dengan mencari bahan-bahan yang relevan baik
berupa buku, jurnal maupun tulisan-tulisannya. Untuk lebih up to date, penulis
juga menggunakan bahan rujukan yang bersumber dari internet.
TUJUAN PENULISAN
Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan deskripsi
mengenai pengajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar mulai dari Sekolah Rakyar,
Sekolah Dasar dengan acuan Kurikulum 1975, 1984, dan penjaan bahasa Inggris
sekarang ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pendidikan Dasar pada tingkat
Sekolah Dasar
Psikologi pendidikan dan psikologi perkembangan dengan
jelas membeberkan kedudukan pendidikan dasar dalam perkembangan dan pembentukan
kepribadian anak yang menjalani pendidikan persekolahan tingkat dasar.
Pendidikan persekolahan tingkat dasar inilah yang meletakkan dasar perilaku
bersekolah selanjutnya (Ki Sarino M, 1982 : 75). Anak didik yang belum
mempunyai kesadaran yang mantap tentang kewajiban-kewajiban serta tugas-tugas
persekolahan, bisa mengalami kegoncangan mental, ketika menemui pengalaman
belajar-mengajar di sekolah yang membuatnya terperangah (Iman Sudiyat, 1982 :
33).
Sejarah pendidikan dasar di Indonesia menunjukkan bahwa
bukan baru di tahun sembilan puluhan ini, bahasa asing di ajarkan. Sebelum
Perang Dunia II di jaman penjajahan Belanda, di sekolah-sekolah HIS yang
sederajat dengan SD, mulai kelas-3 diajarkan bahasa Belanda secara intensif
(Sadtono, 1988 : 27). Dan setiap siswa merasa sangat bangga ketika mulai
berkenalan dengan bahasa Belanda. Baru seminggu dia belajar bahasa Belanda, si
anak sudah bisa mengucapkan sepatah dua patah kata dan atau frasa dalam bahasa
Belanda. Ketika di rumah, si anak dengan ucapan yang belum sempurna, namun sudah
berani mendemonstrasikan di hadapan ayah-ibunya bahasa yang baru saja
dipelajarinya di sekolah. Di malam hari ketika belajar, anak ini membaca buku
pelajaran bahasa Belanda yang diberikan sekolah kepadanya dengan suara yang
keras, agar orang lain bisa mendengarnya (Lambut, 1988 ; 19).
Di Jaman pendudukan Jepang, sejak kelas 2 Sekolah
Rakyat, siswa harus belajar bahasa Jepang melalui aksara Katakana dan Hirakana.
Baru di kelas 4 diajarkan aksara Kanji. Secara jujur harus pula dikatakan bahwa
siswa Sekolah Rakyat yang belajar bahasa Jepang itu, dapat berbahasa Jepang
dengan baik (Lambut 1988 : 36). Semua itu menunjukkan bahwa pelajaran bahasa
asing di masa lalu, tidak menimbulkan masalah yang buruk bagi pembelajaran
bahasa dan ilmu yang diperuntukkan bagi pendidikan dasar itu.
2. Program Pengajaran di
Sekolah Rakyat
Di jaman penjajahan Belanda, di jaman pendudukan Jepang,
program pengajaran di Sekolah Rakyat memang benar-benar program pengajaran
dasar untuk rakyat. Program Sekolah Rakyat meliputi : menyanyi, menggambar,
budi pekerti, berhitung, membaca, menulis, dan bersenam/bermain-main, menyanyi, menggambar, dan bermain-main adalah
pelajaran yang memberi rasa senang dan gembira kepada anak-didik. Di sekolah
mereka memperoleh kegembiraan dan semangat yang tidak diperolehnya di rumah
(Winarno, 1972: 55).
Menyanyi, menggambar, dan bermain-main dilakukan secara
metodik-didaktik dasar yang memang memberi manfaat bagi si anak. Dengan
cara-cara yang diajarkan di sekolah, setiap anak dapat mengembangkan bakat dan
minatnya sendiri-sendiri sesuai dengan lingkungan hidupnya.
Hanya membaca, menulis, dan berhitung yang harus
dikerjakan dengan serius dan memerlukan disiplin yang tinggi. Sebagai hasilnya,
siswa kelas dua Sekolah Rakyat sudah bisa diminta bantuan oleh ibunya yang buta
huruf untuk menuliskan sebuah surat yang sederhana dan dapat menunggu warung
dagangan dengan kemampuan yang baik.
3. Pendidikan Dasar pada Sekolah Dasar hingga Kurikulum 1975
Kurikulum Sekolah Dasar 1975 sudah menempatkan jenjang
pendidikan ini pada jenjang pendi-dikan padat-ajar. Mata pelajaran Sekolah
Dasar sudah berjumlah 16 dan jam pelajaran mulai dari pukul. 07.30 hingga pukul
12.30 dengan memberikan 2 kali istirahat masing-masing selama 15 menit.
Kegiatan sekolah yang memberikan rasa ceria dan santai, sudah mulai menghilang,
walaupun mata pelajaran menyanyi masih dipertahankan.
Berbeda dengan menyanyi pada Kurikulum lama, menyanyi
pada Kurikulum 1975 sudah tidak diajarkan dengan didaktik metodik khusus.
Pelajaran menyanyi lebih diarahkan pada menghafal lagu-lagu nasional dan
perjuangan. Lagu-lagu untuk Sekolah Dasar semakin tersingkir. Menggam-bar sudah
tidak lagi menjadi perhatian sekolah. Yang ada ialah kegiatan mewarnai gambaran
dan menyelesai-kan gambaran.
Siswa Sekolah Dasar harus mulai menjalani disiplin
sekolah yang ketat dan pelanggaran disiplin sekolah seringkali harus dihukum
dengan hukuman bukan pelanggaran disiplin. Misalnya siswa disuruh menyalin
kalimat berulang kali yang tidak mempunyai sangkut paut dengan pelanggaran
disiplin yang dilaku-kannya.
4. Program Pengajaran Sekolah Dasar Berdasarkan Acuan Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 ini bukan lagi kurikulum yang disusun
berdasarkan kemampuan dan kebutuhan bel;ajar sisiwa, tetapi lebih banyak
didorong oleh pelbagai kepentingan yang berada di luar lingkup pendidikan dasar
(Nababan, 1993 : 9). Pelbagai kepentingan telah masuk dan mempengaruhi muatan
kurikulum sehingga kurikulum benar-benar melelahkan siswa. Akibatnya muncul
reaksi psikis menolak. Siswa jadi acuh tak acuh terhadap pelajaran.
Pekerjaan rumah dikerjakan sambil lalu dan kesungguhan
belajar menjadi mundur. Hal ini muncul sebagai reaksi psikis atas tekanan
belajar dan berdisiplin yang di luar batas kewajaran bagi siswa yang berusia
semuda itu.
Memikul tugas belajar dari demikian banyak buku dan
ragam pelajaran dengan sendirinya menimbulkan reaksi jenuh (Surahmad, 1988:
57). Nilai bisa saja tinggi, tetapi
fakta hasil belajar semakin rendah. Lebih-lebih ketika jenis tes objektif
pilihan ganda merajalela, proses bernalar seolah-olah berhenti. Hendro
memberikan ulasan yang keras sekali terhadap jenis tes objektif ini yang
menurut beliau adalah bahwa jenis tes ini menipu semua pihak (Kraf, 1987: 55).
5. Pengajaran Bahasa Inggris
di Sekolah Dasar
Kalau kita berbicara tentang pengajaran, orang mau tak
mau harus mengarahkan perhatian pada 4 hal utama yaitu i) tujuan yang hendak
dicapai, ii) strategi belajar mengajar, iii) buku ajar, dan iv) kompetensi
profesional untuk berwe-wenang mengajarkannya. (Nababa, 1993: 181).
Perlu disadari bahwa Lembaga Pendidikan Tenaga
Kepen-didikan (LPTK) yang bertang-gung jawab atas pendidikan tenaga-tenaga
kependidik-an, tidak mempunyai program pendidikan tanpa tenaga kependidikan
yang memiliki kewenangan mengajar-kan bahasa Inggris di Sekolah Dasar. Sebelum
adanya Kurikulum Kependi-dikan yang berlaku secara Nasional tahun 1994, LPTK
diarahkan untuk menghasilkan tenaga pengajar untuk SMA.
Jangankan untuk Sekolah Dasar, untuk Sekolah Menengah
Kejuruan atau SMK dan SLTP pun LPTK tidak siap. Ini berarti bahwa
penyelenggaraan pengajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar tidak ditangani oleh
guru yang memang kompetenasi mengajar bahasa Inggris untuk SD. Ini berarti
bahwa pengajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar diselenggarakan secara
coba-coba belaka. Padahal apapun juga yang diajarkan di SD sebagai lembaga
pendidikan dasar yang paling awal, mempunyai pengaruh yang besar terhadap
pengajaran di jenjang pendi-dikan yang lebih tinggi. Kuat lemahnya dasar yang
berhasil diletakkan di Sekolah Dasar akan menentukan perkembangan selanjut-nya.
Alexei A. Leontiev dalam bukunya Psychology and the
Language Learning Process (1989)
mengemu-kakan mengenai belajar bahasa pada masa kanak-kanak bahwa “Language
learning in an early age of a child (6 – 12 years old) has a deceptive effect.
His language development will be greatly affected by his experience in learning
the language. When he has undergone the right track of learning his language acquisition
will develop smoothly (Leontiev, 1989 : 211).
Pendapat Leontiev ini
memberi peringatan bahwa pengajaran bahasa, khususnya suatu bahasa
asing, harus, harus dijalani sesuai dengan tuntutan pembelajaran anak. Dan
untuk dapat berbuat demikian, diperlukan seorang guru yang benar-benar kompeten
untuk itu.
Karena pengajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar masih
belum merupakan kegiatan kurikuler nasional, maka buku ajarpun tidak tersedia.
Guru harus menggunakan bahan ajar darurat yang kesesuaian dan kemanfaatannuya
tidak bisa dipastikan.
Dan dengan tidak tersedianya guru bahasa Inggris di SD,
strategi belajar-mengajar yang benar dan sesuai dengan kebutuhan pem-belajaran
siswa juga tidak bisa di kembangkan.
Kesimpulannya hanya satu: hasil belajar bahasa Inggris
di Sekolah Dasar tidak bisa dinilai, karena tidak tidak bisa ditentukan tujuan
yang hendak dicapai.
Jikalau pandangan Leontiev dijadikan pegangan, maka
dapat diprediksi bahwa pengajaran bahasa Inggris di SLTP dan di SMU juga tidak
mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Dan yang lebih buruk, kesalahan belajar
di SD akan dibawa serta di SLTP dan SMU dan selanjutnya. Selain dari itu gairah
siswa untuk belajar bahasa Inggris tidak atau akan sukar di kembangkan karena
mereka mempunyai pengala-man yang tidak menyenangkan mempelajari bahasa itu di
Sekolah Dasar.
PENUTUP
Dengan memperhatikan uraian tadi, seyogyanya timbul
kesa-daran bahwa pendidikan dasar yang diberikan di Sekolah Dasar mempu-nyai
peranan yang sangat penting untuk pendidikan yang lebih lanjut. Peletakan dasar
yang kuat dalam dasar-dasar pengembangan kemam-puan belajar akan memungkin-kan
siswa mencapai tingkat kemampuan belajar yang baik dan efisien.
Pengajaran bahasa Inggris yang hasil belajarnya sangat
berguna bagi kehidupan masa kini dan masa mendatang, hendaknya mendorong
penyediaan tenaga pengajar, buku ajar, strategi belajar-mengajar dan kegiatan
belajar-mengajar dan kegiatan belajar-mengajar yang memberikan rasa nyaman dan
bukan rasa tertekan dan terpaksa.
DAFTAR
PUSTAKA
Iman Sudiyat. 1982. Pendidikan Baradja. 1997. Pendidikan
Indonesia Quo Vadis. TEFLIN
Surabaya, 1997
Ki Sarino M. 1982. Landasan Pendidikan Dasar. Taman Siswa,
Kraft. 1987. Objective Test. Longman. London .
Lambut. 1988. Berbahasa Belanda. Widya Karya
Vol 21.
Leontix Alexei. Psychology and Language Learning
Process. Pergammon. London .
Nababan. 1993. Kurikulum Nasional. Gramedia,
1993
Sadtono. 1988. Pendidikan Nasional, Sebuah
Tinjauan Historis. Gramedia.
Surahmad. 1988. Arah Pendidikan Kita.
Gramedia.
Winarno. 1972. Mencari Landasan Pendidikan
Kita. UGM Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar